AKANKAH ada dua pabrik baterai raksasa di Indonesia? Atau tiga?
Rasanya begitu. Terutama kalau laporan Menko Luhut Pandjaitan di depan Presiden Jokowi bisa dipegang. “Nanti tidak hanya baterai yang berbahan baku nikel yang dibangun di sini,” kata Luhut di acara peletakan batu pertama Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Kalimantan Utara pekan lalu.
“Sekarang sudah ditemukan baterai yang lebih unggul yang bahan bakunya bukan nikel,” ujar Luhut (Disway kemarin).
Saya tahu yang dimaksud Menko Luhut. Kira-kira: solid-state battery. Yang kekuatannya berlipat-lipat dibanding lithium. Yang harganya lebih murah.
Itulah dunia baru baterai. Bukan hanya bersifat peningkatan maupun loncatan. solid-state battery adalah dunia baterai yang sama sekali berbeda konsep.
Bahan baku utamanya bukan lagi nikel. Tidak ada hubungannya dengan nikel. Bahan utamanya adalah material campuran: silikon.
Silikon adalah padatan kristal yang keras tapi rapuh, yang warna kilau logamnya biru-abu-abu. Kode kimianya sebagian dari Anda sudah tahu: Si.
Begitu banyak ilmuwan yang kejar-kejaran menciptakan solid-state battery. Mereka saling salip-menyalip. Tapi, terakhir ini, tiga bulan lalu, ahli baterai di Universitas California San Diego yang di depan. Universitas itu serius melakukan penelitian atas sponsor perusahaan elektronik Korea Selatan: LG Energy Solution.
Tentu LG-lah yang akan memegang hak paten itu nanti.
Tapi LG pula yang sudah melakukan kerja sama dengan Indonesia untuk membangun pabrik baterai lithium berbasis nikel. Hanya saja itu bukan LG Energy Solution. Tapi LG Chem.
“Sudah akan dimulai bulan Juli atau Agustus ini,” ujar Menteri Investasi/Ketua BKPM Bahlil Lahadalia Juni lalu. Berarti sudah dimulai enam bulan lalu.
Investasi itu sangat besar. Menteri Bahlil menyebut sebagai yang terbesar dalam sejarah investasi di Indonesia: USD 8,5 miliar. Atau sekitar Rp 123 triliun.
Itulah investasi bersama antara LG Chem Ltd Korea Selatan dengan PT Industri Baterai Indonesia (PT IBI). Yakni perusahaan bersama milik Pertamina, PLN, Inalum, dan Aneka Tambang.
Lalu ada lagi berita investasi baterai oleh LG di Indonesia: di Karawang. Ground breaking sudah dilakukan Presiden Jokowi Agustus lalu. Yakni patungan antara Hyundai dan LG Energy Solution. Nilai investasinya USD 1,1 miliar: sekitar Rp 15 triliun.
Yang di Karawang ini cukup besar, sampai punya kapasitas yang cukup untuk 150.000 mobil listrik per tahun.
Syukurlah. Ada tiga investasi besar di bidang baterai di Indonesia: dua lithium, satu solid-state. Tiga-tiganya melibatkan LG Korea Selatan.
Memang saya sempat ragu. Dua atau tiga. Lalu saya cek lagi di media seperti Detik.com. Kesimpulan saya: tiga. Sebab, Menteri Investasi Bahlil jelas-jelas menyebutkan: yang bekerja sama dengan PT IBI itu menyangkut investasi USD Rp 8,5 miliar. Sedang yang di Karawang itu USD 1,1 miliar.
Bedanya lagi: yang dengan PT IBI itu –yang USD 8,5 miliar itu– dibangun bersama LG Chem Ltd. Sedang yang di Karawang itu dengan LG Energy Solution
Tapi anehnya yang di Karawang itu juga melihatkan PT IBI –di samping dengan pabrik mobil Hyundai.
Wallahualam.
Biar pun LG Energy Solution sudah menemukan solid-state, bukan berarti balapan di arena ini berakhir.
Jepang, Jerman, dan Tiongkok masih tidak akan menyerah.
Solid-state tampaknya akan mengakhiri era lithium –seperti juga lithium dulu mengakhiri era baterai basah. Tentu lithium akan terus hidup seperti juga baterai basah yang sampai sekarang masih punya pasar.
Era baru solid-state itu juga sekaligus menyalip apa yang pernah diumumkan sendiri, dengan bangga, oleh Prof John Goodenough.
Prof Goodenough, guru besar di Texas, adalah penemu baterai lithium –bersama Prof Akira Yoshino dari Jepang. Itu terjadi di tahun 1985. Sejak itu –sampai 35 tahun kemudian– belum ada lagi penemuan baru di bidang baterai. Yang ada adalah perbaikan-perbaikan.
Prof Goodenough adalah ahli fisika, material, dan ilmu komputer. Akhir tahun ini umur Goodenough genap 100 tahun.
Tiga tahun lalu ia bikin kejutan. Di umurnya yang sudah 96 tahun ia menemukan lagi teori baru: koreksi terhadap lithium. Yang kemampuannya tiga kali lebih besar dengan harga sepertiga lebih murah.
Waktu itu, ketika ditanya kapan penemuannya itu akan bisa dibeli di pasaran, jawabnya sangat optimistis: tiga tahun lagi. Berarti sekarang ini.
Kok bisa begitu cepat? Bukankah ketika menemukan lithium dulu perlu waktu puluhan tahun untuk sampai tahap produksi? Prof Goodenough punya jawaban yang masuk akal: “Waktu itu salah saya sendiri. Lithium dulu memang
perlu waktu lama sebelum bisa diproduksi” katanya.
Di mana salahnya?
“Waktu itu saya memberikan hak paten kepada satu perusahaan saja. Ketika perusahaan itu tidak segera memproduksinya saya tidak bisa berbuat apa-apa,” katanya.
Belajar dari situ, untuk penemuannya yang terakhir itu ia berencana tidak lagi menjual hak paten kepada satu perusahaan.
Saya pun melakukan pencarian tidak henti: mengapa sampai hari ini ucapan Prof Goodenough itu belum terwujud. Saya sempat menduga apakah akan diproduksi bersamaan dengan ulang tahun ke-100. Rasanya tidak.
Justru yang muncul adalah berita yang lebih baru lagi: solid-state battery berbahan baku silikon dari Amerika (San Diego) atas biaya LG Korea Selatan.
Korea Selatan, mengapa Anda begitu hebat. (Dahlan Iskan)
Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway