
Malang Post – Pembangunan perumahan Mountain View City sejumlah belasan unit. Di bawah bendera PT Formika Himalaya Propertindo. Berlokasi di seputaran Kelurahan Bakalan Krajan, Sukun Kota Malang. Masih menyisakan sejumlah masalah.
Pembangunan perumahan yang sudah berlangsung setahun lebih, disinyalir belum mengantongi perijinanan secara lengkap.
Dari hasil pemeriksaan Satpol PP Kota Malang, Rabu (26/10/2022), PT Formika Himalaya Propertindo, hanya dapat menunjukkan dokumen atau surat Keterangan Rencana Kota (KRK) atau Siteplan.
Ijin lingkungan pun, yakni surat pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup (SPPL), sejauh ini hanya diketahui oleh RT dan RW setempat. Belum ditandatangani oleh pihak kelurahan.
Termasuk perijinannya, untuk ijin mendirikan bangunan (IMB) atau persetujuan bangunan gedung (PBG). Yang dikeluarkan oleh pemerintah (DPUPRPKP dan DPM-PTSP) Kota Malang, juga belum terkantongi.
Ditambah lagi, kewajiban penyelesaian pajak BPHTB-nya kepada Bapenda Kota Malang, masih belum terselesaikan.
Menurut akademisi bidang hukum Unitri Malang, Firman Firdausi, S.H., M.H., terkait permasalahan pembangunan perumahan dimana pun berada. Senantiasa dilatarbelakangi oleh dua hal. Pembebasan lahan dan perijinannya.
“Perihal pembebasan lahan untuk kebutuhan pembangunan unitnya, calon pembeli harus paham dan mengetahui secara pasti status sertifikatnya. Apakah sudah atas nama pengembang atau masih bersifat pemberian DP,” jelas Firman, Kamis (27/10/2022).
Jika masih pemberian DP, lanjut Firman, calon pembeli harus jeli dan waspada. Dikhawatirkan terjadi persengketaan di kemudian hari.
Calon pembeli harus paham pada perijinannya. Seperti IMB atau PBG sudah terkantongi apa belum oleh pengembangnya.
“Kedua poin penting tersebut, bagi calon pembeli adalah menjadi dasar utama. Ketika menginginkan pemilikan unitnya di perumahan yang diidamkan calon user. Kami hanya berpesan kepada calon user, menghindari terjadinya sengketa perkara perdata (wanprestasi) maupun pidana (dugaan penipuan),” tandasnya.
Selanjutnya, bagi pemerintah lewat OPD yang diberikan otoritas kewenangan. Bilamana terjadi pelanggaran Perda, maka Satpol PP yang berhak menindaklanjutinya, sesuai ketentuan yang ada. Pertama menegur atau imbauan, langkah berikutnya teguran tertulis 1 sampai 3.
“Jika teguran itu, tidak diindahkan bisa melangkah lebih serius lagi. Yakni penindakan (segel) atau bentuk lainnya. Sepanjang batasan waktu yang diberikan, manakala pengembang masih belum mampu menyelesaikan perijinannya secara keseluruhan. Pemkot bisa mencabut ijin operasional PT-nya, melalui pencabutan keputusan Tata Usaha Negara (TUN),” beber Firman.
Sementara, Ketua asosiasi pengembang perumahan dan permukiman seluruh Indonesia (APERSI) Jawa Timur, H. Makhrus Sholeh, mengakui, pihaknya perlu memberikan edukasi kepada masyarakat di Malang Raya atau lainnya.
“Khususnya bagi calon pembeli atau user di salah satu perumahan. Ada empat poin penting dipahami dan diterapkan. Agar terhindar dari bentuk-bentuk kerugian di kemudian hari,” kata Makhrus Sholeh.
Pertama, katanya, calon user harus memastikan pembebasan lahannya (sertifikat), sudah atas nama pengembang. Kedua, perumahan tersebut sudah mengantongi IMB atau pun segala perijinan lainnya secara keseluruhan. Ketiga karakter dari pengembang itu sendiri seperti apa.
“Berkarakter baik atau kerap ada masalah apa tidak. Keempat adalah pengembang perumahan itu, sudah terdaftar apa belum di asosiasi atau organisasi. Semisal APERSI atau lainnya, guna bisa membantu memberikan pengawasan lebih maksimal,” sebut Makhrus.
Mengingat, lanjut dia, seorang pengembang perumahan ketika bergabung di organisasi, bisa pastikan legalitasnya lebih terjaga.
“Kami meminta kepada seorang pengembang harus tertib dan sadar hukum. Serta mematuhi segala ketentuan perijinan yang dikeluarkan oleh aturan regulasi, baik di pusat hingga daerah,” tegas dia.
Hal senada, disampaikan Ketua REI Malang Raya, Suwoko. Bagi seorang calon pembeli wajib, harus menanyakan status kepemilikan atau penguasaan lahannya (sertifikat). Perijinan secara keseluruhan mulai KRK/Siteplane, IMB dan lainnya. Terpampang di kantor pemasarannya, jika memang sudah terkantonginya.
“Jangan sampai lahan itu masih atas nama penjual atau belum selesai pembayarannya. Karena rentan menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari. Dan itu wajib dihindari oleh calon user,” ujar Suwoko.
Dan lagi, sambungnya, calon user mesti menanyakan kepesertaan dari pengembang perumahan itu. Apakah tergabung di salah satu organisasi, lanjut cari tahulah dimana pengembang itu berorganisasi.
“Manakala poin-poin penting tersebut, tidak diterapkan dengan smart oleh seorang calon pembeli. Semoga saja tidak sampai mengalami bentuk kerugian di kemudian hari,” pungkasnya. (Iwan – Ra Indrata)