Malang Post – Saling lempar bola panas kini terjadi dalam dunia perparkiran Kota Batu. Antara Dishub Kota Batu dengan juru parkirnya. Lantaran keduanya, saling lempar kesalahan akibat kebocoran retribusi parkir.
Salah satu jukir Kota Batu, Arif mengatakan. Jukir di kawasan Alun-alun Kota Batu memiliki setoran yang lumayan besar setiap bulannya.
“Kami menyetor ke Bank Jatim. Bukti setoran juga kami simpan. Jadi saya tidak setuju dengan ucapan Dishub. Jika mengatakan setoran yang masuk dalam satu bulan hanya Rp 9 juta,” tegasnya.
Tak berhenti disitu, pihaknya juga semakin kecewa ketika banyak muncul berita jika jukir menjadi biang kebocoran retribusi parkir. Dia menyebutkan, ada oknum dishub yang selama ini memberikan keleluasaan terhadap pemberian karcis parkir.
“Anjuran untuk motor tidak dikarcisi itu, dari Dishub. Bukan saya pribadi. Jadi pada saat itu, kami diminta untuk menandatangani SPK (Surat Perjanjian Kontrak). Untuk teknis di lapangan, ketika sepeda motor masuk lima unit kemudian dikarcisi hanya satu saja, itu terserah. Orang Dishub akan tutup mata,” katanya.
Para jukir, lanjutnya, sebenarnya tidak mau menandatangani SPK dengan alasan diduga ada kecacatan hukum. Karena SPK yang ditandatangani tidak disertai nomor lampiran atau kosong. Namun, karena tidak memiliki pilihan maka ditandatangani surat tersebut. Pihaknya dari awal sudah menduga bahwa arahan yang salah itu menurutnya sebagai jebakan.
“Akhirnya kami disidak seperti seolah menjadi biang kerok tidak tercapainya PAD Kota Batu di pemberitaan surat kabar,” katanya.
Dia juga mempertanyakan kemana uang setoran jukir selama ini. Lalu mengapa PAD dari retribusi parkir hanya sedikit. Arif mengatakan setiap dua minggu sekali menyetor Rp 600 ribu ke Bank Jatim sesuai prosedur. Maka dalam satu bulan bisa menyetor Rp 1,2 juta.
“Padahal di Kota Batu ada 200 titik parkir. Kalau dikalkulasikan lagi dalam satu bulan bisa Rp 240 juta. Kemudian kalau 6 bulan ada Rp 1 miliar. Ini yang main siapa ? Kami punya bukti kuitansi,” katanya.
Perlu diketahui sampai awal Juni lalu, dari target retribusi parkir sejumlah Rp 8,5 miliar masih terealisasi sebesar Rp 139 juta.
Lalu dia juga menaruh kecurigaan terhadap salah satu oknum Dishub yang mengaku-ngaku memiliki lahan parkir di Kota Batu dengan membeli sebesar Rp 12 juta. Menurutnya seharusnya sebagai aparatur pemerintah tidak boleh memiliki lahan parkir karena semua jalan umum merupakan aset pemerintah.
Sementara itu, Kabid Parkir Dishub Kota Batu, Hari Juniarto mengatakan. Pihaknya tidak pernah melakukan intimidasi apapun. Selain itu, dia juga tidak merasa pernah mengatakan regulasi dari lima kendaraan diperbolehkan untuk memberikan satu karcis parkir.
“Saya tidak pernah mengatakan hal seperti itu. Itu semua tidak benar,” ujarnya. Dia malah mengungkapkan, bahwa ada jukir yang belum sempat memenuhi target ketika menyetorkan uang sebelum Perda No 3 tahun 2020 tentang penyelenggaraan parkir tepi jalan diterapkan pada April lalu.
Dia merinci, pada bulan Januari lalu, jukir yang tersebar di seluruh Kota Batu hanya menyetorkan Rp 24.989.000 atau 3,9 persen dari total potensi sebesar Rp 639.620.200. Pada bulan Februari, jukir Kota Batu hanya terealisasi Rp 17.001.000 atau sebesar 2,7 persen dan pada bulan Maret terealisasi Rp 30.901.000 atau sebesar 4,8 persen dari total potensi yang sama.
“Bahkan ini ada jukir yang belum bayar. Tapi tetap kita hitung. Namun sejak penerapan perda baru pada April lalu, uang langsung dibayarkan sendiri oleh jukir ke Bank Jatim sehingga Dishub tidak lagi menerima uang tunai,” ujarnya.
Dia juga menegaskan, pihaknya hanya mengetahui data penyetoran retribusi parkir melalui karcis saja. Tidak memahami jika terdapat penarikan area titik parkir yang dibayarkan selama dua pekan hingga satu bulan yang mencapai ratusan ribu. (yan)