Reporter: M Abd Rahman Rozzi
AMEG – Tingginya pengidap tuberkulosis (TBC) membuat Indonesia bertengger di peringkat kedua dunia setelah India. Bahkan, sebagian penderita mengalami resistensi obat (RO).
Sayangnya, hanya sekitar 49 persen pasien yang sudah memulai pengobatan. Menyadari hal itu, Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bekerja sama dengan USAID Amerika, menyusun program Mentari, membentuk jaringan rumah sakit rujukan layanan TBC-RO. Salah satu yang ditunjuk RS Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Ditemui di ruang kerjanya, dr Thahrir Iskandar SpP, dokter spesialis paru RS UMM, menjelaskan, penunjukan itu merupakan keberhasilan RS UMM menyembuhkan pasien TBC, berkat kerja keras berbagai pihak.
“Penunjukkan ini langsung dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan USAID, tanpa ada pengajuan,” katanya, Kamis (1/4/21).
Menurut Thahrir, program Mentari juga bentuk kontribusi bagi bangsa dan negara. Muhammadiyah berusaha menekan dan menurunkan angka pengidap TBC di Indonesia. “Program ini berjalan dari 2020 hingga 2030. Selama 10 tahun itu penderita TBC harus berkurang signifikan,” tuturnya.
Doker Spesialis paru itu juga menjelaskan, TBC-RO ini beda dengan TBC pada umumnya. Penderita TBC-RO lebih kebal terhadap obat. Obat yang diberikan tidak bisa bekerja sebagaimana mestinya. Penanganannya juga lebih sulit dan kompleks ketimbang TBC biasa.
Thahrir berharap RS UMM bisa menjadi opsi masyarakat untuk berobat tanpa harus bergantung kepada RS negeri. “Semoga RS UMM sebagai salah satu RS Program Mentari, bisa jadi opsi masyarakat dalam hal kesehatan,” pungkasnya.