AMEG – Syiar Ramadan di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang (UIN Maliki Malang), di hari ke 27 Ramadhan, ada yang spesial. Syiarnya membahas keutamaan puasa, berbudaya dan bahasa.
Narasumber yang dihadirkan, Dr. H. M. Abdul Hamid, MA., Dr. Syamsudin, M.Hum., Dr. Siti Fatimah, M.Pd. dan Dr. Suparmi, M.Pd. Serta Rektor UIN Maliki Malang, Prof. Dr. Abdul Haris, M.Ag sebagai moderatornya.
‘’Bahasa dapat membentuk budaya baru. Sementara budaya dapat tercermin dari bahasa. Orang belajar bahasa, harus mengerti budayanya. Agar dalam belajar bahasa dapat sesuai dengan pemilik bahasanya,’’ ujar Prof. Abdul Haris.
Sementara dalam pandangan Dr. Abdul Hamid, yang juga Direktur Pusat Bahasa UIN Maliki Malang, dalam syariah juga dijelaskan, bahasa juga untuk membangun orang bertaqwa. Yang ada dalam diri manusia, tergambarkan melalui bahasa. Bahasa adalah kecenderungan budaya. Dengan berpuasa, dalam berbahasa akan lebih mengerti dan menjaga perasaan orang lain.
‘’Penggunaan bahasa akan terjadi ketika berinteraksi. Interaksi harus sesuai dengan tujuan. Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam belajar bahasa. Yaitu faktor usia, kemampuan mendengarkan dan komprehensif,” ujar Dr. Syamsudin.
Tingkat pembelajar bahasa anak, kata dia, lebih cepat dalam menangkap bahasa daripada orang tua. Anak-anak bisa menangkap di lingkungan mana saja. Sedangkan orang dewasa, sudah terbiasa dengan bahasanya. Anak-anak masih beradaptasi dengan bahasa.
‘’Mempelajari pelajaran bahasa, tidak cukup hanya mempelajari gramatikal. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Yaitu gramatikal, discuss common dan sosiolinguistik,’’ tambahnya.
Dalam kemampuan menguasai gramatikal, mahasiswa akan dapat mengusai kemampuan berbicara, apabila mengusai gramatikal. Dan akan menghambat kemampuannya, apabila tidak menguasainya. Gramatikal dan komunikasi harus sejalan. Discuss common yaitu tentang penguasaan kemampuan paragraf bahasa. Kemudian sosiolinguistik, mempelajari tentang budaya.
“Apabila pengguna bahasa tidak dapat menggunakan bahasanya dengan bijak, akan dapat berdampak buruk bagi pengujarnya. Bahasa komunikasi dipakai dalam berbicara,” sambungnya.
Dr. Suparmi juga menyampaikan pandangannya, terkait bahasa merupakan bagian dari budaya. Menurutnya, Bahasa cermin dari identitas. Harga seseorang tergantung dari apa yang diucapkan.
‘’Sehingga ketika bertutur, orang harus mempertimbangkan dalam apa yang ingin diucapkan. Dengan puasa dapat mengajarkan orang ketika berbicara mempertimbangkan terlebih dahulu,’’ katanya.
Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa, katanya, lebih berbudaya dibanding dengan Bahasa Inggris. Karena Bahasa Inggris dalam bertutur dengan orang yang lebih tua, kosa katanya sama. Sedang di dalam Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia kepada orang yang lebih tua terdapat kosakata tertentu.
“Bahasa dapat dijadikan sebagai penyampaian visi misi dan pesan yang baik. Pesan tersebut dapat diutarakan melalui syair puisi. Bahasa memberikan pengaruh dalam menyampaikan pesan,” pungkas Dr. Siti Fatimah. (avi)