Malang – Peringati hari Perempuan Internasional, Suara Perempuan Desa (SPD) membuka Sekolah Srikandi Desa (SSD). Digelar di Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. SSD merupakan pengembangan dari Sekolah Perempuan. Alumninya sebanyak 925 warga tujuh desa. Penggagasnya, Salma Safitri.
Dia mengatakan SPD sudah ada sejak 2013. Selama itu, ada tujuh desa yang disinggahi, yakni Desa Songgokrto, Sidomulyo, Gunungsari, Bulukerto, Giripurno, Tlekung dan Junrejo.
“Ini pendidikan non formal. Bagi ibu-ibu. Usia 18 tahun ke atas,” kata Fifi sapaannya kepada Di’s Way Malang Post.
Materinya: pengetahuan praktis, pengetahuan strategis, keterampilan dan upaya pengembangan ekonomi melalui koperasi. Pembelajaran seminggu sekali. Setiap pertemuan dua jam. Selama setahun hingga Desember mendatang. “Sekitar 20 kali total pertemuan. Dalam kelas, juga di luar,” ujarnya.
Konsep yang diusung adalah pemahaman hak perempuan. Seperti menjelaskan di dalam UU desa, terdapat hak perempuan ikut Musrenbang Desa. “Sehingga perempuan ikut dalam Musrenbang Desa. Mereka bisa memperjuangkan hak-haknya,” ujar Fifi. Tujuannya, memahamkan apa yang belum mereka pahami. Sehingga menjadi perempuan cerdas, kritis, dan memiliki tata krama.
Perempuan di Kota Batu saat ini, 70 persen lulusan SMP. Banyak yang kawin muda atau terpaksa kawin. Seperti dijodohkan atau karena pergaulan bebas. Sehingga menikah sebelum waktunya. Juga belum sadar dengan kelestarian lingkungan. Padahal kota ini, merupakan sumber air yang dibutuhkan 18 kota/kabupaten di Jawa Timur. Maka harus sadar melestarikan kondisi air dan tanahnya.
“In karena Kota Batu mengalami perubahan begitu pesat. Awalnya memiliki lahan pertanian luas. Tapi kini berkurang. Karena pembangunan pariwisata,” jelas dia. Seyogyanya perempuan harus kritis dengan kondisi ini. Mempertahankan tanah yang ada. Agar tidak terjadi peralihan fungsi.
Kaprodi Ilmu Hukum Uwiga, Zulkarnain mengatakan. Dalam paparan materinya, ia mengajak para perempuan desa. Agar makin melek informasi dan teknologi digital. Namun harus tetap dimanfaatkan dengan baik.
“Kami mengutamakan perempuan. Karena banyak di ranah domestik. Banyak tinggal di rumah. Sehingga memiliki masa senggang lebih banyak,” katanya. Memungkinkan mengupdate media sosial lebih tinggi. Maka pihaknya berupaya menyadarkan masyarakat. Termasuk penegak hukum, bahwa UU ITE terkait dengan ketentuan-ketentuan pidana terhadap pemanfaatan teknologi informasi. Tidak serta merta untuk membawa seseorang ke ranah pidana.
Ini dilhat dari tujuan UU ITE. Sebenarnya untuk mengurangi dengan cara membuat peringatan. Bukan berfungsi untuk menakut-nakuti masyarakat. “Mens area itu merupakan hal-hal yang tak diketahui. Jadi jika tidak tahu, jangan langsung dilaporkan ke polisi. Karena tujuan dari hukum pidana ini adalah ultimum remedium. Artinya senjata pamungkas,” jelasnnya.
Namun jika sangat penting, maka hukum pidana yang utama. Seperti, menyangkut keamanan negara. Itu sangat fatal kalau tidak ditegakkan. Namun, jika semisal pencemaran nama baik atau merasa tersinggung. Hukum ini lebih dulu bersifat saling memaafkan. Karena di dalam agama juga sudah dijelaskan untuk saling memaafkan.
“Kalau sedikit-sedikit lapor hanya dengan permasalah seperti itu. Kasian penegak hukum, ditakutkan masalah yang lebih penting terlewatkan. Hanya dengan mengurusi masalah yang kecil dan bisa diselesaikan secara baik,” tandasnya. (ano/jan)