Beberapa hari yang lalu, saya menerima pesan dari tangkapan layar whatsapps tentang saudara sepupu yang merantau di Jakarta. Sayangnya bukanlah kabar yang baik, karena dia terpaksa mengalami pemutusan kerja dari perusahaan tempatnya bekerja. Setelah kurang lebih satu bulan dirumahkan sementara, akhirnya perusahaan memutuskan untuk melakukan efisiensi jumlah karyawan.
Kabar terakhir yang saya terima, dia mencoba dulu untuk bertahan dan mencoba untuk mencari pekerjaan baru. Memang dampak Covid-19 secara global masih terasa sampai sekarang, pijakan untuk bangkit agaknya masih belum menemui titik nadirnya. Selain penurunan ekonomi, jumlah penganguran juga bertambah dari tahun 2019. Indonesia kembali mengalami krisis ekonomi setelah tahun 1998 lalu.
Problem sosial yang seperti dirasakan sepupu saya merupakan gambaran umum dalam ketenagakerjaan Indonesia saat ini. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menghentikan Covid-19. Seperti yang sekarang diupayakan pemerintah, yakni melaksanakan vaksinasi. Semua elemen masyarakat diharapkan mendukung program ini agar terlaksana dengan baik.
Vaksinasi corona secara resmi dimulai setelah penyuntikan pertama pada Presiden Joko Widodo. Selain presiden, terdapat pula pejabat negara, tokoh masyarakat dan perwakilan-perwakilan yang mengikuti vaksin perdana. Virus corona yang “dilemahkan” ini akan disuntikkan pada 70% populasi penduduk, atau sekitar 181,5 juta jiwa. Pemerintah berencana memberikan vaksinasi pada enam kelompok masyarakat, salah satunya adalah masyarakat usia 19-59 tahun.
Selain mengatasi pandemi, pemerintah juga mempunyai tugas menjaga ekonomi agar tidak terpuruk terus dalam jurang resesi. Memacu kembali konsumsi masyarakat dengan meningkatkan faktor produksi. Untuk menghasilkannya, maka diperlukan modal dan tenaga kerja. Dalam konsep BPS, tenaga kerja adalah penduduk dengan usia 15 tahun keatas. Sehingga tepat bila masyarakat usia 19-59 tahun ini identik dengan penduduk usia kerja.
Pergerakan ekonomi sejalan dengan kasus Covid-19. Pandemi yang terkendali akan mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat, dengan dukungan angkatan kerja sebanyak 138,22 juta orang. Dalam kelompok tersebut terdapat 128,45 juta penduduk bekerja dan 9,77 juta pengangguran yang membutuhkan pekerjaan.
Potret Tenaga Kerja
Sebelum pandemi, tepatnya februari 2019 BPS melansir data pengangguran 5,01 persen. Angka pengangguran tersebut dibanggakan pemerintah karena berhasil mencapai target RPJMN 2015-2019. Meskipun faktanya untuk kawasan asia, banyak negara yang memiliki angka pengangguran yang lebih rendah, termasuk Thailand, Malaysia dan Vietnam.
Struktur perekonomian Indonesia kala itu dinilai kurang proporsi, karena rendahnya pertumbuhan sektor tradable yang mengakibatkan penciptaan lapangan kerja menjadi lambat. Sektor ini dinilai strategis karena bergerak dibidang Pertanian, Pertambangan dan Industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Otomatis sektor non tradable mendominasi, yakni bergerak dalam bidang jasa telekomunikasi, transportasi dan keuangan. Padahal sektor ini minim tenaga kerja dan memerlukan skill serta pendidikan yang tinggi.
Adanya pandemi menghantam perekonomian dunia, tak terkecuali Indonesia. Negara ini mengalami resesi setelah dua kali berturut-turut mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pandemi juga menginfeksi sektor ketenagakerjaan. BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka agustus 2020 sebesar 7,07 persen, meningkat 1,84 poin dari agustus 2019. Jumlah pengangguran meningkat 0,13 juta dari tahun sebelumnya.
