Malang – Bertahun-tahun sinkronisasi antara pajak parkir dan retribusi parkir tak kunjung kelar. Karena itu, Wali Kota Malang, Drs H Sutiaji, mendorong Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) untuk melakukan sinkronisasi antara pajak parkir dan retribusi parkir yang selama ini belum dikelola secara maksimal.
“Sebetulnya tusinya (tugas dan fungsi) sudah jelas; pajak parkir ada di Bapenda dan retribusi parkir ada di Dishub (Dinas Perhubungan). Namun, kali ini, saya berharap terjadi sinkronisasi data agar dapat dikelola dengan baik,” ujar Wali Kota Sutiaji pada Forum Perangkat Daerah (FPD) Rancangan Rencana Kerja (Renja) 2022 di Hotel Savana, Minggu (28/2).
Menurut Sutiaji, Bapenda dan Dishub sudah bertemu guna memecahkan permasalahan pada potensi pemasukan pajak daerah. “Nanti sesuai tusinya. Kalau pajak ya Bapenda, kalau retribusi ya ke Dishub,” jelasnya.
Berbicara tentang peningkatan pendapatan, perlu ada intensifikasi, ekstensifikasi, dan kolaborasi. “Ini sudah ada 300 titik dari target 500 titik yang kemarin luput dari potensi pendapatan kita. Kurang lebih Rp 5 miliar tidak ditarik oleh Dishub karena dikira milik Bapenda, dan Bapenda sendiri tidak memiliki target,” ungkap Sutiaji.
Merespons saran dan masukan dari wali kota, Kepala Bapenda, Dr Handi Priyanto, pun sudah merancang aplikasi untuk digitalisasi parkir. “Untuk memudahkan Bapenda, Dishub dan masyarakat, akan diluncurkan Sisparma (Sistem Parkir Malang). Dengan begitu, fungsi pengawasan nantinya ada di Dishub. Kami jadikan satu di situ, untuk fungsi kontrol dan pengawasannya. Sementara untuk penarikannya tetap Bapenda,” ungkap Handi.
Dipaparkan Handi, sistem pengelolaan retribusi akan masuk ke Dishub, sedang pajak masuk ke Bapenda. “Yang menjadi daerah abu-abu adalah ruko. Kalau dulu halaman ruko ditemukan Dishub duluan, maka akan dimasukkan retribusi. Alasannya, karena ekornya ada di jalan. Kalau ditemukan Bapenda dahulu, akan dimasukkan ke pajak karena kepalanya ada di dalam,” papar pria yang juga menjabat sebagai Plt Kepala Dishub ini.
Sementara perlakuan pajak dan retribusi pun berbeda. Perbedaan terletak pada pajak yang tidak memiliki karcis, sedang retribusi ada. “Selain itu pajak hanya setor 25 persen dari omset pemilik usaha parkir, kalau retribusi tidak. Makanya sekarang dalam pendataan ini ruko akan kami masukkan dalam pajak,” tambahnya.
Upaya ini murni untuk mempermudah pengawasan. Karena permasalahan antara pajak dan retribusi parkir sudah muncul sejak 2008 dan akan diselesaikan saat ini. “Sejak ada Undang-undang Pajak dan retribusi parkir tahun 2008, kami kacau di awal. Jadi ini permasalahan 13 tahun, mudah-mudahan secepatnya selesai,” jelas Handi optimistis.
Berkaitan kemungkinan kebocoran pada aplikasi Sisparma ketika digunakan, Handi menegaskan, bahwa aplikasi ini sangat efektif. Pasalnya, dalam aplikasi ini semuanya bisa jadi pengawas.(jof/ekn/Adv)