Malang – Langkah pemerintah melakukan impor beras menuai pro dan kontra. Meski Presiden RI, Joko Widodo telah menegaskan bahwa Indonesia tak akan melakukan impor beras hingga Juli mendatang. Namun wacana itu berdampak pada stabilitas harga gabah dan beras di tingkat petani.
Menanggapi hal tersebut, Pakar Ketahanan Pangan Universitas Brawijaya (UB) Malang, Dr Sujarwo SP MP menilai, kebijakan impor beras di Indonesia khususnya Jawa Timur tak perlu dilakukan. Mengingat Indonesia sebagai negara agraris yang kerap mengalami surplus beras.
“Di Malang Raya dan Jawa Timur merupakan produsen beras. Dua bulan ke depan juga waktunya panen raya. Wacana impor beras ini tentunya menyakiti hati rakyat,” ungkapnya.
Menurut Sujarwo, sebelum menghembuskan wacana soal impor beras, sebelumnya harus ada koordinasi yang baik antar kementrian. Sehingga program pembangunan bisa bersinergi.
“Kunci sukses pembangunan pertanian dan nasional adalah koordinasi lintas sektor. Adanya rencana kebijakan impor, otomatis pasar akan merespon dengan cepat.
Imbasnya harga di tingkat petani sempat anjlok. Dalam hal ini yang dirugikan adalah yang punya posisi tawar paling lemah, yaitu petani. Jadi pernyataan belum pasti yang mengarah pada koreksi pasar jangan terburu-buru dihembuskan,” imbuhnya.
Dalam menetralisir hal tersebut, pemerintah harus segera menyebarluaskan informasi tentang penyerapan gabah petani oleh Bulog.
“Harus diimbangi dengan kebijakan penyerapan gabah dari petani supaya pasar mengkoreksi ekspektasinya. Kebijakan ini sebenarnya sudah berdampak dengan mulai stabilnya harga gabah di tingkat petani,” pungkasnya.
Sujarwo mengapresiasi upaya Gubernur Jawa Timur yang menegaskan tidak akan melakukan impor beras. Melalui Informasi ini akan langsung direspon pasar dengan koreksi harga. (jof/yan)