Batu – Sudah setahun lebih pandemi Covid-19 ini berlangsung. Berdampak di berbagai sektor. Mulai ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan lainnya. Di Kota Batu, dampak pandemi sangat dirasakan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Itu karena sektor UMKM Kota Batu sangat bergantung pada kondisi pariwisata. Sejak pandemi, pariwisata di Batu seperti mati suri. Tentu hal ini berimbas pada penjualan produk UMKM. Salah satunya, kripik apel. Produk ini sejak pandemi tak laku jual. Karena itu, sejumlah pelaku UMKM kripik apel Kota Batu pilih membakarnya.
Informasinya, sudah ada satu ton setengah produk kripik apel dari salah satu toko oleh-oleh di Kota Batu, yakni Kendedes Selecta Fruit, yang dibakar. Hal itu karena kripik apel tak laku untuk dijual. Sebenarnya produk dari perusahaan itu sudah punya pasar luas. Baik di Kota Batu maupun di luar kota.
Pemilik Kendedes Selecta Fruit, Khamim Tohari mengatakan, sudah setahun ini dia tak memproduksi kripik apel. Ini seiring sepinya wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu karena pandemi Covid-19.
“Sepinya kunjungan wisata itu berimbas pada menurunnya penjualan kripik apel. Karena itu, kami pilih berhenti berproduksi,” jelas Khamim Tohari.
Khamim menyadari berhentinya produksi ini berdampak terhadap karyawannya. Saat ini banyak karyawannya yang dirumahkan.
“Kami mempunyai 30 orang karyawan. Mereka dari tetangga sekitar. Untuk sementara waktu ini mereka kami rumahkan karena dipaksa oleh keadaan,” ujar Khamim yang juga ketua Komisi C DPRD Kota Batu ini kepada Di’s Way Malang Post, Selasa (23/3).
Ia menceritakan, sebelum dihantam pandemi Covid-19 ini, pihaknya mengaku bisa memproduksi satu ton kripik apel dalam waktu sehari. Dengan keuntungan bisa mencapai Rp 10 juta. Sebenarnya banyak karyawan yang menggantungkan hidupnya dari usaha ini.
“Sesungguhnya kami ingin memberdayakan masyarakat sekitar. Jika harus merumahkan mereka kami merasa kasihan. Tapi mau bagaimana lagi, dipaksa oleh keadaan,” jelasnya.
Dalam permasalah ini, apalagi dirinya sebagai wakil rakyat, ia berharap kepada Pemkot Batu untuk merespons permasalahan ini. Karena berdasarkan pantauannya, saat ini pedagang oleh-oleh kripik apel sangat memerlukan dukungan dari pemerintah.
“Harapan kami ada pendampingan dan motivasi dari pemerintah. Pendampingannya berupa alternatif usaha lain. Selain itu kami berharap ada bantuan permodalan dengan bunga yang ringan,” tandas Khamim.
Salah satu pedagang kripik apel asal Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu Wahyu Nano mengatakan, selain membakar kripik apel miliknya. Sebagian kripik apel juga digunakan sebagai pakan ternak.
“Ini dilakukan karena sudah sangat tidak mungkin untuk dijual. Karena sudah satu tahun tersimpan di gudang, sehingga keadaannya sudah kadaluarsa dan tak layak dijual,” ujar dia kepada Di’s Way Malang Post, Selasa (23/3).
Pembakaran dan pemberian kripik apel untuk ternak itu terpaksa untuk dilakukan. Karena sudah satu tahun lamanya menunggu pelanggan tak kunjung datang. Wahyu bilang, hal itu menjadi keputusan terakhirnya. Dari pada menumpuk, lebih baik dibakar dan digunakan untuk pakan ternak. Karena jika diberikan kepada masyarakat dan dikonsumsi bisa saja terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Karena kondisi kripik apel yang sudah kadaluarsa.(ano/ekn)