Sebanyak 128,45 juta penduduk bekerja terserap di berbagai sektor pasar kerja. Terdapat tiga sektor dominasi lapangan pekerjaan, yakni pertanian, perdagangan besar dan eceran, serta industri pengolahan.
Karena dampak pandemi, lapangan usaha Industri pengolahan, Konstruksi dan Jasa Pendidikan mengalami penurunan. Sedangkan Pertanian, Perdagangan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial serta Informasi dan Komunikasi mengalami peningkatan dari tahun 2019.
Menurut status pekerjaan, penduduk Pekerja formal (status bekerja dibantu buruh tetap dan status karyawan) sebanyak 50,77 juta orang. Sedangkan 77,68 juta orang bergerak di sektor informal ( status berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap dan status pekerja bebas/serabutan).
Covid-19 membawa dampak pada penduduk usia kerja. Pengangguran karena pandemi ditengarai sejumlah 2,56 juta orang, sementara tidak bekerja sebanyak 1,77 juta orang. Selain itu, perlambatan ekonomi memaksa perusahaan untuk merumahkan karyawan dan efisiensi jam kerja. BPS mencatat, sebanyak 24,03 juta orang bekerja mengalami pengurangan jam kerja.
Menjadi Prioritas
Target sejumlah 63,9 juta vaksin akan diberikan pada masyarakat usia kerja, atau sekitar 50% dari total penduduk yang bekerja. Mampukah sinovac dengan efikasi 65,3% ini mumpuni untuk mengatasi virus corona?Jawabannya tentulah nanti seiring berjalannya waktu, apakah vaksin ini mempunyai efisiensi untuk menghentikan penyebaran virus ataukah tidak.
Penduduk usia kerja selayaknya mendapat prioritas vaksinasi Covid-19. Survei Jobstreet Indonesia mencatat terhadap lebih dari 5000 pekerja, tercatat 54 persen terkena dampak pandemi. Diberhentikan permanen sebanyak 34 persen dan dirumahkan sementara 19 persen.
Diperkuat dengan data mobilitas di tempat kerja berdasarkan Google Mobility Report selama pandemi menurun 32 persen. Hal ini menandakan menurunnya aktifitas perkantoran dan industri. Memaksa perusahaan memberlakukan WFH dan WFO untuk karyawannya. Kebijakan tersebut membawa imbas pada penurunan produksi.
Penduduk bekerja juga rawan melakukan aktifitas dalam kerumunan. Baik ditempat umum, perkantoran maupun di kawasan industri. Juru bicara Penanganan Covid-19 mengatakan di bulan september 2020, setidaknya ada kluster perkantoran sebanyak 3.194 karyawan dan kluster pasar sebanyak 622 orang. Sehingga berdampak pada pembatasan jam kerja oleh industri/perusahaan yang mengakibatkan pendapatan berkurang karena keterbatasan produksi.
Untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi 2021 sebanyak 5 persen diperlukan kondusifitas pandemi yang terkendali. Target vaksinasi penduduk usia kerja 63,9 juta perlu direalisasikan secara penuh guna menambah booster pemulihan ekonomi. Bila perlu dilakukan penambahan vaksin, mengingat jumlah angkatan kerja yang sebanyak 138,22 juta orang. Semakin banyak yang divaksin akan membentuk kekebalan publik dan lebih cepat menghentikan penyebaran virus.
Bila pandemi teratasi, penduduk usia kerja dapat beraktifitas kembali secara maksimal. Kembalinya produktifitas akan mendatangkan insentif dan nilai tambah. Konsumsi rumahtangga meningkat, daya beli semakin bergairah, dan perekonomian Indonesia cepat pulih kembali.
Penulis : Gunawan Wibisono, Statistisi BPS Kabupaten Blitar