Selama ini Sistem Presidensial dalam pelaksanaannya, Presiden sebagai Kepala Negara belum efektif dan efisien dalam mengelola trias politika ini, misal lembaga legislatif belum menciptakan efektifitas dan efisiensi baik waktu dan anggaran legislasi, begitu juga tentang pengawasan kinerja lembaga internal legislatif, pengawasan implementasi legislasi kepada eksekutif, dan juga pengawasan ketat terhadap penegakkan legislasi terhadap semua kelembagaan yudikatif.
Ketika melihat banyak regulasi yang dihasilkan banyak yang tidak ditegakkan oleh eksekutif dan yudikatif, maka seharusnya kelembagaan legislatif bisa melakukan pendekatan reformasi atau penyegaran atau bahkan kuratif dan rehabilitasi total terhadap kelembagaan eksekutif dan yudikatif.
Betapa selama ini sangat lemah upaya reformasi birokrasi dan preventif hukum, penegakkan hukum, bahkan juga sangat lemah upaya penyembuhan terhadap pelanggar hukum dan upaya pemulihan hukum serta upaya penyadaran dan peningkatan partisipasi pembangunan hukum melalui pemberian status kerja bagi eks nara pidana, ini artinya ada begitu banyak masalah diantara kelembagaan eksekutif dan yudikatif yang harus segera ditangani oleh legislatif.
Permasalahan internal status Presiden sebagai Kepala Negara makin bermasalah secara fatal manakala Presiden tidak boleh mengetahui dapurnya sendiri yakni Bank Indonesia dan segala hal di perbankan. Tentu ini menyalahi UUD 1945 dan logika negara, yang Kepala Negara sebagai pimpinan tertinggi dari sebuah Negara RI ini tidak mengetahui keseluruhan keadaan objektif kelembagaannya.
Keadaan krisis ekonomi seolah sengaja diperpanjang oleh trend inflasi yang tidak ditegakkan oleh legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ada semacam konspirasi yang tidak usai sejak lama. Hal ini tentu membuat kemiskinan makin banyak dan tidak kunjung hilang dari bangsa ini. Dan tentu melanggar konstitusi Negara.
Pembukaan UUD 1945 telah jelas mengatakan bahwa Negara Republik Indonesia berjanji akan melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Maka sudah seharusnya lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif secara progress telah membuktikan itu dengan menegakkan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas, pelaksana, dan penegak hukum (legislasi, eksekutif, dan yudikatif).
Namun sampai hari ini, ketertindasan melalui beberapa kebijakan justru lahir. di legislatif misalnya muncul MD3 yang melemahkan kerja sistematis yang selama ini ada. Di eksekutif, ada di PP 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS, dan PP 17 tahun 2020 tentang Manajemen PNS, yang seolah kontra produktif dengan PP 12 tahun 2002 tentang Manajemen PNS yang hanya menjelaskan tentang syarat kenaikan pangkat dan jabatan tanpa perlu membuat nomenklatur baru seperti; pengadministrasi, pengawas, dan pelaksana, karena PNS adalah pengadministrasi dan pelaksana itu sendiri.
Begitu juga soal reformasi lembaga hukum juga menuai permasalahan, ketika berbagai regulasi hukum tidak dapat diimplementasikan secara efektif. Undang-undang toleransi inflasi tidak dapat diterapkan pada semua harga barang dan jasa oleh pihak Kepolisian dan mestinya juga KPK, karena ada korupsi harga disana.
Ada banyak lahan pekerjaan yang muncul secara illegal seperti makelar/pelaku pungli yang diciptakan dari tingkat Nasional sampai Daerah, baik ditubuh PNS, Polri, TNI, BUMN/D, dan lain-lain, padahal jelas merupakan hak asasi pribumi Indonesia dari Aceh sampai Papua untuk wajib mendapatkan penghasilan dari pekerjaannya sebagai PNS, Polri dan TNI atau pekerjaan lainnya yang halal.
Penulis justru ingin sekali menerapkan program Bela Negara dengan Wajib Kerja sebagai TNI, Polri, dan PNS, dan Swasta bagi semua warga bangsa dari usia SMP, sampai berapapun usianya, sebab itu hak pribumi. Bicara usia, penulis ingin membahasnya sedikit, sebab ternyata usia manusia mempunyai masa berlakunya, yakni 1.000 tahun, mirip bilangan konstanta matematika.
