
Kondisi Dusun Sambong, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu pasca bencana banjir bandang yang melanda daerah tersebut, Kamis (4/11/2021) lalu. (ananto).
Malang Post — Kehidupan harus terus berlanjut dan diperjuangkan. Semangat ini harus dipegang teguh masyarakat Kota Batu. Khususnya yang terdampak banjir bandang, Kamis (4/11/2021) lalu. Meski rumah, harta benda bahkan anggota keluarga ada yang hilang.
Untuk meneguhkan hati mereka, satgas tanggap darurat bencana Kota Batu telah melakukan trauma healing kepada setiap korban bencana. Dengan menggandeng para psikolog di Malang Raya.
“Kami telah melakukan trauma healing kepada setia korban bencana. Terutama yang sempat terseret dan terjebak arus serta masyarakat yang ditinggalkan anggota keluarganya,” ujar Komandan Satgas Tanggap Darurat Bencana, Punjul Santoso, Senin (8/11/2021).
Dia menjelaskan, trauma healing itu wajib dilakukan. Sehingga setelah dilakukan terapi selama proses penyembuhan pasca trauma yang telah dilakukan. Warga terdampak bencana dapat terus melanjutkan hidupnya tanpa bayang-bayang kejadian tersebut.
Empat hari pasca banjir bandang, petugas masih melakukan pembersihan material. Saat ini kehidupan masyarakat beranjak normal. Jalan-jalan yang semula terputus, sudah bisa dilewati kembali.
Optimisme para warga turut meningkat setelah melewati hari-hari berat. Salah satunya adalah Septian Dwi Cahyono. Dia tak ingin berlarut-larut meratapi peristiwa tersebut. Apalagi ada seorang istri dan anak yang harus dinafkahi.
“Saya tetap semangat dan optimis menjalani hidup. Ada keluarga yang menanti,” ujar pria 25 tahun itu.
Dia menceritakan, dua hari setelah kejadian bencana tersebut, dirinya tidak berani untuk kembali ke rumahnya yabg berada di Dusun Sambong, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji. Lantaran dia tidak sampai hati melihat barang-barang yang rusak di dalam rumah. Saat ini, Dwi sudah kembali ke rumah. Bahkan dia juga turut membersihkan material peninggalan banjir bandang.
Optimistis untuk bisa bangkit pasca bencana juga hadir dalam sosok Jumini. Dia sangat semangat untuk kembali menyongsong kehidupan seperti sebelum bencana. Apalagi meratapi kesedihan dan terus menerus terpuruk juga tak akan mengubah keadaan.
“Saya masih menyimpan semangat hidup ke depan. Saya ingin jualan rujak lagi, tahu telor dan juga jenang,” ujar wanita yang sehari-hari sebagai penjual rujak itu.
Jumini tak ingin terlalu larut dalam kesedihan. Baginya, saat ini waktu yang tepat untuk bangkit. Masih banyak keluarga yang harus dia temui, juga masih ada kesempatan untuk kembali memulai usaha jualan. Jumini tak ingin melewatkan kesempatan itu. Meski peralatan jualannya hanyut terbawa banjir.
“Saya masih diberi kesempatan hidup. Saya akan menjalani hari-hari esok. Saya punya cicit, punya cucu, anak-anak juga ada,” kata Jumini dengan penuh semangat.
Jumini menceritakan ada teman sejawatnya yang menkadi korban banjir bandang tersebut. Namanya Wiji. Dia menjadi korban jiwa akibat bencana tersebut. Saat hujan turun dan awal banjir mulai terjadi, Jumini berada di rumah Wiji. Mereka berdua melihat banjir karena rumah Wiji berada dekat dengan sungai.
“Begitu saya lihat air sudah naik ke jalan depan rumah, saya pamit ke mbak Wiji. Saya sempat diajak minum kopi hangat di rumahnya, tapi saya memilih pulang,” ungkap wanita 69 tahun itu.
Rumah Jumini berjarak 10 meter dari rumah Wiji. Tidak lama setelah Jumini masuk ke dalam rumah, banjir bandang datang menenggelamkan hampir keseluruhan rumahnya. Di dalam rumahnya saat itu, ada anak-anak dan cucunya. Banjir dengan material lumpur dan kayu membuat mereka terjepit di dalam rumah.
“Air banjir itu hitam pekat. Ketinggiannya hampir sedada. Melihat kondisi itu saya langsung lari keluar. Saya juga sempat tiga kali terjatuh. Namun saya beruntung ada cucu saya yang menarik saya dan membawa ke tempat yang lebih aman,” tandasnya. Akibat terjatuh sebanyak tiga kali. Kaki kanan Jumini saat ini kondisinya bengkak. Karena selain terkilir juga terhantam kayu-kayu yang terbawa arus. (yan)