Oleh: Akhmad Muwafik Saleh
AMEG – Ibadah puasa adalah amal ibadah tertua dan menjadi fitrah kehidupan, sunatullah atau hukum alam. Mengapa demikian? karena selain diwajibkan kepada umat-umat terdahulu sekaligus juga menjadi fitrah kehidupan dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Fitrah kehidupan yang dimaksud adalah bahwa setiap makhluk hidup yang ingin berubah menjadi lebih baik maka dia harus melakukan puasa terlebih dahulu.
Sebagai contoh, seekor ulat apabila ingin berubah menjadi lebih baik (menjadi kupu-kupu), maka ia melakukan puasa dengan cara tidak makan dan minum dalam kurun waktu tertentu, yang disebut dengan kepompong. Dalam waktu tertentu itulah, ia mentransformasikan dirinya menjadi kupu-kupu.
Demikian pula dengan ular, apabila ingin melakukan perubahan diri ke arah yang lebih baik, maka ular juga melakukan puasa. Dengan cara yang sama, tidak makan dan minum dalam kurun waktu tertentu. Hingga Ia berhasil mengganti kulitnya. Jadilah ular dengan penampilan baju barunya.
Namun pada keduanya memiliki karakter yang berbeda. Perhatikan bagaimana ulat telah benar-benar berhasil mentransformasikan dirinya. Ulat telah berubah nama menjadi kupu-kupu. Jika cara makan ulat sebelumnya adalah dengan merusak tumbuhan maka setelah ia berpuasa maka Ia hanya mau makan yang baik-baik saja, yaitu berupa serbuk sari bunga, yang dengannya ia dapat memberikan kemanfaatan pada lainnya, yaitu membuat tetumbuhan menjadi hidup berkembang biak karenanya.
Demikian pula, perhatikan cara jalan ulat sebelum ia berpuasa, bergerak lambat dengan gerakan menggeliat. Namun setelah berpuasa, cara jalannya telah benar-benar berubah 100 persen. Ia saat ini telah mampu terbang dengan gerakan yang sangat gesit bergerak terbang kemanapun ia suka dan tidak lagi menggeliat. Bahkan ia telah benar-benar mentransformasikan dirinya dengan cara yang sangat luar biasa.
Jika dahulunya orang enggan dan jijik melihatnya, saat ini ia menjadi perhatian orang karena keindahan tubuhnya yang penuh warna warni memanjakan mata siapapun yang melihatnya. Puasa telah mengantarkan ulat pada perubahan yang sangat signifikan. Intinya mentransformasikan diri menjadi pribadi yang menarik dan bermanfaat bagi yang lain.
Sementara ular, ia tidak melakukan perubahan signifikan sekalipun sama-sama puasa sebagaimana ulat. Ular hanya mampu mengganti tubuhnya saja dengan baju yang baru. Namun perilakunya, cara makannya, cara interaksi dengan yang lain dan sekitarnya masih saja tetap bahkan dapat dikatakan ulat tidak mengalami perubahan apapun kecuali baju barunya.
Demikian pulalah dengan puasa yang kita lakukan sebagai seorang mukmin. Puasa harusnya mampu menjadikan diri seseorang menjadi pribadi yang berubah lebih baik dari sebelumnya. Sebulan harusnya sudah cukup untuk membangun kebiasaan diri kearah yang lebih baik, tentu apabila puasa yang dilakukannya dengan sungguh-sungguh penuh rasa perhatian dan semangat. Sebagaimana sabda Nabi:
“Barangsiapa yang berpuasa (di Bulan) Ramadhan (dalam kondisi) keimanan dan mengharapkan (pahala), maka dia akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu”. (HR. Bukhari Muslim)
Artinya apabila seseorang berpuasa di bulan Ramadhan dengan sungguh-sungguh penuh perhatian rasa iman dan bersemangat dalam menjalaninya dengan berharap pahala dari Allah swt maka tentulah dia akan menjadi pribadi baru yang lebih baik dari sebelumnya sebagaimana seseorang yang telah terampuni dosanya.
Puasa Ramadhan sebenarnya ingin mengarahkan seseorang agar menjadi pribadi baru yang secara personal terbaik (paripurna) memiliki kepribadian yang kuat, penuh motivasi dalam mengembangkan diri ke arah yang lebih bai dan memiliki hubungan kuat secara spiritual sehingga mengantarkannya pada maksud dan tujuan penciptaan yaitu ibadah, sebagaimana yang diajarkan melalui ibadah qiyamu ramadhan (shalat tarawih).
Orang yang menjalankan ibadah puasa harusnya juga mengantarkan menjadi pribadi yang bertanggungjawab atas segala amanah, memiliki kreasi tinggi dalam mengoptimalkan potensi dirinya, mampu mengelola waktunya dengan sangat efektif sebagaimana diajarkan dalam ibadah sahur, yang serta menjadi pribadi yang sangat peduli pada orang lain sebagaimana diajarkan melalui ibadah puasa itu sendiri, yaitu berlapar-lapar dan dahaga sebagaimana berempati pada kaum papa dan dhuafa. Seorang yang berpuasa juga haruslah menjadi pribadi yang sangat bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitarnya sebagaimana diajarkan melalui semangat berbagi dan zakat.
Puasa yang dilakukan oleh seorang mukmin harusnya mampu mengantarkan menjadi pribadi yang keberadaannya mampu menjadi solusi bagi orang lain, kontributif, inovatif. Intinya bahwa puasa yang dilakukan oleh seorang mukmin haruslah mampu mengantarkan dirinya bertransformasi menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat dibandingkan dengan sebelumnya. Inilah maksud daripada puasa Ramadhan yang oleh Allah swt disimbolisasikan dengan istilah bertaqwa. Sebagaimana dalam Firman Allah yang menjelaskan tentang tujuan akhir pencapaian dari adanya kewajiban puasa Ramadhan di QS. Al. Baqarah:183.
Tujuan dari puasa adalah “agar kamu bertaqwa”, berarti pribadi yang mampu mentransformasi diri menjadi pribadi paripurna yaitu pribadi yang secara personal memiliki karakter yang kuat, secara sosial memiliki kepedulian yang tinggi sehingga keberadaannya sangat bermanfaat bagi sekitar serta pribadi yang memiliki tanggungjawab spiritual yang tinggi sebagai makhluk ciptaan yang seluruh hidupnya dipergunakan untuk beribadah dan mengabdi dengan berlandaskan nilai-nilai ketuhanan.
Inilah transformasi yang sempurna dari maksud diwajibkannya berpuasa ramadhan. Sudahkah puasa yang telah bertahun-tahun kita lakukan mengantarkan kita pada transformasi diri paripurna itu?