Ini penulis tahu informasinya dari sebuah kitab suci sebuah agama, yakni Islam, dan penulis menyakininya dengan beberapa analisis sederhana, misalnya dengan memperbandingkan hormon Adam yang hidup 1.000 tahun. Sebagai manusia, Adam tentu pasti sama dengan semua anak dan cucunya, sehingga usia anak cucunya hidup seharusnya bisa bertahan hidup sampai 1.000 tahun pula.
Genetikal generasi Adam dan Hawa pasti hormonnya juga memiliki kekuatan yang sama yakni 1.000 tahun, tapi kenapa kenyataannya berberda, usia 70 tahun saja sudah terlihat tua, uban dan lemah atas berbagai masalah seperti penyakit ?.
Iya masalahnya adalah pelemahan hormon seperti penyakit pada manusia oleh manusia sendiri yang Al Qur’an menyebutnya adalah Setan. Selain manusia setan, Dalang dari kejahatan ruh manusia adalah Jin setan (Ibliz dan anak cucunya).
Sementara itu, dalam surah Al Muzzamil ayat 17, 18, dan 19 juga menyindir kepada pelaku pembuat penyakit tua yakni setan (manusia dan jin setan) sebagai tanda kiamat atau peringatan, demikian bunyinya; “lalu bagaimanakah kamu akan dapat menjaga dirimu jika tetap ingkar kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban.”, “Langit terbelah pada hari itu. Janji Allah pasti terlaksana,” “Sungguh, ini adalah peringatan. Barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil jalan (yang lurus) kepada Tuhannya.”
Ayat diatas menjelaskan bahwa tanda kiamat adalah anak-anak beruban, dan langit terbelah, sebagai peringatan (tanda kiamat). Penulis kemudian bertanya, apakah pernah ada tanda kiamat anak anak beruban ?, apa kenyatannya selama ini begitu ?, sementara tanda kiamat telah ada pada waktu Nabi Isa lahir, karena atas permasalahan sosial, politik, ekonomi yang krisis. Dan yang beruban selama ini adalah yang berusia 60 tahun keatas, dan oleh pengetahuan bersama selama ini, usia 60 tahun keatas disebut sebagai tua, dan bukan sebagai usia anak-anak.
Namun hemat penulis, usia 60 tahun keatas itulah yang dimaksudkan oleh ayat tersebut, sebab masa lama usia manusia hidup didunia adalah 1.000 tahun menurut surah Taaha ayat 104 dan As Sajadah ayat 5, sehingga seharusnya usia tua adalah 500 tahun, 600 tahun, 700 tahun sampai 1.000 tahun sebagaimana yang kita tahu juga tentang kisah Fir’aun; seperti Namrutz dan Ramses yang berusia 400 tahun keatas.
Oleh karena itu kedepan lama kerja bagi pekerja seperti PNS, TNI, Polri, dan sebagainya bisa lebih dari 58 tahun. Karena harus menjalani tugas penyelenggara kesejahteraan dimuka bumi (khalifahtullah fil ardhy) secara berkelanjutan tanpa ada pemutusan generasi yang telah mapan kesejahteraan spritualitasnya.
Konteks ini adalah dalam rangka mengembalikan prinsip Sila Pertama Pancasila yakni Ke Tuhanan Yang Maha Esa, yakni prinsip Negara yang merujuk pada kitab suci agama –agama yang ada di Indonesia, dalam hal ini merujuk pada Al Qur’an, karena di Al Qur’an memiliki sebuah kebenaran logis objektif. Juga selanjutnya menegakkan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni kepada manusia yang sejak lama membuat pelemahan hormon manusia sehingga cepat tua, uban dan lemah dengan melakukan jual diri dengan menggunakan jasa diri orang secara ghaib atau secara langsung, sehingga melahirkan berbagai macam penyakit, termasuk penyakit tua, hal ini dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 102.
Diharapkan seterusnya pemerintah dan masyarakat dapat menegakkan Pancasila sampai sila kelima, sebab secara data dan petunjuk permasalahannya telah dibuka oleh Al Qur’an, sains serta teknologi. Dengan demikian, diharapkan kedepan kebijakan pemerintah dapat mengembalikan kerja pemerintah sesuai Pancasila dan UUD 1945.(yan)
Penulis : Ibnu Nasar Fauqa Aroeboesman, S. Sos., M. Si (Staf SLRT Dinas Sosial Kabupaten Malang)