
Malang Post – Anggota DPRD Kota Malang, Arif Wahyudi, turut mengomentari permasalahan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) di internal Satpol PP, yang dikeluhkan dan kecewakan ASN-nya, diangkat ke media massa.
“Kami ikut sepaham dan setuju, apa yang dikeluhkan dan dikecewakan oleh ASN Satpol PP. Sebab, Tenaga Pendukung Operasional Kegiatan (TPOK) terhadap SPPD, tidak memiliki hak apapun di dalamnya,” ujar Arif Wahyudi, Senin (5/09/2022).
Hal itu, katanya, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan RI (Permenkeu RI) nomor 7 tahun 2003. Lebih teknisnya diatur dalam Perwal nomor 39 tahun 2020. Bahwa SPPD adalah haknya PNS.
“Disisi lain, penyerapan SPPD juga harus dilengkapinya dengan beberapa persyaratan. Antara lain, adanya undangan dari penyelenggara kegiatan atau bertujuan studi banding,” ungkapnya.
Adanya pengeluaran surat perintah tugas dari pejabat berwenang, seperti Wali Kota atau Wakil Wali Kota, Sekda maupun Kepala Dinas, isi pointnya ada pada disposisi yang disampaikan oleh pembuat surat perintah tugas.
“Bunyi dari disposisi seperti apa. Itulah bentuk perintah yang perlu dilakukan oleh pelaksana SPPD. Dalam hal ini, berkaitan dengan kewenangan dan hak PNS dan TPOK tidak masuk di dalamnya (SPPD),” imbuhnya.
Menurut Arif, disposisi adalah penentu dari dikeluarkannya SPPD, sebagai fasilitasi PNS mengikuti atau menjalankan kegiatan kedinasan. Bertujuan meningkatkan pelayanannya di masyarakat, jangan sampai terkendala dengan pembiayaan dinas.
“Manakala isi disposisi tidak ada kejelasan di dalamnya, sudah barang tentu pejabat yang mengeluarkan SPPD akan menundanya.
Namun jika surat perintah tugas tersebut, ada unsur kelalaian, menjadi tanggungjawab pengguna anggaran (Kepala Dinas/Badan/ Kasat),” bebernya.
Selanjutnya, perihal TPOK mengikuti perjalanan untuk kegiatan kedinasan. Di luar SPPD boleh-boleh saja, tapi keikutsertaannya menjadi tanggungjawab pelaksana SPPD.
“Pasalnya, TPOK tidak mempunyai hak apapun terhadap SPPD itu. Mereka mesti biaya sendiri, mulai makan minum dan penginapannya atau hal lainnya. Tidak boleh dibebankan kepada SPPD,” tandasnya.
Melihat keluhan dan Kekecewaan ASN, kata dia, serta adanya dugaan pencatutan nama ASN atau bagi-bagi pencairan, guna melengkapi administrasi pencairannya, patut diselidiki oleh aparat penegak hukum (APH) selanjutnya.
“Sebab, cara model seperti itu, jelas tidak dibenarkan oleh aturan apapun. Bisa dikategorikan upaya mengkorupsi anggaran. Tidak ikut kegiatan kok ada nama sekaligus muncul pencairan,” cetus Arif.
Terpisah, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Malang, Subkhan juga menegaskan, ketika ada Tenaga Pendukung Operasional Kegiatan (TPOK) mengikuti kegiatan sekaligus perjalanan dinas yakni dinas luar kota.
“Boleh-boleh saja, namun tidak memiliki hak apapun terhadap Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) tersebut. Di antaranya, tidak mendapatkan uang saku harian, akomodasi dan lainnya. Pada prinsipnya TPOK tidak memiliki hak apapun,” tegas Subkhan. (Iwan – Ra Indrata)