Surabaya – Status terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) sebagai justice collaborator atau JC, disetujui oleh pimpinan KPK. Hal itu tertuang dalam surat keputusan pimpinan KPK nomor 363 tahun 2021. Seperti dikatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Arif Suhermanto, seusai sidang pembacaan tuntutan, Selasa (16/3) malam lalu.
“Berdasarkan keputusan pimpinan KPK Nomor 363 tahun 2021, saudara Eryk Armando Talla ditetapkan sebagai justice collaborator atau JC,” kata jaksa Arif Suhermanto kepada sejumlah wartawan. Status JC bagi Eryk tersebut merupakan hasil rekomendasi LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) yang menjadi tempat berlindung Eryk sejak lama. Sejak dirinya menjadi saksi pada kasus suap sebelumnya.
Kilas baliknya, seperti dikatakan Susilaningtias SH MH, Wakil Ketua LPSK ketika dihadirkan sebagai ahli di sidang Selasa (23/2) lalu, untuk seseorang bisa menjadi JC, maka LPSK setelah melakukan pertimbangan kemudian memberikan rekomendasi yang bersangkutan pada jaksa penuntut umum. “Jaksa lah yang menentukan rekomendasi kami soal JC diterima atau tidak. Ini pada saat pembacaan tuntutan yang kami harapkan ada keringanan,” kata Susilaningtias saat itu.
Dalam hal konteks terdakwa Eryk Armando Talla, lanjut Susilaningtias, yang bersangkutan sudah berkonsultasi sejak lama dengan LPSK. “Ini berkaitan dengan situasi kasus yang dihadapinya,” katanya. “Lalu apa manfaat dari seseorang dalam posisi sebagai justice collaborator? Manfaatnya, dengan menjadi JC maka diharapkan kasus bisa terungkap secara lebih dalam. Kemudian juga karena adanya kesediaan mengembalikan hasil yang didapat,” lanjut Susilaningtias.
Pihak LPSK, kata Susilaningtias berkeyakinan bahwa terdakwa Eryk Armando Talla bukanlah pelaku utama dalam kasus gratifikasi di Kab Malang. “Kami berkeyakinan yang bersangkutan tidak termasuk pelaku utama. Dia pelaku tapi bukan pelaku utama. Karena yang memutuskan bukan dia. Keputusan ada di pejabat negara dan pegawai negeri sipil. Jika pejabat negara tidak memutuskan itu, maka tidak ada rangkaian tindak korupsi itu,” katanya.
Sedangkan syarat untuk menjadi seorang justice collaborator atau JC, lanjut Susilaningtias, pertama, kesediaan yang bersangkutan untuk mengungkap kasus yang diketahuinya. Kemudian, yang bersangkutan bukan merupakan pelaku utama. Bersedia mengembalikan hasil yang didapat. Ini disertai dengan surat pernyataan. Juga adanya ancaman buat dirinya untuk mengungkap kejahatan tersebut.
Seperti diketahui, dua terdakwa kasus gratifikasi di Kab Malang, Rendra Kresna dan Eryk Armando Talla dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dengan hukuman pidana masing-masing 4 tahun penjara. Tuntutan hukuman itu dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Surabaya, Selasa (16/3) malam lalu.
Terdakwa Rendra Kresna, Bupati Malang periode 2010-2015 dan 2016-2021, dituntut hukuman pidana 4 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Rendra Kresna juga diharuskan membayar uang pengganti (UP) Rp 6.075.000.000 subsider pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan. Untuk UP, pihak Rendra sudah menitipkan uang sebesar Rp 2 miliar. Berarti masih kurang Rp 4.075.000.000.
Sedangkan untuk terdakwa Eryk Armando Talla, tim JPU KPK menuntut Eryk yang notebene seorang pengusaha, dengan hukuman pidana 4 tahun penjara dan denda Rp 265 juta subsider 6 bulan kurungan. Terdakwa Eryk juga diharuskan membayar uang pengganti (UP) sejumlah Rp 895.000.000 subsider pidana penjara 1 tahun 6 bulan. Pihak Eryk sudah mentitipkan uang Rp 500 juta. Jadi masih kurang Rp 395 juta.
Persidangan terbagi dalam dua sesi. Pertama, sidang pembacaan tuntutan untuk terdakwa Rendra Kresna. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan untuk terdakwa Eryk Armando Talla, orang kepercayaan Rendra Kresna. Kedua sesi sidang tersebut digelar di ruang yang sama, dengan majelis hakim yang sama. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dr Johanis Hehamony SH MH dibantu hakim I Ketut Suarta SH MH dan Emma Elliany SH MH.
Terdakwa Rendra Kresna yang tengah menjalani hukuman pidana dalam kasus pertama mengikuti jalannya persidangan secara online lewat video conference dari Lapas Porong, Sidoarjo. Sedangkan terdakwa Eryk Armando Talla mengikuti persidangan secara online, dari Rutan KPK, Jakarta. Sedangkan berkas tuntutan JPU KPK yang masing-masing setebal 200 halaman lebih tersebut dibacakan secara bergantian tiga JPU KPK, Arif Suhermanto. Handry Sulistiawan dan Richard Marpaung. (azt/jan)