New York – Sebuah kelompok Muslim di New York, Amerika Serikat, menginisiasi Program Islami Milati. Sebuah program yang menggabungkan pendekatan spiritual Islam dengan langkah penanggulangan kecanduan, khususnya terhadap narkoba dan minuman beralkohol.
Islami Milati digelar Masjid Islamic Brotherhood di kota New York, setiap Selasa dan Kamis malam. Di masjid berdinding hijau ini, enam hingga sepuluh orang Muslim biasanya berkumpul mengikuti program tersebut. Selama 90 menit, jamaah mengikuti kegiatan yang biasanya diawali dengan pembacaan Al-Quran, sebelum akhirnya membahas kecanduan terhadap narkoba dan minuman beralkohol.
Yunus Aburachman, seorang pesertanya, mengatakan, ia sudah dua tahun terbebas dari narkoba dan alkohol sejak mengikuti program itu.
“Alhamdulillah, karena Allah membukakan pintunya untuk saya. Kalau kita benar-benar meminta pertolongan, pertolongan itu pasti ada. Islami Milati mengerti latar belakang saya, dan program ini menyadarkan saya dari ketersesatan selama ini,” katanya kepada Tim VOA.
Ini bukan kali pertama bagi pria keturunan Afghanistan ini mengikuti program pemulihan dari kecanduan barang haram tersebut. Sebelumnya Ia pernah ikut Alcoholics Anonymous (AA) dan Narcotics Anonymous (NA). Namun Ia merasa kurang sesuai untuk dirinya yang memiliki latar belakang pendidikan agama Islam yang kuat.
Lewat Islami Milati, ia merasa kembali menemukan jati dirinya sebagai Muslim. Ia bisa kembali beribadah dan mempelajari agamanya secara lebih dalam. Dan menurutnya yang paling berharga adalah keluarganya yang dulu pernah membuangnya karena kecanduan dan perilakunya yang buruk, kini kembali merangkul Yunus.
Sementara salah seorang konsultan program Islami Milati, Muhammed Syafik, mengatakan, kasus kecanduan alkohol dan narkoba di kalangan Muslim relatif tinggi, seperti halnya komunitas-komunitas lain. Sayangnya, banyak komunitas Muslim cenderung menghindar atau bahkan angkat tangan bila berhadapan dengan kasus kecanduan.
“Kecanduan itu sesuatu yang umum terjadi. Sayangnya komunitas Muslim pada umumnya tidak sensitif terhadap masalah ini mengingat Islam memang melarang minuman beralkohol dan narkoba. Di negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, yang mayoritas penduduknya non-Muslim, banyak Muslim yang mudah tersesat. Para pemuda Muslim, contohnya, berusaha sedemikian rupa menyesuaikan diri dengan lingkungan pergaulannya. Jika kebetulan mereka berada dalam lingkungan yang keliru, mereka akan dengan mudah terbawa arus atau tersesat,” kata Syafik dalam wawancara bersama Tim VOA.
Menurut Abdul Wakil Muhammad, ketua Program Islami Milati cabang New York, program itu sebetulnya mengadopsi teknik-teknik yang sebelumnya dikembangkan untuk Alcoholics Anonymous dan Narcotics Anonymous. Hanya saja, para pesertanya dilatih untuk memperkaya batin dengan pengetahuan agama dan doa-doa. Jadi aspek rohani tidak dilupakan.
Program ini menabukan penggunaan istilah kecanduan. Para pesertanya diminta menggambarkan “kecanduan” mereka sebagai “fallen human condition” atau kondisi keterpurukan manusia.
Keterlibatan Muhammad dalam Program Islami Milati bukan tanpa alasan. Ia sendiri dulunya adalah pecandu narkoba dan alkohol. Ia menganut Islam sejak 1995, dua tahun setelah bergabung dalam program Islami Milati. Sejak itu ia aktif dalam program-program penanggulangan kecanduan, dan bahkan menjadi salah satu ketuanya.
Selain di New York, Islami Milati tersebar di banyak kota besar di Amerika, seperti Atlanta, Dallas, Miami, Cincinnati, Pittsburgh, San Diego, dan Tucson. Program ini telah membantu ratusan Muslim dan non-Muslim yang kecanduan narkoba dan alkohol
Di Masjid Islamic Brotherhood, program ini selalu diumumkan usai salat Jumat. Tujuannya tidak hanya mengundang mereka yang kecanduan untuk mengatasi masalah mereka, tapi juga menyadarkan komunitas Muslim agar tidak lagi menganggap hal ini sebagai sesuatu yang tabu. Pasalnya kecanduan narkoba dan alkohol benar-benar terjadi di kalangan mereka.
Masjid Islamic Brotherhood tetap buka selama masa pandemi dengan memberlakukan protokol kesehatan. Para penyelenggara program Islami Milati pun tetap menjalankan kegiatan mereka. Mereka berpendapat, pandemi bisa menimbulkan depresi, dan depresi bisa mendorong banyak orang mencari pelarian melalui narkoba dan minuman beralkohol. (Voa/anw)