Surabaya – Dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terhadap terdakwa Rendra Kresna (Nomor Perkara 84/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) juga disoroti program Bedah Rumah atau plesterisasi. Pembacaan tuntutan JPU KPK itu digelar dalam sidang Selasa (16/3) malam lalu.
Disebutkan, ada aliran dana dari fee yang dikumpulkan terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) untuk program Bedah Rumah tersebut.
Penasihat Hukum Rendra Kresna, Haris Fajar seusai sidang Selasa (16/3) malam lalu menyatakan pada sejumlah wartawan, pihaknya mempertanyakan uang Rp 1,2 miliar yang kata Eryk Armando Talla dipakai untuk program Bedah Rumah.
“Itu tidak ada bukti pengeluaran satu lembar pun. Yang ada cuma catatan dari istri Eryk. Yang saya tanya bukan catatan istri. Tapi catatan uang untuk beli material berapa, rumah yang dibangun berapa, uang jasanya berapa, itu tidak ada buktinya,” kata Haris saat itu.
Memang, dalam sidang Selasa (2/2) lalu saat dihadirkan di depan sidang untuk menjadi saksi bagi terdakwa Eryk Armando Talla, Rendra Kresna mengatakan bahwa Bedah Rumah merupakan programnya saat menjadi Bupati Malang. Tapi program itu tidak masuk dalam pembiayaan APBD. Dananya dari keikutsertaan para pengusaha, pemerintah desa maupun pihak lain yang berpartisipasi.
“Saya mengajak pada rekanan pengusaha, pemerintah desa, untuk melakukan kegiatan bedah rumah. Tiap rumah biayanya Rp 7,5 juta sampai Rp 15 juta. Ada yang ikut satu rumah, ada yang satu rumah dibiayai bersama-sama beberapa pihak,” kata Rendra Kresna saat itu.
Menurut Rendra, mengapa program bedah rumah itu digencarkan di Kabupaten Malang, karena saat menjadi bupati dari data yang ia dapatkan, masih ada sekitar 100 ribu lebih rumah di Kabupaten Malang yang tidak layak huni. Ia mencontohkan, masih banyak satu rumah itu yang penghuninya tidur bersama kambing piaraannya.
“Ini yang harus diperbaiki. Biar jadi rumah yang sehat. Dari sekitar 750 ribu rumah, masih lebih dari 100 ribuan rumah yang tidak layak huni. Ini lalu dipaparkan. Siapa yang mau berpartisipasi. Jadi bukan hanya saudara Eryk saja, banyak perusahaan yang juga ikut berpartisipasi,” lanjut Rendra.
“Saudara tahu berapa total jumlah sumbangan dari perusahaan-perusahaan yang ikut berpartisipasi?” tanya JPU KPK Joko Hermawan saat itu. “Saya tidak tahu. Teknisnya, mereka yang pegang komitmen sendiri mau memperbaiki berapa rumah. Terserah. Ada yang satu, ada juga satu rumah dibiayai bareng-bareng,” kata Rendra.
Tapi dalam sidang yang menghadirkan saksi, Selasa (2/2) saksi Andinata Elianda (koordinator Bedah Rumah yang juga adik Eryk Armando Talla) saat memberikan keterangan mengatakan, ada kucuran fee sebesar Rp 450 juta yang dipakai untuk membiayai program Bedah Rumah tersebut.
“Saya disuruh menjabat sebagai direktur. Perusahaan itu Mas Eryk (terdakwa Eryk Armando Talla-red) yang pinjam bendera. Proses selanjutnya saya tidak tahu. Yang mengatur semuanya Mas Eryk. Saya cuma disuruh tanda tangan, diberi uang dan berangkat ke lokasi sebagai koordinator pogram Bedah Rumah,” kata Andinata saat itu.
“Berapa total anggaran yang dipakai untuk program bedah rumah tersebut?,” kejar Jaksa Eva. “Total selama dua tahun saya diberi uang oleh Mas Eryk Rp 450 juta. Saya mengkoordinasi tukang dan para pemuda yang mengerjakan Bedah Rumah tersebut,” lanjut Andinata.
“Jadi Bedah Rumah ini program untuk kepentingan Rendra Kresna waktu jadi Bupati Malang, yang dibiayai oleh Eryk Armando Talla,” tegas Eva. “Ya, programnya Pak Rendra. Karena waktu peresmian Bedah Rumah itu yang meresmikan juga Pak Rendra Kresna,” kata Andinata.
Seperti diketahui, JPU KPK sudah membacakan tuntutan untuk dua terdakwa kasus gratifikasi di Kab Malang, Selasa (16/3). Terdakwa Rendra Kresna dan Eryk Armando Talla dituntut hukuman pidana masing-masing 4 tahun penjara.
Selain itu, Rendra Kresna, Bupati Malang periode 2010-2015 dan 2016-2021, juga dituntut denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan dan diharuskan membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 6.075.000.000 subsider pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan. Untuk UP, pihak Rendra sudah menitipkan uang Rp 2 miliar. Berarti masih kurang Rp 4.075.000.000 yang akan dilunasi lewat lima rekening Rendra yang diblokir KPK dan isinya sekitar Rp 8,1 miliar.
Sedangkan terdakwa Eryk Armando Talla yang notebene seorang pengusaha dan orang kepercayaan Rendra Kresna, selain dituntut hukuman pidana 4 tahun penjara, juga denda Rp 265 juta subsider 6 bulan kurungan dan diharuskan membayar uang pengganti (UP) sejumlah Rp 895.000.000 subsider pidana penjara 1 tahun 6 bulan. Pihak Eryk sudah mentitipkan uang Rp 500 juta. Jadi masih kurang Rp 395 juta.
Sidang kasus gratifikasi di Kab Malang rencananya kembali digelar Selasa (30/3) sore ini. Rencananya digelar dengan agenda pembacaan nota pembelaan. Baik dari pihak terdakwa Rendra Kresna maupun dari pihak terdakwa Eryk Armando Talla. (azt/jan)