Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 merupakan sebuah visi Pendidikan Nasional. Sebagai visi, Peta Jalan Pendidikan Indonesia mengandung pengamatan, tujuan serta cita-cita Pendidikan Nasional yang berorientasi pada masa depan. Sebagai visi pula, dia harus mampu membaca gambaran situasi, serta tantangan-tantangan yang harus dihadapi dunia pendidikan untuk mencapai cita-citanya, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa secara holistik sesuai cita-cita kemerdekaan bangsa ini.
Di dalam cita-cita tersebut, tersurat membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.
Dengan Pengamatan ini semua, maka Peta Jalan Pendidikan Indonesia telah mempu membaca, situasi, kondisi, tantangan serta tujuan dari proses pendidikan nasional itu sendiri. Seperti diketahui berdasarkan Education Index yang dikeluarkan oleh Human Development Report, pada tahun 2017, Indonesia berada pada posisi ketujuh di ASEAN. Posisi tertinggi ditempati oleh Singapura, selanjutnya posisi kedua Malaysia kemudian disusul Brunai Darusalam pada posisi ketiga.
Dari gambaran ini, kita bisa melihat posisi kita dibanding negara-negara lain pada sektor pendidikan. Masalah lain yang harus dipahami dan dicarikan solusinya adalah terjadinya disrupsi teknologi yang akan berdampak pada semua sektor kehidupan, tak terkecuali pada sektor pendidikan.
Selain itu perubahan demografi juga sangat mempengaruhi strategi pendidikan yang harus dijalankan. Tak kalah peliknya, saat ini dunia dihantui akan habisnya bahan bakar fosil. Hal ini menuntut teknologi untuk memanfaatkan bahan bakar alternatif yang mampu menganti bahan bahan bakar fosil tersebut.
Tentuanya semua ini akan berampak pada perubahan teknologi yang juga berdampak pada strategi pendidikan yang akan dijalankan. Sedangkan tantangan terkini yang harus dihadapi bidang pendidikan adalah pandemi covid-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya. Untuk bisa keluar dari semua tantangan ini maka bangsa Indonesia membutuhkan paket panduan jalannya pendidikan.
Dengan pengamatan itu semua maka Peta Jalan Pendidikan Indonesia diharapkan mampu menjadi bintang penuntun dan haluan arah pendidikan nasional agar bisa mencapai cita-citanya.
Antara Frasa dengan Substansi Agama
Sejauh ini keluarnya rancangan paket kebijakan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 yang dikeluarkan pihak Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah mendapat pro dan kontra dalam proses penyempurnaannya. Salah satu kritik dari paket kebijakan ini adalah tidak adanya frasa agama pada paket kebijakan tersebut.
Jika kita boleh mengambil analogi untuk kasus ini, maka secara frasa, UUD 1945 adalah salah dan keliru, sehingga batal sebagai hukum dasar, hal ini dikarenakan di dalam seluruh bagian UUD 45 tersebut (Pembukaan dan Batang Tubuhnya) tidak akan pernah kita temukan frasa Pancasila, apalagi tidak pernah ada kalimat Pancasila adalah Dasar Negara Republik Indonesia ataupun Negara Indonesia Berdasarkan Pancasila.
Dengan demikian jika hanya berdasarkan pada frasa, maka UUD 1945 tidak pernah menyatakan bahwa Pancasila adalah Dasar Negara Republik Indonesia. Sehingga, UUD 1945 tidak bisa kita jadikan sebagai Sumber Hukum, mengingat dalam negara hukum ada norma hukum yang pangkatnya lebih tinggi bahkan terhadap hukum dasar sekalipun, yang kita namakan sebagai staat fundamental norm.
Selanjutnya untuk bangsa Indonesia staat fundamental norm adalah Pancasila. Dengan demikian UUD 1945 sebagai hukum dasar harus patuh dan bersumber pada Pancasila itu sendiri. Tetapi dalam kenyataanya tidak akan kita temukan frasa Pancasila dalam seluruh bagian UUD 1945 tersebut.
Disisi lain, secara substansi sila-sila yang terkandung dalam Pancasila sudah termuat (tersurat dan tersirat) dalam nilai-nilai dasar yang mendasari negara Indonesia berdiri. Hal ini dapat kita temukan pada bagian UUD 1945 yang paling sakral yaitu bagian Pembukaan, alinea ke empat. Secara substansi nilai-nilai dasar yang mendasari negara Indonesia ini homogen dengan sila-sila Pancasila. Sehingga nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut merupakan subtitusi sila-sila Pancasila itu sendiri. Sehingga walaupun secara frasa tidak pernah ada kata Pancasila dalam seluruh bagian UUD 1945, tetapi secara substansi UUD 1945 adalah hukum dasar yang berdasarkan nilai-nilai, yang mana nilai-nilai tersebut adalah homogen dengan sila-sila pada Pancasila. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menurut UUD 1945 Negara Indonesia dan UUD 1945 berdasarkan Pancasila, walaupun tidak pernah ada frasa Pancasila itu sendiri.
Kembali pada frasa agama yang diperdebatkan oleh sebagian masyarakat. Jika kita hanya berpijak pada frasa, memang tidak kita temukan dalam paket kebijakan ini. Akan tetapi secara substansi sebenarnya sudah termuat pada kebijakan tersebut, khususnya pada Visi Pendidikan Indonesia 2035, yang berisi: membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.
Ada dua frasa yang termuat dalam visi tersebut yang mengakomodir frasa agama. Pertama “berakhlak mulia”, bukankah frasa ini adalah bagian dari tujuan pengajaran agama itu sendiri? Selajutnya Pancasila, kita telah mengetahui bahwa sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kalimat ini adalah perwujudan dari nilai-nilai agama itu sendiri. Selanjutnya salah satu kriteria Profil Pelajar pancasila yang terkandung dalam kebijakan tersebut adalah: membentuk pelajar yang beriman, bertaqwa, kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Buankah ini semua adalah esensi agama itu sendiri?
Lepas dari itu semua Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Bapak Nadiem Anwar Makarim pada hari Rabu, 10 Maret 2020, telah menyampaikan bahwa dalam revisinya nanti akan memasukkan secara explisit frasa agama pada Peta jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035.
Semoga hal ini adalah presenden positif bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Perbedaan akan membuahkan persatuan selama kita bisa mengambil hikmah dari perbedaan tersebut, karena apapun perbedaan itu, niscaya akan ditemukan irisan dan kesamaan dari perbedaan-perbedaan itu. (*)
Penulis : Sigit Pramono (Sekretaris DPC ISRI Kota Malang, Sekretaris Jenderal Gerakan Pendidik Pancasila dan Staf Pengajar Produktif di SMK PGRI 3 Malang)