Malang Post – Beberapa waktu ini istilah Resesi Global bergulir sangat massif di dalam pelbagai pemberitaan media nasional dan internasional – bagaikan sebuah momok yang menakutkan.
Resesi Global menurut Wikipedia adalah merupakan keadaan ekonomi yang berdampak secara global dimana ekonomi tersebut mengalami deselerasi dan penurunan ekonomi selama dua kuartal atau lebih, dimana keadaan ini berdasarkan beberapa indikator yaitu ekonomi makro dunia, populasi pengangguran, arus modal, produksi dalam industri, konsumsi minyak dunia, dan perdagangan saham.
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati SE MSc PhD, menjelaskan berulang kali bahwa kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja. Hal ini tercermin dari adanya ancaman resesi ekonomi yang menjadi hantu menyeramkan bagi seluruh negara di dunia, tak terkecuali bagi Indonesia.
Hal ini di picu kenaikan suku bunga bank sentral secara global. Sebagai acuan internasional yaitu jika ada kenaikan suku bunga The Fed – Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve- dimana setiap kebijakan dari mereka akan dapat memberi dampak perekonomian internasional.
Kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan bank sentral di sejumlah negara, seperti AS dan Inggris, harus dilakukan negara-negara di dunia demi meredam lonjakan inflasi di negaranya.
Selain itu kondisi perang Rusia-Ukraina sangat berdampak negatif terhadap kestabilan pasokan energi dan suplai bahan makanan secara global. Perang tersebut memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pangan dan suplai energi yang semakin menipis mendorong inflasi terus naik, inilah biaya yang harus dibayar oleh masyarakat dunia sebagai akibat perang tersebut.
Lalu bagaimana dampak Resesi Global yang akan terjadi terhadap bangsa Indonesia? Berikut beberapa dampak yang timbul yaitu: kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, nilai rupiah yang melemah, Kegiatan bisnis akan melambat sebagai akibat daya beli masyarakat menurun, terjadinya PHK karyawan sebagai akibat sektor bisnis sangat terdampak, investasi akan mengalami penurunan yang akan membawa akibat banyak bisnis gulung tikar.
Terus bagaimana untuk cara menyelamatkan kondisi perekonomian Indonesia? Apakah sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat menjadi sebuah jawaban dan dapat ikut serta menunjang program Sustainable Development Goals (SDGs).
Perlu diketahui bahwa SDGs ini merupakan sebuah komitmen nasional maupun global yang diupayakan untuk menyejahterakan masyarakat yang memiliki 17 tujuan yaitu: (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Jika melihat pengalaman Indonesia dalam masa kondisi pandemi COVID19 tahun 2020-2022 , sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ternyata menjadi garda pertahanan dan solusi dalam menghadapi masalah ekonomi, dimana sektor ini dapat memberikan peluang usaha dan dapat menyerap tenaga kerja sangat besar, ditengah kondisi banyaknya pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan-perusahaan.
Untuk itu Pemerintah selalu meningkatkan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan pembiayaan Ultra Mikro (Umi). KUR merupakan salah satu program pemerintah dalam meningkatkan akses pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang disalurkan melalui lembaga keuangan dengan pola penjaminan.
Ini bertujuan untuk memperkuat kemampuan permodalan usaha dalam rangka pelaksanaan kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Sedangkan untuk pembiayaan Ultra Mikro (Umi) merupakan program tahap lanjutan dari program bantuan sosial menjadi kemandirian usaha yang menyasar usaha mikro yang berada di lapisan terbawah, yang belum bisa difasilitasi perbankan melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
UMi memberikan fasilitas pembiayaan maksimal Rp.10 juta per nasabah dan disalurkan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).
Berdasarkan data penyaluran KUR dari tahun 2020-2022 di Malang Raya dan sekitarnya, penyaluran kredit mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk data penyaluran KUR tahun 2020 sebesar Rp.4,02 Trilyun dengan debitur sebanyak 121.994. Pada tahun 2021 tersalur sebesar Rp.6,03 Trilyun mengalami kenaikan sebesar 150% yoy – dengan debitur sebanyak 153.155. Sedangkan untuk penyaluran tahun 2022 sampai dengan bulan Oktober 2022 mencapai Rp.6,99 Trilyun naik 1,16% yoy dibanding tahun 2021 untuk 145.872 debitur. Untuk daerah dengan jumlah penyaluran KUR terbesar tahun 2022 yaitu Kabupaten Malang sejumlah Rp.3,87 Trilyun dengan jumlah debitur sebanyak 79.681.
Jika melihat dari sisi skema penyaluran KUR, dimana terdapat 4 skema yaitu Kecil, Mikro, Penjaminan dan Super Mikro, skema Mikro telah melaksanakan jumlah penyaluran terbanyak yaitu Rp.4,56 Trilyun dengan 118.244 debitur.
Sedangkan untuk data penyaluran kredit Ultra Mikro (UMi) di wilayah Malang Raya untuk tahun 2022 sampai dengan bulan Oktober telah tersalur kepada 42.563 debitur dengan nilai mencapai Rp.153,98 Milyar tumbuh positif sebesar 1,54% yoy dibanding tahun 2021 yang sebesar Rp.99,74 Milyar dengan jumlah debitur 28.460. Sedangkan jika nilai penyaluran tahun 2021 jika dibandingkan dengan tahun 2020 mengalami kenaikan positif sebesar 1,02%. Dimana nilai penyaluran kredit UMi tahun 2020 sejumlah Rp.97,33 Milyar untuk 29.296 debitur.
Jika melihat data penyaluran kredit KUR dan UMi kepada UMKM dan/atau perorangan di atas untuk daerah Malang Raya dan sekitarnya, dimana terus menerus mengalami peningkatan setiap tahunnya, kiranya dapat disimpulkan bahwa betapa sangat efektif dan dapat dijadikan sebagai benteng pertahanan ekonomi dalam menghadapi situasi yang serba susah pada saat ini. UMKM sebagai soko guru dan penggerak ekonomi negara Indonesia harus terus didukung dan ditingkatkan guna mencapai tujuan negara yang adil dan makmur. Diperlukan peningkatan kerjasama antara Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, institusi perbankan, fintech, marketplace dan seluruh pelaku usaha untuk dapat menyiapkan UMKM agar dapat bersaing di pasar domestik dan pasar global di masa pandemi dan resesi global ini.
Selain itu diharapkan para pelaku UMKM semakin mengembangkan diri dengan kondisi perekonomian yang serba digital pada sat ini. Mereka harus berani masuk kedalam platform digital, sehingga diharapkan pelaku UMKM dapat menjalankan usahanya dari rumah dan terhubung ke ekosistem digital serta melakukan adaptasi dan inovasi produk sehingga produk dapat di kenal lebih luas.
UMKM digital produktif merupakan kunci pemulihan ekonomi nasional bagi usaha mikro, kecil dan menengah, serta diharapkan dapat ikut serta mewujudkan tujuan SDGs seperti Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, Berkurangnya Kesenjangan dan Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Penulis: Iwan Susylo, Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi KPPN Malang