Kian marak perkembangan marketplace di Indonesia mendorong Pemerintah menciptakan inovasi baru, yaitu sebuah aplikasi belanja online dengan prinsip marketplace. Utamanya diawali saat merebaknya pandemi COVID-19 di tahun 2020 yang lalu. Pemerintah memiliiki kewajiban moral membantu pelaku UMKM yang tertekan ekonominya.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-20/PB/2019 tentang Uji Coba Penggunaan Uang Persediaan Melalui Sistem Marketplace dan Digital Payment Pada Satuan Kerja. Ditjen Perbendaharaan bekerja sama dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mengembangkan digital platform pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan nama Digital Payment (Digipay) Marketplace.
Digipay merupakan platform multiguna pengelolaan kas negara yang mengintegrasikan antara satker K/L sebagai pengguna Uang Persediaan (UP) dana APBN, UMKM sebagai vendor penyedia barang/Jasa, perbankan yang memfasilitasi payment system, serta peran BUN menyiapkan regulasi, platform dan proses bisnis di dalam satu ekosistem.
Digipay Marketplace memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan marketplace swasta pada umumnya, yaitu : Pertama, Pembayaran hanya bisa dilakukan secara cashless, dengan menggunakan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dan Cash Mangement System Virtual Account (CMS VA) perbankan atas Uang Persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Hal ini sejalan dengan modernisasi pengelolaan kas negara yang harus segera dijalankan. Bank Indonesia selaku otoritas moneter di Indonesia melalui Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) atau cashless society yang dicanangkan di tahun 2014 mengembangkan sebuah konsep pembayaran dengan berupaya mengurangi peran uang tunai dalam setiap transaksi yang dilakukan oleh masyarakat.
Kedua, Pembayaran hanya boleh dilakukan setelah barang/jasa diterima dan sesuai pesanan, baik kualitas, kuantitas maupun spesifikasi. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perbendaharaan Negara terkait prinsip proses pembayaran atas beban APBN disebutkan “Pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima”.
Ketiga, Tidak terdapat rekening penampungan (escrow) sehingga tidak mengelola/menampung dana transaksi. Uang dari satker selaku pembeli langsung masuk ke rekening vendor.
Keempat, Membantu bendahara melakukan penghitungan, pemungutan dan pembayaran pajak yang telah terintegrasi dengan sistem penerimaan negara (MPN G3).
Kelima, Interkoneksi dengan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI). Saat ini masih dalam proses pengembangan sistem, yaitu nantinya satker dapat melakukan pengecekan ketersediaan dana, pembebanan akun hingga terkoneksi dengan modul pelaporan.
Perkembangan penggunaan Digipay di KPPN Malang selaku Kuasa BUN sampai dengan saat ini dari total 172 satker mitra kerja KPPN Malang pengelola Uang Persediaan (UP), terdapat 98 satker yang telah melakukan pendaftaran admin Digipay Marketplace, vendor yang terdaftar dari 58 satker sebanyak 21 vendor dengan realisasi nilai transaksi sebesar Rp 6,722 milyar (1.286 transaksi). Bila dibandingkan dengan besaran UP yang dikelola oleh KPPN Malang, yaitu sebesar Rp 1,829 Triliun menunjukkan bahwa peluang menggunakan Digipay belum diimplementasikan secara maksimal, baru sekitar 0,367% saja.
Kendala utamanya adalah mindset satker dan vendor sulit shifting, masih cenderung nyaman dengan pola konvensional. Selain itu pemahaman tentang Digipay yang belum merata di tingkat satker, vendor maupun perbankan, sehingga perlu dilakukan sosialisasi secara menyeluruh. Isu segmentasi aplikasi, simplifikasi user, kemudahan akses, kemudahan penggunaan, penyederhanaan proses bisnis perlu segera diupayakan perbaikannya. Juga adanya keterbatasan interoperabilitas transaksi karena platform dibangun dalam ekosistem bank tertentu (hanya bisa overbooking).
Pengembangan sistem Digipay Marketplace kedalam Digipay Satu (Integrated Digipay) yang telah dilauncing tanggal 23 November yang lalu, diharapkan mampu menjawab kendala yang ada. Direncanakan dapat diimplementasikan secara penuh di tahun 2023. Digipay Satu dibangun untuk mengakomodasi seluruh bank, pengembangan dan pemeliharaannya dikelola sepenuhnya oleh Kementerian Keuangan, bukan lagi oleh masing-masing Himbara. Rekening user (satker dan vendor) tidak dibatasi pada Himbara saja, dapat dilakukan transaksi antar rekening pada bank yang berbeda (interoperabilitas). Simplifikasi user di satuan kerja, cukup tiga user yaitu Bendahara, PPK, dan Pejabat Pengadaan Barang/Jasa. Dengan fleksibiltas rekening dan transaksi diharapkan dapat mengakselerasi pertumbuhan digipay.
Beberapa instrumen telah dipersiapkan dalam pengembangan system Digipay Satu, antara lain : dilakukan penyesuaian ketentuan perpajakan (tarif PPN 11%), perubahan besaran limit transaksi KKP dari Rp 50 juta menjadi sampai dengan Rp 200 juta, implementasi KKP Domestik melalui regulasi baru (Per-7/PB/2022), memasukkan sebagai komponen IKPA, mengalihkan proses pengadaan manual menjadi elektronik paling lambat tahun 2023 sesuai dengan Inpres Nomor 2/2022, dan pengembangan sitem aplikasi yang lebih user friendly.
Harapannya dengan modernisasi belanja pemerintah melalui platform Digipay dapat mendukung budaya non tunai dan mendorong belanja yang lebih praktis, efektif dan efisien. Keberhasilan system ini diperlukan keterlibatan dan dukungan para pihak, sehingga tujuan memberdayakan UMKM dan produk dalam negeri, pengelolaan kas yang modern, serta APBN yang inklusif dapat terwujud.
Dalam kaitannya dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), UMKM memiliki peran yang sangat besar bagi pencapaian tujuan SDGs dalam rangka pengentasan kemiskinan, memperluas kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Pada akhirnya keberhasilan Digipay diharapkan dapat membawa dampak positif bagi keuangan negara, ekonomi nasional dan masyarakat Indonesia.(*)
Penulis: Indah Sofwati, Kepala Seksi Manajemen Satker Dan Kepatuhan Internal (MSKI) KPPN Malang