
Masalah Peningkatan Kemiskinan Masa Pandemi
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis kenaikan angka kemiskinan September 2020 menjadi 10,19 persen (meningkat 0,97 poin dibanding kondisi September 2019. Dengan demikian dalam setahun terjadi penambahan 2,76 juta orang miskin baru menjadi sebanyak 27,55 juta orang miskin di Indonesia. (BPS, 2020). Terjadinya peningkatan angka kemiskinan akibat pandemi Covid-19 ini jelas telah mematahkan angka tren penurunan kemiskinan di Indonesia. Karena pada tahun 2019 angka kemiskinan bisa ditekan sampai satu digit. Bahkan pada September 2019 angka kemiskinan sempat menyentuh angka terendah dalam sejarah penghitungan kemiskinan di Indonesia, yaitu sebesar 9,22 persen.
BPS juga melaporkan, tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2020 mencapai 7,07%. Angka ini naik 1,84% poin dari Agustus 2019 yang 5,23%. Sebanyak 29,12 juta orang usia kerja terdampak Covid-19. Berdasarkan angka ini, 2,56 juta orang kehilangan pekerjaan dan 24 juta mengalami pengurangan jam kerja. Terjadinya peningkatan pengangguran ini merupakan pukulan telak bagi ekonomi Indonesia yang tengah jumlah angkatan kerja yang melimpah dalam kondisi ini membutuhkan penciptaan lapangan pekerjaan yang memadai agar mampu memberikan dorongan ekstra bagi ekonomi. Kegagalan menciptakan gerbong pemulihan ekonomi secara cepat dan mampu mengangkut banyak angkatan kerja telah membuat krisis lapangan kerja akibat bonus demografi menjadi semakin tak terkendali.
Percepatan Ekonomi
Tak dapat ditepis, pandemi Covid-19 telah menghentikan laju positif pertumbuhan ekonomi Indonesia yang telah berlangsung lebih dari dua dekade. Pada 2020 untuk pertama kalinya sejak krisis moneter 1998, Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 tercatat minus sebesar 2,07 persen. Perlu perhatian pemerintah untuk mengatur kebijakan strategis menghadapi 2021.
Berdasarkan statistik pertumbuhan ekonomi 2020, tergambarkan jika hampir semua komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor dan impor. Hanya satu komponen yang berbeda dibanding yang lain, yaitu belanja pemerintah (government expenditure). Belanja pemerintah ini pun mengalami pertumbuhan positif, komponen ini tumbuh sebesar 1,9% dibanding tahun sebelumnya.
Dalam konteks ini, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 sebagai instrumen pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi haruslah dilaksanakan secara lebih cepat dan terarah.Konsumsi rumah tangga sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi jangka pendek dan investasi untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang ekonomi negara harusnya dapat memberikan daya dorong yang cepat bagi pemulihan ekonomi. Dalam mendukung percepatan ekonomi, pemerintah harus terus melanjutkan program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako, Bantuan Sosial Tunai, Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional, dan kartu prakerja. Di samping itu, pemerintah harus mendorong pembangunan kawasan industri, ketahanan pangan, serta infrastruktur yang padat karya, supaya investasi mampu terus berkembang.
Dalam struktur APBN 2021, pendapatan negara pada 2021 ditargetkan mencapai Rp 1.743 triliun. Target ini masih jauh di bawah target awal tahun 2020 yaitu sebesar Rp 2.200 triliun dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen. Ketika potensi penerimaan belum pulih akibat serangan pandemi, maka belanja yang cukup besar diharapkan mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi ke depan. Perekonomian Indonesia diharapkan dapat mampu pulih secepatnya dan defisit anggaran akan dapat menuju batasan ideal maksimal 3 persen pada PDB 2023.
