AMEG – Perkuliahan tatap muka (luar jaringan – Luring) di masa pandemi dibahas dalam Bincang dan Obrolan Santai (Bonsai) bersama para pakar dari Universitas Brawijaya (UB), Senin (3/5/21), menghadirkan tiga narasumber, yakni Rektor UB, Prof Dr Ir Nuhfil AR MS, Wakil Rektor Bidang Akademik Prof Dr Aulanni’am drh DES, serta pakar kebijakan publik, Prof Dr Bambang Supriyono MS.
Pada awal dialog, Nuhfil mengatakan, pembelajaran tatap muka diprioritaskan bagi mahasiswa yang belum pernah menyentuh kampus sama sekali, yakni mahasiswa semester 1 dan semester 3 tahun akademik 2021-2022, yang berjumlah separuh dari total mahasiswa UB.
Mereka dibagi ke dalam dua shift, sehingga yang masuk ke kampus hanya 25 persen dari total jumlah mahasiswa. Skema pembelajaran itu disebut sebagai blended learning atau pembelajaran secara tatap muka dan Daring sekaligus.
“Semester 1 dan semester 3 yang boleh masuk ke Malang. Yang lainnya tidak boleh, kecuali yang tugas akhir,” kata Nuhfil Sembari menegaskan pihaknya tetap berhati-hati dan disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Ada berbagai pertimbangan mengapa UB memutuskan menerapkan kuliah tatap muka pada semester mendatang, salah satunya karena skala pandemi sudah menurun. Selain itu semua fakultas di UB sudah siap dengan protokol kesehatan dan kuliah tatap muka terbatas dengan kuota 25 persen.
Pertimbangan lainnya, karena keinginan mahasiswa yang banyak menghendaki pembelajaran di kampus. Terutama mahasiswa angkatan baru yang belum pernah merasakan duduk di kursi kampus.
“Yang belum pernah ke kampus yang didahulukan (semester 1 dan 3 tahun akademik 2021-2022). Karena banyak mahasiswa yang datang ke Malang hanya karena ingin tahu kampusnya,” pungkasnya.
Sementara Prof Bambang menjelaskan, bahwa kebijakan pemerintah terkait pembelajaran Daring harus dipatuhi. Pemerintah sudah mempunyai tolok ukur komprehensif dalam klasifikasi daerah sesuai zona merah, kuning, dan hijau.
“Untuk kawasan zona hijau diperbolehkan Luring, tapi tetap mematuhi protokol kesehatan. Sedangkan untuk Sekolah Dasar (SD) sampai menengah, umumnya telah memiliki kebijakan Luring dan tatap muka, tapi tetap harus patuh pada protokol kesehatan,”katanya.
Dekan FIA itu menambahkan, efektivitas Daring tergantung dari partisipasi aktif empat komponen, yaitu siswa, orang tua, sekolah, dan terakhir media pembelajaran.
“Jika Luring, sekolah dan siswa lebih dominan didukung orang tua dan media, jika Daring keempatnya harus berjalan beriringan agar efektif.
Sementara itu Aulanni’am mengatakan, ada satu angkatan yang sudah dipastikan tatap muka, tapi hanya 25 persen mahasiswa yang diizinkan mengikuti.
“Untuk semester depan yang sudah pasti angkatan 2020, karena sejak menjadi mahasiswa baru satu tahun lalu belum pernah mengenal siapa dosennya dan bagaimana kampusnya,” katanya.
Selain itu juga diprioritaskan mahasiswa yang tengah mengerjakan skripsi. “Mereka butuh praktikum di laboratorium, sehingga tatap muka atau pembelajaran Luring sangat diperlukan,” katanya lagi. (Ir)