Surabaya – Dalam kasus yang pertama, terpidana Rendra Kresna dibebani uang pengganti (UP) sebesar Rp 5,4 miliar. Sudah dicicil Rp 1,6 miliar, jadi masih ada sisa sekitar Rp 3,9 miliar yang harus dibayar. Sedangkan dalam kasus gratifikasi di Kab Malang, terdakwa Rendra Kresna (Nomor Perkara 84/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby) mengaku siap mengembalikan kerugian. Termasuk melunasi UP di kasus pertama.
Hal itu ditegaskan Rendra Kresna saat ditanya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Joko Hermawan dalam sidang kasus gratifikasi di Kab Malang, Selasa (2/3). Terdakwa Rendra Kresna yang tengah menjalani hukuman dalam kasus pertama, dihadirkan dari Lapas Porong, Sidoarjo ke Pengadilan Tipikor, Surabaya. Ia memberi keterangan sebagai terdakwa maupun saksi bagi terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby).
“Ada lima rekening Pak Rendra ini yang diblokir KPK. Rekening di BNI, Bank Jatim maupun dua rekening di BRI. Jumlah totalnya ada sekitar Rp 8,1 miliar. Tadi penasihat hukum saudara mengatakan, Pak Rendra ini siap untuk mengembalikan kerugian. Jadi uang-uang itu nanti siap diseksekusi. Bapak bersedia kan?,” tanya Jaksa Joko Hermawan.
“Siap. Saya siap mengembalikan. Semua rekening itu ada dalam penguasaan KPK,” tegas Rendra Kresna. “Baik, nanti biar segera dieksekusi. Kalau mampu ya segeralah membayar,” lanjut Joko. Untuk uang pengganti (UP) dalam kasus pertama, Rendra Kresna dibebani sebesar Rp 5,4 miliar. Sudah dicicil Rp 1,6 miliar. Masih ada sisa sekitar Rp 3,9 miliar.
Sebelumnya, terdakwa Rendra juga mengatakan, cek-cek ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah yang disebutkan oleh terdakwa Eryk Armando Talla tidak ada hubungannya dengan dirinya. “Cek-cek yang disebutkan tadi ada hubungannya dengan bapak?” tanya penasihat hukum Rendra Kresna, Haris Fajar.
“Tidak ada hubungannya dengan saya,” kata Rendra. “Terus yang uang Rp 750 juta dua kali itu apa?,” lanjut Haris. “Itu uang yang saya pinjam dari saudara Junaidi,” lanjut Rendra. “Oh, itu uang pinjam dari saudara Junaidi. Bisa disebutkan berapa penghasilan total bapak sebagai kepala daerah dalam satu periode,” kata Haris.
“Penghasilan total saya sebagai kepala daerah, Bupati Malang, selama lima tahun atau dalam masa satu periode jabatan, sekitar Rp 7,5 miliar. Rinciannya ada dan itu resmi. Sudah ada aturannya,” kata Rendra Kresna.
Di awal keterangannya sebagai terdakwa, Rendra Kresna mengatakan bahwa dirinya tidak pernah menerima uang dari terdakwa Eryk Armando Talla (Nomor Perkara 82/Pid.Sus-TPK/2020/PN Sby). Baik yang berupa uang cash Rp 1,2 miliar, Rp 575 juta maupun Rp 500 juta.
Awalnya, JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK Joko Hermawan menanyakan soal uang yang menurut Eryk Armando Talla telah disetorkan ke Rendra Kresna. Baik di rumah pribadi maupun di ruang kerja bupati. Setoran uang itu dilakukan lewat perantara Budiono, ajudan Rendra Kresna yang saat itu menjadi Bupati Malang.
“Ada uang sebesar Rp 1,2 miliar, Rp 575 juta maupun Rp 500 juta yang menurut Eryk disetorkan ke saudara. Apakah saudara menerimanya?,” tanya Jaksa Joko Hermawan. “Tidak pernah. Saya tidak pernah menerima uang-uang itu,” kata Rendra Kresna.
Joko juga menyoroti program plesterisasi, bedah rumah yang masuk dalam Bina Desa. “Itu memang program Bupati Malang saat saudara menjabat? Anggarannya dari mana?” tanya Joko. “Memang itu program saya tapi penganggarannya tidak masuk di APBD,” kata Rendra.
Dari sekitar 720 ribu rumah, kata Rendra, masih ada sekitar 100 ribu rumah yang tidak layak di Kab Malang. “Dan itu dipaparkan secara terbuka siapa yang mau ikut berpartisipasi. Secara persisnya saya tidak tahu berapa rumah yang sudah diperbaiki. Tapi yang jelas sudah ribuan. Dengan biaya perbaikan per rumah Rp 7,5 juta,” kata Rendra Kresna. (azt/jan)