Belanja pemerintah menjadi faktor yang krusial dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Belanja pemerintah diharapkan mampu menstimulasi pertumbuhan ekonomi bila mampu dilakukan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran. Adanya dorongan peningkatan belanja diharapkan mampu menutupi segala tren penurunan investasi dan juga mendorong konsumsi rumah tangga dalam menstabilkan perputaran ekonomi.
Penyelesaian Rasional
Wabah pandemi Covid-19 benar-benar telah memporak-porandakan ekonomi dan ketenagakerjaan Indonesia. Penduduk miskin perkotaan merupakan kelompok terdampak paling signifikan dibandingkan perdesaan. Penduduk miskin perkotaan meningkat dalam rasio 0,5 persen, sedangkan penduduk miskin perdesaan tumbuh dalam rasio 0,38 persen (masing-masing 7,88 persen dan 13,20 persen) dibandingkan yang terjadi pada 2020. Kemiskinan bertambah karena dari total penduduk usia kerja sebanyak 203,97 juta orang, ada sebanyak 14,28 persen atau 29,12 orang yang telah terdampak pandemi.(BPS,2020). Realitas Ini tentu saja dapat menjadi masalah berkelanjutan jika tidak ditangani dengan strategi yang tepat.
Ditengah krisis pandemi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, perlu ada strategi pengentasan kemiskinan dan pengangguran yang sangat tepat. Aspek terpenting untuk mendukung penanggulangan kemiskinan hingga pengangguran adalah tersedianya data kemiskinan dan pengangguran yang akurat. Sehingga harapannya stimulus bantuan seperti bantuan sosial (bansos) yang dirasa paling tepat dan efisien saat ini bisa diterima masyarakat yang membutuhkan.
Program bansos dalam kondisi sekarang tetap berperan penting, namun ke depan perlu ada perbaikan komprehensif supaya kebijakan bansos tak lagi mudah disalahgunakan. Dengan data dan penyaluran yang tepat manfaat, geliat ekonomi terdorong dan ekonomi masyarakat perlahan tumbuh bertahap. Dari data BPS diketahui kebijakan bansos sangat membantu masyarakat terlebih bagi mereka yang telah terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat dampak pandemi.
Berdasarkan asumsi dasar data ekonomi Makro APBN 2021, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan kembali ke jalur yang benar yaitu tumbuh 5 persen. Untuk itu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) perlu digerakkan serius dan terpadu. Sampai hari ini, penggunaan anggaran Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) yang lebih dari Rp 500 triliun masih belum memberi pengaruh bagi pemulihan dan pemerataan ekonomi nasional. Secara analitis, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021 masih akan terkontraksi secara dalam meskipun per triwulanan akan ada perbaikan.
Penyebaran Covid-19 yang masih sulit dikendalikan tentu masih akan mempengaruhi perbaikan permintaan dan penawaran yang terjadi dalam lintas lokasi dan segmentasi ekonomi. Realitas ini pun sudah terlihat dalam serapan APBN 2020. Pada satu sisi, realisasi belanja pemerintah menjadi naik 12,2 persen. Namun pada sisi yang lain, lonjakan belanja pemerintah telah meningkatkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) tahun 2020 menjadi 39,1 persen, dan rasio beban utang terhadap PDB mengalami peningkatan sebesar 2 persen.
Dengan demikian, langkah instrumen fiskal sebagai stimulus pertumbuhan ekonomi akan tampak semakin berat pada 2021. Sebagai solusi, pemerintah perlu segera membuka seluas – luasnya lapangan kerja yang berkualitas pada beberapa sektor produktif seperti pertanian, perikanan dan perdagangan supaya langsung menyerap tenaga kerja secara banyak dan efektif. Harapannya, kemiskinan bisa ditekan secara baik dengan program yang tepat sasaran dan akhirnya masyarakat segera lepas dari belenggu kemiskinan dampak pandemi Covid-19.
Penulis: Haris Zaky Mubarak, MA (Analis Nasional dan Direktur Eksekutif Jaringan Studi Indonesia)