Malang Post — Dindikbud Kota Malang menggelar Seminar Pelestarian dan Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya, Kamis (21/10/2021). Bertempat di aula Dindikbud Kota Malang Jl Veteran No.19 Kota Malang. Pesertanya 20 pelaku dan pemerhati budaya sesuai prokes pendemi.
Pemateri pertama adalah Dr Ir Erlina Laksmiani W MT.Ars, anggota TACB Kota Malang. Kedua Dr Retno Purwanti M.Hum, Ketua TACB Palembang. Ketiga Plt UPT Museum Mpu Tantular, Dwi Supranto SS MM.
Kepala Bidang Kebudayaan Dindikbud Kota Malang Dr Dian Kuntari S.STP M.Si, menyampaikan tujuan seminar, adalah untuk edukasi kepada masyarakat. Terutama perihal kawasan cagar budaya dan pemanfaatannya seperti apa.
“Terutama di Kota Malang yang notabene banyak terdapat benda cagar budaya, stuktur budaya, dan juga terdapat kawasan cagar budaya. Narasumber yang dihadirkan ini memang spesialisnya,” tegasnya.
Dr Erlina Laksmiani, membabarkan empat manfaat menjaga cagar budaya. “Pertama, memperkaya khasanah kebudayaan bangsa Indonesia. Kota Malang banyak bangunan kolonial, ada juga bangunan sebelum kolonial,” bebernya
Kedua, menambah pendapatan negara. Rugi sekali jika di Malang banyak situs, bangunan, cagar budaya tapi tidak menambah pendapatan. Ketiga, perlu menyelamatkan peninggalan sejarah agar bisa dinikmati generasi penerus. Hingga menjadi benda ikonik yang benar-benar orisinil. Keempat, bisa digunakan dalam ranah akademik sebagai sumber primer jika dikaji.
“Membantu ilmu pendidikan sebagai objek penelitian,” bebernya. Penyelamatan cagar budaya dengan perawatan rutin dan pengecatan, meliputi tiga kategori, yaitu cat dinding, cat kayu dan besi. Masing-masing membutuhkan perlakuan awal sebagai dasar sebelum pengecetan.
Dr Retno Purwanti menyampaikan pelestarian bangunan budaya wajib dilakukan. Seperti di Kota Palembang. Melalui TACB tidak ada salahnya, jika saling tukar pendapat tentang pelestarian dan pemanfaatan kawasan cagar budaya.
Dwi Supranto menandaskan, di setiap daerah belakangan ini, sering menampilkan potensi cagar budaya. “Oleh sebab itu, tidak ada salahnya kita di Jawa Timur lebih menonjolkan cagar budaya kita. Apalagi Jawa Timur juga gudangnya cagar budaya,” pungkasnya.
Sementara itu, Kabid Kebudayaan Dindikbud Kota Malang, Dian Kuntari mengungkapkan. “Di Kota Malang ini, banyak benda cagar budaya. Banyak struktur, bangunan, juga kawasan. Semuanya berbeda. Seminar kita tadi terkait kawasan cagar budaya,” ujar Dian Kuntari.
Pemateri dari Balai Arkeologi Palembang, spesifikasi di bangunan kolonial. Sedangkan di Kota Malang, paling banyak bangunan colonial. “Mereka sudah pengalaman menangani bangunan kolonial. Kita memang membutuhkan ilmunya dan harus dikerjakan dengan tepat,” ujar Dian.
Seperti yang disampaikan TACB Provinsi, bangunan cagar budaya dalam perawatannya harus melalui kajian akademis teknis administratif. Sesuai Perda 1 tahun 2018 memang harus ada kajian terlebih dahulu.
“Karena yang ditangani ini bukan bangunan biasa, tapi bangunan yang usia di atas 100 tahun. Treatmennya pasti berbeda dengan bangunan di sekitar kita,” imbuhnya.
Terkait pendampingan, Dindikbud mengusulkan ke Pemkot Malang. Ada dua pengarah, yakni Walikota Malang dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan persyaratan menjadi TACB adalah orang-orang yang mempunyai sertifikat.
“Meskipun banyak orang beropini, punya kemampuan terhadap cagar budaya. Tapi beliau-beliau tidak bersertifikat, maka tidak bisa masuk Tim Ahli Cagar Budaya,” tutupnya. (yan)