Malang Post — Tasyakuran Petik Laut bertujuan untuk memohon berkah, rejeki dan keselamatan. Sekaligus ungkapan terimakasih kepada Tuhan atas hasil tangkapan laut yang melimpah selama setahun.
Kearifan lokal petik laut Sendangbiru di Desa Tambakrejo ini tidak seperti petik laut pelaksanaan di pantai selatan daerah lainnya. Biasanya dilangsungkan 15 Muharram atau Suro dalam penanggalan Jawa.
Di Sendangbiru, petik laut dilangsungkan tiap tanggal 27 September penanggalan masehi. Tanggal ini dianggap sebagai hari ulang tahun Sendangbiru. Petik laut tanggal ini, diawali sejak tahun 1983. Jika tidak tepat pada tanggal itu, akan terjadi goro-goro–kejadian tidak wajar.
“Kalau diundur, terjadi hal-hal aneh. Pernah mundur tanggal 29 September. Lalu banyak orang kesurupan. Dulu 12 orang, warga sini juga orang luar,” cerita Budi Ismayanto yang kerabatnya juga pernah kesurupan.
Waktu itu, antara tahun 2006-2007, ada pejabat tinggi akan turut menghadiri petik laut. Karenanya diundur 29 September. Terjadilah kesurupan massal. Satu diantaranya bahkan selama setahunan tidak menjadi dirinya sendiri.
“Masih famili saya. Dampaknya kesurupan sampai setahun,” ungkap Budi Ismayanto kepada DI’s Way Malang Post, Minggu (26/9/2021) siang.
Adanya kesurupan ini diketahui warga Sendangbiru. “Iya dulu kalau tidak tanggal 27 bisa kesurupan. Seingat saya, 2017-an,” sebut Yonatan Saptoes, Kepala Desa Tambakrejo. Selain itu, diyakini pula hasil tangkapan para nelayan menurun drastis.
Petik laut dilaksanakan warga lintas agama. Melibatkan warga Sendangbiru yang beragama Kristen, Khatolik, Islam dan kepercayaan Kejawen. Pasca pelaksanaan petik laut, begitu melimpah semangat berjuang mencari rejeki dari-Nya.
“Usai petik laut. Biasanya hasil tangkapan semakin bagus. Ikan di sini murah karena banyak,” sebut Samsul Arif, seorang penjual ikan Kios Nelayan Sendangbiru. Malam selepas larung, para nelayan kembali melaut. (yan)