Malang Post – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang menggelar Sosialisasi Hukum dan Perundang-undangan pada Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024, sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017.
Dalam sosialisasi yang mengambil tema ‘Problematika Hukum Pemilu di Era Digital’ digelar di Kantor KPU Kota Malang, Jalan Bantaran, No.6, Kota Malang, Rabu (21/12/22).
Hadir dalam kegiatan sosialisasi tersebut, KPU Kota Malang menghadirkan beberapa narasumber, antara lain Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Faizin Sulistio, Ketua Bawaslu Kota Malang Alim Mustofa, Kasubsi Sospol, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang Faizal Rizki.
Dalam sambutannya, Ketua KPU Kota Malang Aminah Asminingtyas mengatakan, dalam penyelenggaraan pesta demokrasi ini, KPU Kota Malang sebagai salah satu lembaga penyelenggara pemilu, untuk itu sosialisasi Problematika Hukum Pemilu di Era Digital ini sangat penting untuk kelancaran pelaksanaan Pemilu.
“Penggunaan teknologi dalam proses pesta demokrasi atau yang dikenal dengan istilah digitalisasi pemilu, merupakan harapan yang dapat diwujudkan, terlebih dalam pelaksanaan Pemilu nanti didominasi oleh pemilih muda millenial dan generasi Z,” ucapnya.
Sebab, lanjut Aminah, di era digitalisasi saat ini diharapkan mampu memberi kemudahan masyarakat untuk menggunakan hak suaranya.
“Penggunaan teknologi dalam pemilu diharapkan mampu menghadirkan pemilu yang transparan dan mencegah terjadi pelanggaran pemilu, tapi jangan sampai bermasalah dengan hukum akibat penggunaan teknologi,” jelasnya.
Untuk itu, tambah Aminah, sosialisasi Problematika Hukum Pemilu di Era Digital ini sangatlah penting agar terhindar dari jeratan Undangan-undang ITE.
“Digitalisasi pemilu ini merupakan langkah tepat untuk pesta demokrasi yang demokratis, transparan, jujur, dan adil, makanya kita (KPU Kota Malang) mengahdirkan narasumber yang kompeten,” tegasnya.
Sementara itu, narasumber Faizin Sulistio menegaskan jika digitalisasi tak bisa dihindari. Bahkan sudah menjadi kebutuhan. Semua aspek sudah memanfaatkan. Seperti bidang pendidikan, sosial, politik, budaya dan lainnya.
“Digitalisasi memiliki dua sisi. Efisiensi dan persoalan keamanan. Karena itu UU No. 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, hadir untuk mengaturnya,” ujar Faizin.
Jika tidak diatur UU ITE, penggunaan teknologi digital bisa liar. Terutama dalam kaitannya dengan pemilu. Terkait pemilu, narasumber Alim Mustofa menjelaskan posisi Bawaslu Kota Malang.
Sesuai tupoksinya, Bawaslu bertugas melakukan pengawasan/pencegahan, melakukan penindakan dan menyelengsaikan sengketa. Tupoksi juga mengikuti atau bisa dikatakan terpengaruh teknologi digital.
Lantaran teknologi ini bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pemilu. Maka pihaknya harus mengawasi penggunaannya. Obyek pengawasan Bawaslu secara umum adalah setiap orang sesuai ayat 2 pasal 280 UU no 7 tahun 2017. Sangat bisa memanfaatkan teknologi digital. Termasuk penyelenggara pemilu dan media pers.
Maka langkah yang dilakukan Bawaslu adalah melakukan pencegahan dengan proses panjang. Melalui edukasi dan sosialisasi. Melapisi kinerja KPU agar sesuai UU dan PKPU. Contoh kasus, muncul di tweeter kampanye di masjid.
“Ini kita tindaklanjuti. Karena belum masuk tahapan kampanye, tidak ada pelanggaran. Tapi karena dilaporkan juga ke Bawaslu RI, maka kita harus tangani lagi. Kita lengkapi lagi laporannya,” jelasnya.
Dari kasus tersebut teknologi digital memiliki tingkat kerawanan. Alim menggolongkan dua jenis. Misinformasi yaitu salah informasi. Artinya, info dimedsos langsung dipercaya tanpa adanya konfirmasi.
Kemudian disinformasi. Artinya, informasi yang sengaja dibelokkan. Sengaja membuat informasi yang disalahkan.
“Ini yang membedakan negatif kampanye dan black campaign. Negatif kampanye boleh dilakukan, asalkan menyertakan data dan fakta yang akurat. Bisa dipertanggung jawabkan. Tapi black campaign ini tidak boleh. Karena tidak menyertakan data dan fakta yang akurat,” tegasnya.
Solusinya adalah pengawasan partisipatif dari semua pihak. Masyarakat yang menerima info dari medsos segera lapor ke Bawaslu.
Sementara itu, jaksa Faizal Rizki, memaparkan sanksi hukum jika teknologi digital digunakan untuk merugikan orang lain.
UU ITE mulai pasal 45 mengatur hukuman bagi orang yang melakukan kejahatan menggunakan teknologi digital. Minimal 5 disertai denda ratusan juta hingga miliaran.
“Tergantung jenis kejahatannya. Mulai ujaran kebencian, fitnah, pencurian data, penyebaran info hoax, membocorkan data, mengubah hasil pemilihan, meretas website KPU hingga memberikan password. Semuanya bisa dipidanakan,” jelas Faizal. (Yanuar Triwahyudi)