Malang – Renovasi salah satu bangunan yang diduga cagar budaya, yakni Gedung Kembar Rajab Ally, mendapat perhatian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang (Dindikbud). Bersama Tim Ahli Cagar Budaya (TABC) Kota Malang, Dindikbud telah melakukan peninjauan langsung ke lapangan. Tepatnya pada 25 Februari 2021.
Pada tinjauan itu, tim langsung ditemui pemilik dan mendapat informasi yang jauh berbeda dengan kabar mengenai pembongkaran gedung yang dikenal dengan sebutan Rajabali itu.
“Pemilik gedung justru akan memperkuat dan mempertahankan fasade gedung, agar tetap memiliki kesandan nilai heritage,” kata Kepala Bidang Kebudayaan Dindikbud Kota Malang, Dr Dian Kuntari STTP MSi.
Selain itu,lanjut Dian, pemilik hanya ingin mengalihfungsikan gedung itu menjadi sebuah kafe yang bernuansa heritage. “Memang ada penambahan dan renovasi, namun sekali lagi tidak secara total direnovasi atau bahkan dibongkar. Renovasi itu hanya untuk memperkuat bangunan dan merapikan bagian dalam bangunan tanpa menghilangkan nilai heritage dari bangunan itu,” tegas Dian yang juga mantan Lurah Madyopuro ini.
Dilihat dari sisi sejarah serta dari data primer yang ada, bangunan kembar Rajabali ini menunjukkan bangunan cagar budaya. Bangunan itu saat ini memang belum ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.Karena masih dalam tahap pengkajian yang dilakukan oleh TACB beserta Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB) lainnya.
“Tahapan penetapan ini tentu tidak hanya berhenti sampai pada pengkajian saja. Namun,perlu persetujuan pemilik bangunan itu untuk dijadikan sebagai bangunan cagar budaya,” jelas.
Benarkah Karsten seorang arsitek ternama pada masa Kolonial yang membuat atau yang mendesain gedung kembar Rajabali itu, lanjut dia,tentu saja hal ini perlu untuk dikaji ulang. Memang menilik dari data sejarah, Herman Thomas Karsten adalah tokoh yang berperan besar dalam perencanaan kota dan arsitektur di Indonesia.
Karsten memulai karirnya di Indonesia sebagai penasihat perencanaan di Kota Semarang. Kemudian Karsten menjadi penasihat perencanaan Kota Jakarta, Bandung, Magelang, Malang, Bogor, Madiun, Cirebon, Jatinegara, Yogyakarta, Surakarta, Purwokerto, Palembang, Padang, Medan dan Banjarmasin. Sebagai arsitek, karya-karyanya tersebar di berbagai kota.
Memang di Semarang, Yogya, Solo dan beberapa kota lain diketahui Karsten mendesain bangunan, seperti salah satunya adalah Gedung Sobokartti di Jalan Dr Cipto 31-33 Semarang. Selain bangunan itu, karya Thomas Karsten di Semarang antara lain Pasar Johar, Kantor Asuransi Jiwasraya, Kantor PT Kereta Api Daop 4 dan rancangan permukiman Candi Baru dan Mlaten.
Di Yogyakarta antara lain Karsten merancang Museum Sono Budoyo. Sedang di Surakarta selain Pasar Gede juga beberapa bagian Pura Mangkunegaran. Dalam setiap karyanya penghawaan dan pencahayaan alam selalu diperhitungkan dengan cermat demi kenyamanan pengguna. Karsten juga diakui mampu memadukan unsur-unsur Indonesia dan Barat secara harmonis dalam rancangannya.
Kembali pada bangunan Rajabali, dari beberapa data mengenai desain Karsten pada bangunan memang ada. Namun di Kota Malang data primer yang sampai saat ini dapat dipelajari menyebutkan bahwa ia mendesain tata kota, khususnya Jalan Idjen, bukan bangunannya.
Jadi dalam hal ini dibutuhkan sekali data pendukung untuk menyatakan bahwa bangunan Rajabali adalah karya dari Herman Thomas Karsten. Data primer yang dapat dilacak sejauh ini bahwa bangunan gedung kembar Rajabali itu adalah karya dari Karel Bos. Baru setelah Karsten mengembangkan Bouwplan V Kota Malang, gedung kembar itu ikut dikembangkan olehnya.
Berbagai respons masyarakat dalam menanggapi dan menyikapi pembangunan atau perapian gedung Rajabali patut diapresiasi. Hal ini menujukkan bahwa masyarakat sangat peduli terhadap tata kelola Kota Malang beserta bangunan sejarahnya agar Malang Kota Heritage bisa terwujud sebagaimana harapan kita bersama.
“Selain itu, kesadaran pemilik bangunan/gedung/rumah yang dinilai sebagai cagar budaya penting dimiliki. Pemkot Malang turut mendukung pelestarian cagar budaya dengan memberikan kompensasi pada bangunan atau rumah yang ditetapkan sebagai cagar budaya dari aspek perpajakan daerahnya. Yaitu berupa pengurangan sebesar 50 persen dari tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan (PBB) sebagaimana peraturan perundangan yang berlaku,” pungkas Dian Kuntari.(ekn)