Siapa yang tak mengenal sosok Abdurrahman Wahid, Seorang Guru Bangsa yang akrab dipanggil Gus Dur atau Mas Dur. Presiden Ke-4 Republik Indonesia, Bapak Pluralisme, Tokoh Kemanusiaan sepanjang masa, Peletak Dasar kokoh Integrasi antar umat beragama, Intelektual, Kyai, dan masih banyak lagi yang lekat disandingkan pada Gus Dur.
Gus Dur yang kita kenal bukan sekadar manusia biasa, Gus Dur bukan sebatas Tokoh Bangsa yang gemar membakar nasionalisme semu, Gus Dur adalah wujud cinta nyata yang pernah atau sedikit banyak kita kenal. Gus Dur atau Mas Dur adalah hal-hal yang pada kenyataannya, pada apa yang beliau perbuat, merupakan entitas yang jauh melampaui kita.
Gus Dur mengajarkan banyak hal tentang sesuatu yang tak banyak dan cukup kita tafsirkan sendiri maksud dan tujuannya. Gus Dur adalah satu-satunya kebutaan yang memandang dan melihat dengan sempurna. Beliau tak terbatas retina dan kacamata.
Betapa Gus Dur begitu penting kita datangkan dalam ingatan. Sebagaimana kondisi hari-hari ini, di beberapa waktu belakangan ini, Di saat situasi dunia sedang ramai, tegang, dan penuh gejolak di depan mata, dengan keadaan yang semakin labil dan tidak menentu, hantaman pandemi, konflik kemanusiaan, kejahatan yang subur, kemiskinan yang merambah, pendidikan terpedaya, dan segala dengung kebisingan bukan lagi menjadi hal yang asing di telinga, agaknya kita membutuhkan sosok Gus Dur sebagai memori cinta yang dapat diputar dan diulang kembali sebagai refleksi panjang bahwa setidaknya kesadaran belajar menjadi manusia adalah cukup.
Menjadi manusia dengan segala kesadaran utuhnya adalah pekerjaan sepanjang hayat, tugas yang tak tergantikan, atau barang sekadar dapat dibangun oleh gelombang cinta yang dapat menghidupkanya.
Mungkin kita perlu memanggil ingatan tentang sosok Gus Dur. Seseorang yang menggambarkan cinta dan kasih sayang manusia bukan hanya pada sentuhan dan kemesraan fisik saja, melainkan tindakan dan pelukan batin bagi setiap yang ada. sama atau pun berbeda.
Mungkin kita membutuhkan sosok Gus Dur saat-saat ini, Sosok yang mampu menterjemahkan betapa Kemanusiaan dan Perbedaan adalah rahmat yang indah. Karunia yang diberi Tuhan agar Kita mampu memahami tujuan dan latar belakang kita turun ke muka bumi.
Lagi dan lagi, barangkali kita membutuhkan sosok Gus Dur hari ini, Sosok yang mungkin olehnya kita dapat belajar untuk mampu menciptakan secuil tawa dalam derita, menyisihkan ruang kecil keikhlasan yang dapat diletakan disana. atau paling tidak, kita kembali lagi mendengar tentang dongeng-dongeng bulan sabit yang menenangkan kepala-kepala kita sampai terpejam.
Di situasi akhir ini, di mana dunia dilanda kekacauan massal, konflik kemanusiaan, terorisme, penjajahan, pembantaian, kerusakan dan kematian dimana-mana, Betapa kita perlu belajar menapaki jalan Kemanusiaan yang sempat diajarkan oleh Gus Dur.
Jalan yang sesuai dengan apa yang pernah beliau pesankan pada kita semua, yang tertulis dalam buku Fatwa dan Canda Gus Dur, Karya terbaik KH.Maman Imanulhaq (2010), bahwa pada dasarnya kita perlu mewujudkan peradaban di mana manusia dapat saling mencintai, saling mengerti dan saling menghidupi.
Peradaban di mana kekerasan & perpecahan adalah barang langka untuk ditemukan. Kemiskinan dan Kedzaliman menjadi pemandangan langka mata kita.
Belum lagi, kondisi saudara-saudara muslim kita di Palestina dan beberapa wilayah lain yang masih berjuang atas kemerdekaan tanahnya.
Ketika sebagian besar umat muslim dunia merayakan Idul Fitri dengan khidmat dan tenang, Menyambut hari raya dengan perasaan bahagia, namun kenyataan yang terjadi pada belahan bumi lainnya tidak seperti yang kita alami menjadi kondisi yang paling menyedihkan, membuat batin kita tersinggung dan bergetar.
Betapa jalan Kemanusiaan Gus Dur perlu kita tempuh waktu-waktu ini. Jalan yang mampu membangkitkan spirit bahwa cinta adalah bahasa manusia yang utama.
Sehingga dengannya kita memiliki tenaga dan kekuatan sebagai pondasi diri untuk dapat sama-sama menciptakan kedamaian di sekeliling kita.
Mari mengumpulkan kembali ingatan tentang Gus Dur. Gus Dur adalah kekekalan akan nilai yang kita rasakan saat ini. Kendati berpulangnya adalah warisan keabadian yang panjang tentang pembelajaran cinta dan Kemanusiaan yang ditinggalkan.
Mari mengingat lagi Gus Dur, barangkali andai beliau masih hidup, beliau juga akan mengatakan pesan bahwa apa yang terjadi saat ini, di depan kepala kita, adalah kenyataan terbaik yang diinginkan Tuhan, yang perlu dilalui dengan kesederhanaan dan keyakinan utuh.
Mari kita ingat lagi tentang Gus Dur, menghadirkannya kembali dalam toples kecil kita bahwa hidup akan baik-baik saja selama kita meyakini bahwa akan selalu ada pertolongan-Nya
Mari kawan-kawan kita panggil lagi Gus Dur dalam relung hati kita, sehingga kita memahami bahwa segalanya mungkin tak perlu dibawa repot.
Mari kawan-kawan, Kita kembali menapaki jalan kemanusiaan Mas Dur, bahwa memanusiakan manusia dan mengasihi sesama adalah satu diantara tugas utama manusia.(*)
Penulis : Zulfikri Nurfadhilla (Presiden Mahasiswa Universitas Gajayana Malang)