Malang – Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan tuntutan pada dua terdakwa kasus gratifikasi di Kab Malang, Selasa (16/3) malam lalu. Terdakwa Rendra Kresna (Nomor Perkara 84/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) dan Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) dituntut hukuman pidana masing-masing 4 tahun penjara.
Untuk terdakwa Eryk Armando Talla, yang notebene seorang pengusaha dan orang kepercayaan Rendra Kresna saat menjabat Bupati Malang. Selain dituntut hukuman 4 tahun penjara, tim JPU KPK juga membebani dengan denda Rp 265 juta subsider 6 bulan kurungan.
Juga diharuskan membayar uang pengganti (UP) Rp 895.000.000 subsider pidana penjara 1 tahun 6 bulan. Pihak Eryk sudah mentitipkan uang Rp 500 juta, jadi masih kurang Rp 395 juta.
Dari tuntutan JPU KPK juga dibeberkan, bagaimana peranan besar terdakwa Eryk Armando Talla dalam pusaran kasus gratifikasi di Kab Malang. Eryk lah yang mengatur sekaligus mengkondisikan pemenang lelang proyek DAK di Dinas Pendidikan Kab Malang.
Ia bersama tim IT termasuk hacker, punya cara. Agar pemenang lelang adalah para pengusaha yang sepakat memberikan fee untuk paket pekerjaan yang didapatkan.
Dalam tuntutan JPU KPK setebal 200 halaman lebih itu, dicontohkan Mashud Yunasa (Direktur PT JePe Press Media Utama-Group Jawa Pos) yang merupakan pemenang lelang DAK di Dinas Pendidikan Kab Malang tahun 2012. Awalnya Mashud ingin mendapatkan paket pekerjaan di Dinas Pendidikan Kab Malang, setelah di tahun-tahun sebelumnya selalu gagal mengikuti lelang.
Setelah melalui beberapa pertemuan, akhirnya Eryk pun sepakat agar Mashud Yunasa memenangkan paket pekerjaan di Dindik Kab Malang tahun 2012. Ada 24 paket yang dikerjakannya dengan kesepakatan pemberian fee 22,5 persen dari nilai kontrak.
Nilainya sekitar Rp 7,1 miliar. Tapi Mashud Yunasa menyetorkan Rp 4,8 miliar. Maka untuk tahun berikutnya proyek DAK itu beralih ke orang lain. Karena Mashud masih ada kekurangan setoran fee.
Sedangkan untuk Ubaidilah (pemenang lelang proyek di Dinas Pendidikan Kab Malang 2013) fee yang disetorkan sekitar Rp 2,8 miliar. Sebanyak Rp 2 miliar ditransfer ke rekening Eryk. Tuntutan jaksa tersebut selaras dengan keterangan Ubaidilah saat menjadi saksi di persidangan, Selasa (2/2) lalu.
“Dari nilai penawarn proyek Rp 9 miliar, fee yang saya setorkan ke Mas Eryk (Eryk Armando Talla-red) 22 persen. Jadi sekitar Rp 2,8 miliar. Ini lewat transfer ke rekening Mas Eryk di BCA dan Bank Mandiri,” kata Ubaidilah saat itu.
Awalnya, saksi Ubaidilah juga menceritakan bagaimana dia mendapatkan proyek pekerjaan di Dinas Kabupaten Malang. Ia mendapat enam sampai tujuh paket pekerjaan. Termasuk proyek perawatan laboratorium SMK swasta di Kab Malang. “Tujuh perusahaan itu semua pinjam bendera,” katanya.
Sedangkan fee yang disetorkan oleh terpidana Ali Murtopo (pemenang lelang di Dinas Pendidikan Kab Malang 2011) besarnya 16 persen dari nilai proyek atau Rp 4,2 miliar. Rinciannya, sebanyak Rp 1,6 miliar ke Rendra Kresna dan 2,6 miliar ke Eryk Armando Talla.
Sama seperti yang dibeberkan Ali Murtopo saat memberikan keterangan sebagai saksi, Selasa (16/2) lalu.
“Sebenarnya kami menganggapnya itu diskon. Tapi perbedaan pandangan bahwa itu fee ya tidak masalah. Yang jelas ujung-ujungnya memang bagi-bagi uang. Besarannya 20 persen sampai 25 persen dari nilai kontrak,” kata Ali Murtopo saat memberikan keterangan.
Kemudian Ali Murtopo melanjutkan, “Untuk fee ke Pak Rendra Kresna ada tiga kali penyerahan uang, lewat ajudannya, Budiono. Totalnya ada Rp 1,6 miliar. Sedangkan fee untuk Eryk, pertama Rp 880 juta, kemudian transfer Rp 1,2 miliar. Juga ada setoran Rp 546 juta lewat cash dan transfer yang diterima istri Eryk Armano Talla,” kata Ali Murtopo.
Lebih lanjut Ali Murtopo mengatakan, fee yang disetorkannya itu merupakan bagian dari empat paket pekerjaan yang didapatnya di Dinas Pendidikan (Dindik) Kab Malang. Dua paket buku pendidikan, SD dan SDLB, SMP dan SMPLB. Dua pekat alat peraga pendidikan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Arif Suhermanto saat membacakan tuntutan menyebutkan, bahwa terdakwa Eryk Armando Talla terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Sebagaimana dakwaan ke satu, melanggar Pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Dan dakwaan kedua, melanggar Pasal 12 huruf b UU RI No 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP,” kata jaksa Arif membacakan tuntutan. (azt/rdt)