AMEG-Pakar Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Wisnu Wardhana menganalisa peristiwa hilangnya KRI Nanggala-402 di Perairan Bali pada Rabu (21/4/2021).
Wisnu mengatakan kapal selam memiliki dua sistem komunikasi. Satu radar komunikasi yang relatif stabil digunakan saat kapal berada di permukaan laut .
Kemudian, sistem komunikasi lainnya digunakan saat di bawah laut melalui sonar yang dirambatkan di air.
“Kalau di air komunikasinya tergantung karakter air. Misalnya, arus tinggi maka mengikuti arusnya,” ujarnya kemarin.
Menurut Wisnu, pada kasus KRI Nanggala-402 ada kemungkinan hilang kontak akibat media air yang resultannya nol atau peralatan teknisnya rusak. Dua hal itu mengakibatkan black out atau hilang kontak.
“Ceceran minyak yang ditemukan itu bisa jadi berasal dari KRI Nanggala-402. Karena desain konstruksi ada yang namanya tangki pemberatan atau ballast tank,” sambungnya.
Kapal selam buatan tahun 1980-an itu, menurut Wisnu, kemungkinan hanya bisa menyelam sampai kedalaman 380 meter. Apabila dipaksa lebih dalam, maka tangki pemberatnya akan mengalami tekanan.
“Ada gaya hidrostatik dari air yang meremas kapal selam. Kalau sampai ada oli dan cairan minyak di permukaan air itu indikasi tangki pemberatnya rusak,” kata dia.
Wisnu berharap tim penyelamat segera menemukan kapal selam itu. Kebutuhan oksigen dalam kapal hanya kuat selama tiga hari saja karena tekanan bawah laut semakin tinggi.
“Harapannya tim angkatan laut semaksimal mungkin bagaimana dengan cepat bisa menyelamatkan KRI Nanggala-402,” pungkas Wisnu. (sumber: jpnn)