Malang Post – Perang dunia II, pasca Jepang hancur hingga mundur dari Indonesia tahun 1945, dunia dihadapkan pada upaya membangun perdamaian dan persahabatan abadi. Meski menyisakan luka lama Jepang di masa pra kemerdekaan RI. Banyak catatan sejarah yang dapat dipelajari saat masa penjajahan Jepang di Malang.
Satu satu tempat yang menjadi saksi, Jepang pernah ada di Malang, adalah Tugu Jepang. Tugu ini, menjadi penanda. Bahwa disitu ditanam abu 50 orang Jepang yang tewas. Tugu Jepang terletak di TPU Nasrani Sukun Kota Malang. Lebih dikenal dengan nama: Kuburan Londo seluas 12 Ha.
Umumnya sebuah makam di Jawa, kegiatan ritual selalu ada. Meski dengan tata cara dan adat kebiasaan masyarakat setempat. Tetapi di Makam Nasrani Sukun, tiap tahun disuguhi pemandangan yang berbeda dari umumnya sebuah makam.
Hono Omaku (tabur bunga) di Tugu Jepang di Makam Nasrani Sukun, rutin diselenggarakan tiap tahun di akhir September.
Kali ini, Sabtu 25 September 2021 Hono Omaku diselenggarakan Pokdarwis Koeboeran Londo. Lebih simpel dan terbatas kalangan Dinas Pemkot Malang, Kelurahan dan pengelola destinasi wisata Koboeran Londo. Tanpa kehadiran Konjen Jepang yang berkantor di Surabaya.
Pihak yang hadir, Sapto Perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang, Subaedi Kepala UPT Pemakaman, Andin Yunistianto Lurah Sukun, Ki Demang/Isa Wahyudi Ketua Forkom Pokdarwis Kampung Wisata Tematik Kota Malang serta bebererapa undangan terbatas LPMK, KIM, RW 3 Kelurahan Sukun.
Monumen tersebut dibangun pada tahun 1982 tepat di ujung TPU. Bentuknya persegi panjang dan menyerupai tugu. Pada tugu itu terpahat nama-nama “pahlawan” Jepang yang gugur saat menjajah Indonesia.
Dalam acara sebelum tabur bunga dimulai, disuguhkan beberapa tarian dilanjutkan sambutan-sambutan. Acara ditutup dengan tabur bunga satu satu per satu tamu undangan. Dilakukan bergantian mengingat penerapan protokol kesehatan pandemi.
Subaedi, Kepala UPT Pemakaman DLH Kota Malang menyampaikan apresiasi atas terselengaranya acara ini di tengah Pandemi Covid 19.
“Nanti kalau sudah normal kembali, TPU Nasrani akan dijadikan area wisata heritage secara maksimal”, ujarnya.
“Kegiatan seperti Tabur Bunga, misa arwah kedepannya, bisa diikuti wisatawan. Kami telah mempersiapkan galery dan ruang ngopi. Menjadikan area ini tempat pertumbuhan ekonomi kerakyatan. Menambah sport dan memperbanyak tulisan-tulisan untuk literasi sejarah,” urai mantan Kepala Pasar Blimbing ini.
Ki Demang dalam sambutannya menyampaikan. “Tercatat di Tugu Jepang ini hanya 50 nama. Nama-nama itu terpahat dengan huruf kanji khas Jepang pada badan tugu ini Jasad tentara Jepang yang gugur, lebih dulu dikremasi di TPU ini. Usai dibakar jasadnya, abunya disimpan di dalam guci, lalu dikubur di bawah Tugu Jepang.”
Mulai tahun 1982, perwakilan Konsulat Jendral Jepang setiap tahun melaksanakan upacara di Monumen Jepang. Sebagai penghormatan arwah nenek moyangnya.
Pada monumen/tugu Jepang tersebut, juga terpahat tulisan kalimat dalam huruf kanji, yang artnyai: “Beristirahatlah dengan tenang di Kota Malang yang indah dan tenteram. Dalam kandungan negara.”
“Di TPU Nasrani Sukun ini terdapat banyak Obyek Diduga Cagar Budaya. Salah satunya bangunan pintu gerbang sebagai perkantoran, makam tokoh-tokoh penting seperti Dolira Chavid (Tante Dolly), Joseph Wang CDD (Pendiri Hua Ind), CG Lavalette (pendiri RS Lavalete), Pieter A Allaris (pengikut Freemasson) dan Mgr Clement Van Den Pas O Carm (misionaris ordo Karmel dari Belanda)”, ungkap Ki Demang yang juga Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang.
Temuan tak kalah penting adalah dua bunker misterius. Pindahan dari makam kawasan Jl Patimura dan Kuthobedah. Oleh karena itu perlu di kaji satu persatu agar dapat ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
“Kami dari Pokdarwis Koeboeran Londo yang selama ini memanfaatkan TPU Nasrani Sukun ini untuk kegiatan edukasi sejarah, kegiatan ekonomi pelestarian lingkungan pada pengujung”, ungkap M Djainul Arifin Ketua RW 3, sekaligus Ketua Pokdarwis Koeboeran Londo.
“Karena masih suasana PPKM seperti ini, maka kegiatan kunjungan kami fasilitasi dalam bentuk Virtual Tour Dark Tourism,” imbuhnya. (yan)