Malang Post – Polemik pembongkaran pagar tribun Stadion Kanjuruhan, hingga saat ini masih menjadi perhatian atau sorotan publik.
Pasalnya, berbagai elemen masyarakat terus menyuarakan penyesalannya. Atas upaya pembongkaran pagar tribun Stadion Kanjuruhan Kepanjen yang terjadi pada Senin (28/11/22).
Sebab, hingga saat ini stadion Kanjuruhan masih menjadi alat bukti atas tragedi gas air mata yang menewaskan 135 orang tersebut.
Salah satu penyesalan tersebut, disuarakan oleh pengurus Asosiasi Kabupaten (Askab) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan National Paralympic Committe Indonesia (NPCI) Kabupaten Malang, sekaligus selaku Ketua Tim Investigasi dan Advokasi Tragedi Kanjuruhan, Agus Subyantoro, SH.
“Saya sangat menyesalkan dan prihatin atas adanya upaya pembongkaran pagar tribun itu, terlebih beberapa pihak yang diduga mengetahui atau terlibat malah saling melempar tanggungjawab/cuci tangan,” ucap Agus, kepada awak media, Kamis (8/12/22).
Menurut Agus, pembongkaran pagar tribun Stadion Kanjuruhan tersebut, diduga sebagai upaya perusakan atau penghilangan Barang Bukti Kejahatan, yang jelas-jelas mengarah pada Tindak Pidana Obstruction Of Justice sebagaimana diatur dalam Pasal 221 KUHP.
“Karena itu kami meminta dan menghimbau pada kepolisian, dalam hal ini Polres Kepanjen (Polres Malang) agar mendalami dan mengusut tuntas kejadian ini (pembongkaran pagar tribun Stadion Kanjuruhan),” jelasnya.
Agus menjelaskan, yang menjadi pertanyaan dan patut disesalkan adalah proses pembongkaran yang dilakukan oleh CV. Anam Jaya Tehnik (AJT), karena tanpa ada pemberitahuan maupun izin dari Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Malang sebagai pihak yang mengelola Stadion Kanjuruhan tersebut.
“CV AJT itu beralasan bahwa pembongkaran dilakukan atas dasar Surat Perintah Kerja (SPK) dari pengusaha yang paling berpengaruh di Malang Raya yang mungkin sebagai pihak pemenang lelang (tender) pembongkaran Stadion Kanjuruhan itu,” terangnya.
“Disatu sisi, Bupati Malang menyampaikan bahwa pengusaha yang paling berpengaruh di Malang Raya menyangkal atau tidak memerintahkan pembongkaran tersebut,” tambahnya.
Dengan adanya pernyataan Bupati Malang HM Sanusi tersebut, lanjut Agus, menimbulkan pertanyaan di masyarakat, tentang hubungan pengusaha tersebut dengan Bupati Malang HM Sanusi.
“Ada kepentingan apa Pak Sanusi (Bupati Malang) menyampaikan jawaban/sanggahan dari pengusaha itu, seharusnya pengusaha itu sendiri yang harus menyampaikan ke publik atau melalui Pihak Kepolisian (Polres Malang) apabila memang benar tidak mengeluarkan surat Perintah kerja (SPK) pada CV AJT, dan membuat Laporan Polisi atas dugaan memberikan surat palsu/keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP,” tegasnya.
Untuk itu, Agus beranggapan bahwa pembongkaran dan pembangunan kembali Stadion Kanjuruhan tersebut dinilai menghambur-hamburkan uang APBN, dan mematikan aktifitas olahraga dan aktifitas ekonomi diseputaran Stadion Kanjuruhan, karena waktu pembongkaran dan pembangunan minimal 3 tahun.
“Informasinya itu dari APBN, lebih dari Rp. 500 Miliar, yang prioritas sekarang ini pengusutan sampai tuntas Tragedi Kanjuruhan secara fair dan Transparan agar tidak ada lagi aksi masa setiap minggu di Malang Kota maupun Kabupaten, ini berimbas pada arus wisatawan yang mau ke Malang maupun Investor yang akan berinvestasi di Malang, khususnya Kabupaten Malang, perlu duduk bersama, berdiskusi dan dicarikan solusi dengan cepat dan tepat untuk kepentingan semuanya,” tukasnya. (Ra Indrata)