Malang Post – Sidang tuntutan dugaan kekerasan seksual, dengan terdakwa Julianto Eka Putra (JEP), yang sedianya digelar di Pengadilan Negeri Kelas I A Malang (PN Malang) pada Rabu (20/7/2022), ditunda.
Padahal, baik JPU Kejari Batu dan kuasa hukum terdakwa, telah masuk di ruang sidang Cakra PN Malang pada pukul 10.00 WIB. Karena penundaan tersebut, para pihak akhirnya keluar dari ruang sidang pada pukul 10.15 WIB.
Penundaan itu dikarenakan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Batu, masih melakukan penyempurnaan berkas dan surat tuntutan.
“Jadi, sampai tengah malam tadi, kami telah melakukan cek dan ricek surat tuntutan kami. Masih ada keperluan tambahan untuk memasukkan alasan yuridis, supaya lebih meyakinkan majelis hakim. Sehingga kita putuskan pembacaan tuntutan ditunda,” ucap Kasi Intel Kejari Batu sekaligus Jaksa Penuntut Umum (JPU), Edi Sutomo.
Ditambahkan, pihaknya perlu memasukkan tambahan-tambahan analisa yuridis dan fakta fakta persidangan, yang ada dalam surat tuntutan.”Supaya lebih meyakinkan majelis hakim dan surat tuntutan sempurna,” tambahnya.
Menanggapi penundaan tersebut, Ketua tim kuasa hukum terdakwa JEP, Hotma Sitompul mengatakan, pihaknya bersyukur terhadap penundaan sidang tuntutan tersebut.”Saya bersyukur dan berterima kasih terkait penundaan ini.
Ini membuktikan, bahwa jaksa (JPU) yang hadir dalam persidangan, sungguh-sungguh memperhatikan semua yang terungkap di persidangan.
Hal itu wajar, bila jaksa memohon waktu menunda untuk mempelajari lebih baik supaya keadilan bisa dicapai,” katanya Hotma meminta kepada aparat penegak hukum (APH), dalam hal ini jaksa dan majelis hakim, untuk tidak terpengaruh dengan opini-opini publik.
Terlebih setiap jalannya persidangan, selalu diwarnai dengan aksi demo yang digelar di depan PN Malang.”Ini harus ditekankan. Jangan jadi hakim jalanan.
Mari kita kawal, mari kita awasi dan jangan mempengaruhi persidangan. Walaupun saya percaya, persidangan tidak terpengaruh oleh itu,” bebernya.
Sementara itu, salah satu kuasa hukum JEP, Jeffry Simatupang juga mempertanyakan, mengapa saksi korban bisa menjadi narasumber di berbagai podcast.
“Ini sidang tertutup dan sidang tertutup adalah menghargai privasi dari pelapor atau terdakwa. Tetapi mengapa, justru pelapor bisa safari ke berbagai podcast,” tegasnya”Sekali lagi jangan mempengaruhi penegak hukum, hukum harus berjalan di relnya.
Oleh karena itu, kami peringati jangan menebarkan fitnah yang lain, stop di podcast karena sidang tertutup untuk umum,” pungkasnya. (Ra Indrata)