
Covid-19 sudah menguasi Indonesia sejak dua tahun belakangan, akan tetapi hingga kini masih belum ditemukan cara pasti untuk menghentikan penyebaran virus yang mematikan ini. Masyarakat yang masih banyak abai terhadap protokol kesehatan serta dampak yang akan mereka terima dan timbulkan, dan juga pemerintah yang masih selalu kebingungan dalam membuat suatu kebijakan terkait Covid-19 ini semakin membuat masa pandemi rasanya tidak akan berlalu dengan cepat.
Pemerintah sering kali mendahulukan aspek – aspek ekonomi daripada mengendalikan penyebaran virus terlebih dahulu. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sering kali tidak jelas dan kurang tegas terhadap masyarakat, sehingga masih banyak masyarakat yang terkesan tidak peduli dengan kebhijakan yang telah diumumkan oleh pemerintah,
Larangan mudik saat Hari Raya Idul Fitri sudah digemborkan dimana – mana, tapi lantas apa hasilnya? Puluhan hingga ratusan masyarakat berdesak – desakan memenuhi pusat – pusat perbelanjaan tanpa memperhatikan protokol kesehatan. Sebelas ribu penumpang tercatat pada data PT Kereta Api Indonesia telah meninggalankan Jakarta pada senin, 3 Mei 2021.
Hal – hal tersebut terjadi dikarenakan larangan mudik yang dikatakan pemerintah masih tidak jelas, sehingga membuat warga tidak ada yang mendengar. Mereka tetap memutuskan untuk segera pulang sebelum tanggal 6 Mei, dimana pada tanggal tersebut larangan mudik baru diberlakukan dan diperketat. Jika nantinya angka peningkatan covid-19 akan melonjak secara drastis kembali, lalu siapa yang dapat disalahkan disini? Masyarakat yang abai atau pemerintah yang tidak tegas.
Apabila pemerintah benar – benar ingin membuat kebijakan berupa larangan mudik dengan tujuan untuk mengendalikan mobilitas masyarakat yang mana dapat membuat pelonjakan covid-19 semakin tidak terkendali, maka sudah seharusnya pemerintah membuat keputusan dengan tegas yang tidak dapat dibantah oleh masyarakat sendiri.
Pemerintan mengeluarkan perintah untuk tidak mudik pada tanggal 6–17 Mei, akan tetapi Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menyatakan bahwa tidak akan ada sanksi bagi masyarakat yang mudik di luar tanggal 6-17 Mei. Hal tersebut rasanya terdengar seperti pemerintah mengatakan pada masyarakat untuk segera berbegas pergi mudik sebelum tanggal 6 Mei dan jangan kembali sebelum tanggal 17 Mei. Lalu sekarang dapat disimpulakan jika keputusan tersebut rasanya sia – sia dan hanya omong kosong belaka.
Sanksi tegas yang diberlakukan pada masyarakat yang melanggar atau tidak mematuhi kebijakan pemerintah sangat dibutuhkan untuk membuat masyarakat menurut. Jika sebuah kebijakan dibuat tanpa ada sanksi yang diberikan tentunya tidak akan ada masyarakat yang akan menjalankannya. Pada titik ini, masyakat sendiri sudah sangat abai terhadap pandemi yang sedang terjadi.
Pemerintah yang kurang tegas dan tidak bergerak cepat dapat menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat yang awalnya ketakutan menjadi tidak peduli. Pemerintah juga tidak dapat memberikan jaminan untuk membuat masyarakatnya tetap berada dalam rumah, oleh karenanya masyarakat lebih mementingkan untuk mencari uang demi makan esok hari.
Ketika himbauan tidak cukup didengar oleh masyarakat, bukankah seharusnya pemerintah mulai memikirkan cara – cara lain seperti mencontoh negara lain yang telah berhasil membuat masyarakatnya patuh. Salah satu contoh nrgara yang sudah berhasil mengendalikan dan menurunkan laju penyebaran covid-19 adalah Korea selatan.
Di negara tersebut, pemerintah tidak pelit – pelit untuk membuat setiap waraganya diperiksa, sehingga mereka dapat dengan cepat memisahkan mana yang positif dan negatif. Di korea juga diberlakukan sanksi bagi warganya yang tidak mematuhi protokol dan bagi mereka – mereka yang melaporkan akan mendapatkan imbalan hadiah dari pemerintah. Contohnya jika terdapat orang yang berkumpul lebih dari empat orang dan ada orang yang melaporkan, maka orang yang melaporkan akan mendapatkan imbalan dan mereka yang melanggar akan mendapatkan sanksi.
Dari pengalaman negara lain seperti itu saja, Indonesia seharusanya sudah bisa belajar sedikit demi sedikit. Akan tetapi pemerintah rasanya lebih memilih untuk membuat warganya terbiasa dengan covid-19 agar ekonomi tidak mengalami penurunan. Saat ini mari kita nantikan saja, apakah memang seperti itu mau pemerintah. Apakah memang mempertahankan nyawa demi nyawa dari setiap masyarakat Indonesia tidak sepenting mempertahankan ekonomi negara?(yan)
Penulis :Ayu Novita (Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang)