Surabaya – Terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) diuntungkan dengan statusnya sebagai justice collaborator atau JC. Karena, status JC tersebut dianggap sebagai hal yang meringankan. Seperti dikemukakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Arif Suhermanto saat membacakan tuntutan untuk terdakwa Eryk Armando Talla, Selasa (23/3) malam.
“Perlu kiranya kami kemukakan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. Hal-hal yang meringankan, terdakwa mengakui terus terang perbuatannya. Terdakwa ditetapkan sebagai pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 363 tahun 2021 tanggal 12 Maret 2021,” kata Jaksa Arif Suhermanto.
Hal lain yang meringankan, lanjut Arif, terdakwa telah menitipkan uang sebesar Rp 500 juta kepada KPK sebagai bagian dari pembayaran uang pengganti (UP). “Terdakwa juga belum pernah dihukum. Ini yang kami jadikan pertimbangan dalam mengajukan tuntutan pidana. Sedangkan hal yang memberatkan, terdakwa Eryk Armando Talla tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme,” kata Arif.
Seperti diketahui, dua terdakwa kasus gratifikasi di Kab Malang, Rendra Kresna dan Eryk Armando Talla dituntut JPU KPK dengan hukuman pidana masing-masing 4 tahun penjara. Untuk denda, Rendra Kresna dituntut denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Eryk Armando Talla dendanya Rp 265 juta subsider 6 bulan kurungan.
Bedanya, jika Rendra Kresna diharuskan membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 6.075.000.000 subsider pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan, maka untuk Eryk, UP yang harus dibayar ‘hanya’ sejumlah Rp 895.000.000 subsider pidana penjara 1 tahun 6 bulan. Pihak Rendra sudah menitipkan uang sebesar Rp 2 miliar, berarti untuk UP masih kurang Rp 4.075.000.000. Sedangkan pihak Eryk sudah mentitipkan uang sebesar Rp 500 juta, jadi masih kurang Rp 395 juta.
Besarnya UP yang harus dibayar Rendra Kresna (Rp 6.075.000.000) dibandingkan UP yang harus dibayar Eryk (Rp 895.000.000), menunjukkan jaksa berkeyakinan bahwa fee yang diterima Eryk dari para pemenang lelang proyek di Dinas Kab Malang, sebagian besar mengalr ke Rendra Kresna. Meski dalam sidang sebelumnya, Rendra membantah telah menerima setoran uang dari Eryk Armando Talla.
“Ada uang sebesar Rp 1,2 miliar, Rp 575 juta maupun Rp 500 juta yang menurut Eryk disetorkan ke saudara Rendra Kresna. Apakah saudara menerimanya?” tanya JPU KPK Joko Hermawan saat sidang digelar Selasa (2/3) lalu. “Tidak pernah. Saya tidak pernah menerima uang itu,” kata Rendra Kresna.
Penasihat hukum terdakwa Rendra Kresna, Haris Fajar juga pernah menyoroti soal penyerahan uang yang diklaim dilakukan oleh terdakwa Eryk Armando Talla kepada Rendra Kresna. “Semua uang yang didakwakan diserahkan dari Eryk ke Rendra Kresna, menurut saya banyak yang tidak terbukti. Bayangkan, uang Rp 1,2 miliar yang katanya diserahkan ke Rendra Kresna, tidak ada saksi selain keterangan Eryk Armando Talla,” kata Haris Fajar.
Bedanya lagi, meski kedua terdakwa dari awal diperiksa KPK dengan Sprindik yang sama-sama di tahun 2018, masing-masing dengan Sprindik suap dan gratifikasi, tapi kemudian Rendra Kresna diperlakukan dengan dua proses hukum, yaitu perkara suap yang sudah diputus 2020 dan perkara gratifikasi yang sekarang berproses.
“Ini sangat merugikan Rendra Kresna karena berarti harus menghadapi dua putusan. Sedangkan Eryk Armando Talla diperlakukan dengan satu proses hukum sekaligus, yaitu suap dan gratifikasi. Sehingga Eryk hanya menghadapi satu putusan saja, meski pun dakwaannya kumulatif-alternatif,” kata penasihat hukum terdakwa Rendra Kresna, Haris Fajar.
Dalam posisi seperti sekarang ini, lanjut Harus, terdakwa Rendra Kresna sangat dirugikan. “Rendra menghadapi dua putusan perkara yang masing-masing berdiri sendiri. Sedangkan Eryk hanya menghadapi satu putusan saja, seolah-olah untuk perkaranya ini kualifikasinya sebagai tindak pidana berlanjut (concursus),” kata Haris.
Terdakwa Rendra Kresna yang tengah menjalani hukuman pidana dalam kasus pertama mengikuti jalannya persidangan secara online lewat video conference dari Lapas Porong, Sidoarjo. Sedangkan terdakwa Eryk Armando Talla mengikuti persidangan secara online, dari Rutan KPK, Jakarta.
Berkas tuntutan tim JPU KPK yang masing-masing setebal 200 halaman lebih tersebut dibacakan secara bergantian oleh tiga JPU KPK, Arif Suhermanto. Handry Sulistiawan dan Richard Marpaung. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dr Johanis Hehamony SH MH. (azt/jan)