AMEG – Bulan Sya’ban banyak memiliki keistimewaan. Seperti, malam Nisf Sya’ban (separuh dari bulan sya’ban). Ia memiliki banyak sebutan atau nama.
Kepada Di’s Way Malang Post, Dosen Bahasa dan Sastra Arab Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Dr Halimi Zuhdy MPd MA mengemukakan pandangannya tentang hal ini. Dalam kitab Madza Fi Sya’ban, Karya Sayyid Al-Maliki, nama lain dari malam Nisf Sya’ban adalah malam ampunan dan pembebasan dari api neraka, malam hadiah, malam pembebasan, malam syafaat, malam kehidupan dan hari raya malaikat, malam keberkahan, malam pembagian takdir, malam penghapusan dosa dan malam terkabulnya doa.
Banyaknya nama dari salah satu malam ini, menunjukkan sangat banyak keutamaan di malam tersebut. Demikian juga pada bulan ini secara keseluruhan. Namun terjadi pula banyak pandangan dan perbedaan ulama tentang malam ini.
Beberapa kontroversi yang ada pada bulan ini adalah: Pertama, perbedaan pendapat terkait tahwil qiblah (perubahan arah kiblat). Ada yang berpendapat, perubahan arah kiblat dari Bait al-Maqdis ke Makkah al-Mukarramah terjadi pada bulan Sya’ban. Tetapi ada pula yang berpendapat pada bulan Rajab.
Kedua, perbedaan pendapat terkait dengan Lailah Mubarokah (malam yang diberkati). Ada yang mengatakan pada bulan malam nisf Sya’ban. Tetapi mayoritas ulama mengatakan pada bulan Ramadhan.
Ketiga, perbedaan seputar sunah-sunah pada bulan Sya’ban. Antara amalan-amalan bid’ah, sunah dan seputar hadis-hadis shahih, dhaif dan palsu serta beberapa aqwal ulama. Beberapa pendapat ulama terkait hal itu, alfaqir merujuk beberapa pendapat dalam kitab ‘al-Yaqut wa al-Marjan fi Fadhaili Syahri Sya’ban’ karya Abu Bakar bin Muhyiddin.
Perubahan kiblat terjadi pada bulan Sya’ban merujuk pada pendapat Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya. Mengutip pendapat Abu Hatim al-Busti. Bahwa umat Islam berkiblat ke Bait al-Maqdis selama 17 bulan 3 hari. Sesampai di Madinah pada malam tanggal 12 Rabiul Awwal.
Allah memerintahkan Nabi untuk menghadap ke arah Makkah pada hari Selasa bertepatan dengan malam Nisf Sya’ban. Beberapa ulama lain mengatakan, tahwil Ka’bah (perubahan arah kiblat) adalah al-Imam Ismail Haqqi dalam Ruh Al-Bayan, Imam al-Suhaili dalam al-Raudh al-Anf, Imam Muhammad al-Shalihi yang mengutip perkataan Muhammad bin Habib dalam kitabnya Subul al-Huda.
Dalam Kitab al-Yakut wa al-Marjan, beberapa ulama memaknai ‘Malam Penuh Berkah’ adalah malam Nisf Sya’ban seperti Imam al-Mahalli (tetapi beliau juga menyebutkan Malam Lailatul Qadar). Demikian juga dengan Imam al-Qurthubi dan Imam al-Mawardi, menyebutkan malam tersebut adalah malam Nisf Sya’ban atau malam Lailatul Qadar.
Sedangkan menurut al-Imam al-Jamal dalam Hasyiahnya fi Syarh Thullam yang mengutip pendapat Ikrimah, bahwa “Lailah Mubarakah ” adalah malam Nisf Sya’ban, tetapi mayoritas ulama berpendapat malam tersebut adalah malam Lailatul Qadar.
Perbedaan lainnya seputar amalan di bulan Sya’ban, adalah puasa Nisf Sya’ban. Ada yang tidak membolehkan (pelarangan). Tetapi jumhur ulama menganggap hadist pelarangan untuk tidak puasa pada Nisf Sya’ban sebagai hadis dhaif. Tidak bisa dibuat hujjah dalam pelarangan berpuasa.
Juga terjadi perbedaan terkait dengan shalat Nisf Sya’ban di malam Nisf Sya’ban. Apakah shalat tersebut dianjurkan atau tidak. Banyak ulama tidak melarang melakukan shalat sunah. Tetapi tidak dikhususkan sebagai shalat Nisf Sya’ban, melainkan shalat sunah secara umum. Seperti sunah taubat, shalat sunah witir, shalat sunah tahajjut dan shalat sunah lainnya. Bagaimana dengan shalat sunnah Nisf Sya’ban? Ini terjadi ikhtilaf ulama.
Dari perbedaan di atas, tidak sedikipun mengurangi keutamaan bulan Sya’ban. Ia bulan istimewa. Karena bulan ini, menurut Rasulullah bulan yang banyak dilupakan oleh manusia dan bulan ini bulan yang paling dicintai olehnya.
Mudah-mudahan kita diberikan kekuatan untuk menjalani berbagai ibadah di bulan Sya’ban ini, dan mudah-mudahan sampai pada bulan Ramadhan. (jan)