Malang Post – Mulai Senin (14/2/2022) hingga Rabu, calon komisioner KPU dan Bawaslu menjalani fit and proper test oleh DPR RI. Calon komisioner ini diharapkan tidak mengulang kasus yang pernah menimpa eks anggota KPU, Wahyu Setiawan.
Hal ini diungkapkan dosen Ilmu Politik UB, Wawan Sobari Ph.D. Ia menegaskan Komisioner KPU dan Bawaslu yang baru diharapkan punya integritas moral dan profesionalisme serta tidak mengulang kasus yang pernah menimpa Wahyu Setiawan.
“Jangan sampai kasus Wahyu Setiawan terulang lagi yang ditangkap oleh KPK. Sebab kasus itu menunjukkan anggota KPU bisa diintervensi oleh partai politik. Maka penting faktor integritas moral tersebut,” ucapnya melalui Humas FISIP UB, Senin (14/2/2022).
Pria lulusan program Doktor Flinders University of South Australia ini, menganggap tugas komisioner KPU dan Bawaslu periode mendatang lebih berat. Karena Pemilu 2024 berbeda daripada Pemilu sebelumnya.
“Sebab di tahun yang sama akan dilakukan semua pemilihan. Meski ada jeda 8 bulan antara Pemilu dan Pilkada. Tapi ini sejarah pertama di Indonesia sejak 1955 dilaksanakan pemilihan multi level pada tahun yang sama,” ucap Wawan.
Menurutnya, komisioner akan menanggung beban berat bukan hanya teknis tapi juga beban berat dalam hal kompetisi politik yang terjadi. Wawan mencontohkan Bawaslu membuat indeks kerawanan Pemilu. Tapi selama ini berlandaskan pada Pilpres atau Pilkada saja.
“Namun tentu kerawanan Pemilu multi level di tahun yang sama akan berbeda. Bawaslu harus membuat tambahan variabel untuk menghitung indeks kerawanannya,” sambungnya.
Dia juga mencontohkan anggaran yang diajukan untuk Pemilu 2024 sebesar 84 triliun rupiah. Baginya jumlah itu sangat besar dan sama dengan APBD Jatim selama 2 tahun.
“Tentu hal seperti ini akan memunculkan resiko politik penyelenggaraan. Karena itulah, dalam bahasa saya komisioner KPU dan Bawaslu harus tangguh baik fisik dan mental dalam momen penting ini,” ujar Wawan.
Penulis beberapa makalah ilmiah ini, menyebut nama-nama yang sekarang menjalani fit and proper test sebagai Komisioner KPU dan Bawaslu telah memiliki pengalaman baik di provinsi maupun nasional. Namun Wawan menganggap, pengalaman saja tidak cukup sebab komisioner juga harus memiliki kecerdasan manajemen Pemilu.
“Kecerdasan akademis juga penting. Jadi tidak hanya soal teknis saja. Sebab Pemilu 2024 mereka akan menghadapi situasi yang tidak mudah karena juga jadi pertaruhan partai penguasa saat ini, agar bisa kembali menang,” papar alumni Magister Institute of Social Studies (ISS), Den Haag Belanda ini.
Meski beban Pemilu 2024 akan bertambah, namun Wawan Sobari menilai jumlah komisioner tidak perlu ditambah. Sebab yang paling penting adalah sistem pendukungnya.
“Semakin efisien lebih baik jumlah jangan diubah. Makin banyak orang resiko makin besar. Yang paling penting adalah sistem pendukungnya ya mulai kesekretariatan hingga KPUD nya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Wawan menyarankan Komisioner KPU dan Bawaslu selanjutnya harus memperhatikan kualitas pelayanan pada pemilik kedaulatan atau voters.
“Pertama tentu jangan sampai karena Pemilunya serentak, kemudian kualitasnya menurun. Yang penting adalah gunakan prinsip pelayanan public pada pemilih. Misal, Pandemi belum selesai 2024. Tentu keamanan pemilih tidak hanya soal intimidasi. Tapi juga keamanan kesehatan mereka saat menyalurkan hak suaranya,” pungkasnya.
Untuk diketahui, calon anggota KPU terdiri atas 10 lelaki dan 4 perempuan. Mereka adalah August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Dahliah, Hasyim Asy’ari, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Idham Holik, Iffa Rosita, Iwan Rompo Banne, Mochamad Afifuddin, Muchamad Ali Safa’at, Parsadaan Harahap, Viryan, Yessy Yaty Momongan dan Yulianto Sudrajat.
Sementara itu, 10 nama calon anggota Bawaslu terdiri dari 7 lelaki dan 3 perempuan. Mereka adalah Aditya Perdana, Andi Tenri Sompa, Fritz Edward Siregar, Herwyn Jefler Malonga, Lolly Suhenty, Mardiana Rusli, Puadi, Rahmat Bagja, Subair dan Totok Hariyono. (yan)