Malang Post – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, kembali berbahagia. Tiga dosennya dikukuhkan sebagai Guru Besar (Gubes) Rabu (9/2/2022).
Tiga Gubes yang dikukuhkan dari fakultas tertua, yakni Fakultas Tarbiyah. Mereka adalah:
Prof Dr Hj Sutiah MPd—Guru Besar Bidang llmu Teknologi Pembelajaran Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan.
Prof Dr H Agus Maimun M Pd—Guru Besar Bidang llmu Pendidikan Islam Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan.
Prof Dr H Nur Ali M Pd—Guru Besar Bidang Ilmu Pendidikan Islam Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan.
Pada kesempatan itu, Prof Sutiah, dalam orasinya mengangkat urgensi techno ethic education dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul abad 21 di era disrupsi.
Menurutnya, topik ini dipilih karena teknologi informasi dan komunikasi untuk masyarakat dan dunia pendidikan masih sering menimbulkan masalah etika yang mengganggu kehidupan sosial masyarakat.
”Karena itu sangat penting dalam pengembangan dan penggunaan teknologi diikutsertakan nilai-nilai etika yang sesuai dengan harkat dan martabat kehidupan manusia. Teknologi sesunggunya untuk kesejahteraan manusia,” katanya.
Lebih lanjut, Sutiah mengatakan teknologi pembelajaran tidak dapat dilepaskan keterkaitanya dengan teknologi sebagai bagian dari kebudayaan.
”Di dalam pengembangan dan penggunaan teknologi dirasa penting untuk memasukkan etika teknologi yang dikenal dengan techno-ethics education. Utamanya sebagai pegangan di dalam memberikan justifikasi etika manakala terjadi masalah etika di dalam menggunakan suatu teknologi, atau ingin menciptakan teknologi baru,” paparnya.
Untuk memasuki zaman etika teknologi itu, maka tantangan saat ini adalah menyiapkan SDM unggul. Dosen kelahiran Lamongan tersebut memberikan beberapa langkah.
Pertama, transformasi konsep belajar dan pembelajaran; Kedua, kualifikasi lulusan yang kompatibel; Ketiga, inovasi kurikulum dan pembelajaran; Keempat, penerapan technoetic education; Kelima R & D berbasis interdisipliner dalam technoethic education.
”Hal ini bermakna bahwa pendidikan di era disrupsi justru memperkuat karakter moral dan karakter kerja yang unggul dan selalu bersandar kepada agama (Allah). Sehingga menghasilkan peserta didik yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, sosial, adversitas dan spiritual,” jelasnya.
Sutiah menegaskan kunci utama keberhasilan mewujudkan sumberdaya unggul adalah memiliki karakter. Baik karakter moral maupun karakter kerja atau etos kerja.
Dosen FITK itu juga menyebut gebrakan kebijakan Kemenristek Dikti Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sesungguhnya memperlihatkan bahwa dunia pendidikan sedang menghadapi era disrupsi.
Terobosan inovasi kurikulum itu bertujuan mendekatkan teori dalam dunia kerja, membuka ruang penguatan talenta belajar lintas fakultas atau program studi lain bahkan zona universitas lain.
“Langkah inovasi disruptif itu sejatinya menyiapkan SDM agar mampu memasuki era megatrend, yakni berkontribusi dalam percaturan global dan ketidakpastian,” pungkasnya (yan)