Surabaya – Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono Harbuwono, pada 2 Maret 2021 mengonfirmasi bahwa telah ditemukan mutasi virus Corona SARS-CoV-2 yang bernama Strain B117 di Indonesia. Penemuan kasus mutasi baru itu membuat masyarakat khawatir.
Pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Dr M Atoillah Isfandiari, dr M Kes mengatakan, diketahui dari kasus yang ada di luar negeri strain B117 tidak meningkatkan severitas atau keparahan yang ditimbulkan. Namun, dari penelitian secara in-vitro didapati potensi peningkatan penularan sebesar 40 persen hingga 80 persen.
Dengan begitu, Atoillah mengatakan, upaya antisipasi harus lebih terfokus pada pencegahan potensi peningkatan penularan di hulu. Bukan pada antisipasi peningkatan keparahan gejala di hilir atau di rumah sakit. Pasalnya, gejala yang dilaporkan beberapa pasien dominan demam dan batuk yang selama ini gejalanya kurang lebih dengan virus Covid-19 pada umumnya.
Wakil Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair itu menuturkan, untuk Indonesia sendiri penemuan kasus strain B117 lebih banyak dikarenakan adanya penelitian laboratorium. Pada sampel darah pasien dilakukan sequencing atau pengurutan utas RNA-nya, dan hal itu bukan merupakan pemeriksaan rutin.
“Dalam sequencing, RNA virus di baca semua (whole genome), tidak hanya sekadar mendeteksi positif atau negatif saja,” terang Atoillah seperti termuat dalam Pers Rilis Pusat Komunikasi dan Informasi Publik Unair, Jumat (19/3).
Baginya, sequencing menjadi salah satu cara tepat untuk mendeteksi adanya penularan strain B117 di Indonesia. Hanya saja, dalam upaya testing yang lebih masif tidak semua sampel pasien di Indonesia bisa dilakukan sequencing dan sequencing sendiri membutuhkan biaya yang besar.
Ato menuturkan infeksi dari suatu mutasi virus bisa dicegah oleh vaksin yang ada atau tidak tergantung letak dan bentuk mutasinya. Karena pada prinsipnya, mutasi virus itu berpengaruh terhadap penyusunan RNA dalam yang nantinya diharapkan akan bisa dikenali oleh antibodi dalam tubuh yang dihasilkan dari vaksinasi itu.
“Karena tubuh kita diajari vaksin untuk mengenali utas RNA tertentu dan apabila ternyata virus ini (SARS-CoV-2, Red) mutasi, selama mutasi itu tidak mengubah utas RNA yang akan dikenali oleh antibodi kita, mutasi apa pun dan di mana pun, tubuh kita akan tetap bisa mengenali dan mencegahnya untuk bereplikasi dalam tubuh kita,” jelasnya.
Berkaitan dengan hal itu, para pakar virologi mengasumsikan bahwa vaksin yang ada saat ini masih efektif mencegah infeksi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 Strain B117. (azt/ekn)