Batu – Revitalisasi pembangunan pasar sayur Kota Batu menelan biaya puluhan miliar rupiah. Dengan anggaran sebesar itu, kondisi pasar sayur malah hilang gaungnya. Padahal, sudah setahun lebih pasar itu kembali dibuka, setelah proses revitalisasi pasar selesai.
Meski begitu, pedagang yang berjualan di pasar sayur jumlahnya bisa diitung dengan jari. Demikian juga pengunjungnya. Saat ini kondisinya sepi sekali. Hal itupun menjadi sorotan legislatif. Harus ada inovasi untuk meramaikan kembali pasar sayur.
“Jangan sampai hanya sekadar membangun dan menjadi monumen,” kata Anggota Komisi C DPRD Kota Batu, Didik Machmud, Jumat (19/3).
Didik menyarankan seyogyanya pemerintah hadir untuk kembali membangkitkan kejayaan pasar sayur. Namun, menurutnya hingga saat ini masih belum ada usaha seperti itu yang dilakukan pemkot.
“Jangan sampai pasar sayur itu itu terlihat mangkrak dan seperti monumen. Karena untuk melakukan revitalisasi pembangunan menghabiskan anggaran yang tak sedikit,” ujarnya kepada Di’s Way Malang Post.
Diketahui proses revitalisasi pembangunan pasar sayur itu menelan anggaran APBD sekitar Rp 13,8 miliar. Dengan kurun waktu selama tiga tahun. Tahap pertama pembangunan, pada tahun 2017 menghabiskan anggaran sekitar Rp 8,8 miliar, untuk membangun 136 unit kios. Tahun 2019 proses revitalisasi tahap kedua dilanjutkan dengan membangun 138 los. Alokasi anggarannya Rp 5 miliar.
Menurut Didik, untuk kembali membangkitkan kejayaan Pasar Sayur menjadi tugas bersama dari berbagai lini organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Batu. Terutama Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Perdagangan (Diskumdag), harus memberikan solusi konkret. Baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Terutama pedagang yang ada di pasar sayur harus diajak berdiskusi bersama, untuk mencari tahu apa yang menjadi penyebab masalah sepinya pasar sayur. Menurutnya, ada sejumlah dugaan penyebab sepinya pasar sayur. Terutama pengaruh dari keterlambatan proses revitalisasi pembangunan.
Revitalisasinya memakan waktu cukup lama, sehingga ada pedagang yang memilih untuk berdagang di pasar lain. Seperti halnya di Karangploso, Kabupaten Malang.
“Pasar Karangploso merupakan pasar terdekat dari Kota Batu. Dulu sebelum pasar sayur dibangun, kondisinya masih ramai. Selain pindah ke pasar lain, ada juga pedagang yang memilih untuk menjadi petani,” ungkapnya.
Dalam hal ini, pihaknya bersaran Diskumdag Kota Batu bisa bekerjasama dengan pemerintah daerah lain untuk melakukan pertukaran komoditi pangan. Misal, Kota Batu sebagai penghasil sayur dan buah dapat memasarkannya di daerah lain. Sebab, daerah itu belum ada komoditi pangan seperti di Kota Batu.
“Misal dengan melakukan pertukaran komoditi pangan ke Lamongan. Nantinya dari pihak Lamongan bisa melakukan pemasaran hasil laut di Kota Batu. Jadi ada timbal balik yang menguntungkan,” ujar Didik.
Berdasarkan kunjungannya ke pasar sayur, lanjut Didik, rata-rata para pedagang mengeluhkan kehilangan pembeli yang notabenya merupakan pedagang sayur skala kecil (mlijo). Selain itu, para pedagang juga mengeluhkan kondisi los yang terbuka, sehingga sangat riskan akan kehilangan apabila ditinggalkan.
“Maka banyak pedagang sayur yang berkeinginan agar kondisi los itu bisa ditutup menggunakan jaring. Dengan begitu, ketika ditinggal pulang, dagangan mereka tetap aman,” ujar Didik.
Didik juga meminta Dinas Pariwisata berperan untuk mengatasi masalah ini. Misal, dengan cara menggelar event di pasar sayur yang bisa menggaet para pengunjung.
Sekretaris Diskumdag kota Batu, Kaero Latif menjelaskan, kondisi pasar sayur sepi disebabkan oleh pandemi Covid-19. Selain itu, saat ini pedagang di pasar sayur merupakan pedagang dalam skala grosir. Meski begitu, laporan dari pedagang yang ada, penjualannya masih bagus.
Kaero sangat yakin, ketika nantinya Pasar Besar sudah direvitalisasi, pengaruhnya juga akan ke pasar sayur. Yakni, pengunjungnya akan lebih ramai.(ano/ekn)