Jakarta – Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, terjadi kecenderungan penurunan jumlah test saat libur. Yang berakibat pada kasus terkonfirmasi juga turun. Namun positivity rate nya naik.
Menkes mencontohkan, hari libur tanggal 1 – 2 Januari 2021, positivity rate-nya tinggi dan tesnya relatif turun. Begitupun hari libur tanggal 10 – 11 Januari 2021. Jumlah tesnya turun kemudian positivity rate-nya naik. Demikian terulang terus, sehingga saat Imlek pun terjadi pola yang sama.
‘’Jadi setiap saat libur itu, positivity rate-nya memang naik. Lonjakannya ada karena memang liburannya yang panjang,’’ katanya saat konferensi pers virtual.
Dalam kondisi normal, angka positivity rate saat ini masih tinggi. Pada Selasa (16/2) lalu, mencapai 38,34 persen. Masih jauh dari standar WHO, dibawah 5 persen.
Setiap ada liburan panjang dan mobilitas manusia tinggi, akan terjadi kenaikan confirm case 30-40 persen. Setelah 14 hari, puncak kasus konfirmasi setelah libur panjang Nataru, sudah terlampaui, sehingga confirm case turun.
Selain itu, juga dilakukan pengetatan mobilitas melalui PPKM, sehingga menyebabkan kasus konfirmasi turun.
Crosscheck data terhadap jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit, juga secara konsisten mengalami penurunan, selama dua minggu terakhir.
‘’Kami mengambil kesimpulan, jumlah turunnya testing benar-benar disebabkan oleh libur. Turunnya kasus konfirmasi dan turunnya pasien yang di rawat di rumah sakit, memang disebabkan secara fundamental laju penularan kasus berkurang. Puncak dari laju penularan libur Nataru, telah tercapai. Dampak penerapan PPKM, bisa membatasi pergerakan masyarakat sehingga mengurangi laju penularan,’’ tegas Menkes.
Positivity rate merupakan salah satu indikator penting, dalam penanganan pandemi. Dihitung dengan membandingkan jumlah orang yang positif, dengan jumlah orang yang diperiksa. Menkes menyampaikan tiga hipotesa terhadap kasus ini.
Hipotesa pertama, Budi menjelaskan, banyak data mengenai hasil tes PCR, yang hasilnya negatif belum langsung dikirim ke pusat. Sehingga data yang diterima itu lebih banyak data yang positif.
Setelah dicek ke beberapa rumah sakit dan laboratorium, penyebabnya adalah cara memasukkan data ke sistem aplikasi dinilai rumit. Akibatnya rumah sakit dan Lab lebih banyak memasukkan data positif dulu. Sementara data hasil negatif belum diinput.
‘’Sehingga menurut mereka yang penting adalah data positif, agar bisa diisolasi. Itu yang mengakibatkan positivity rate-nya naik,’’ tutur Budi.
Kemenkes telah memperbaiki sistem aplikasi tersebut, sehingga akan memudahkan semua rumah sakit, semua fasilitas kesehatan untuk memasukkan laporan secara otomatis.
Hipotesa kedua adalah, memang kemungkinan kasus positif sudah lebih banyak sedangkan testingnya yang kurang. Itu sebabnya untuk mencapai hipotesa ini, pihaknya akan meningkatkan jumlah pemeriksaan. Sejalan dengan penerapan program Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro. Menggunakan RDT Antigen untuk memperluas cakupan target pemeriksaan.
‘’Sehingga lebih banyak mendeteksi kasus positif. Sehingga dengan semakin luas cakupan target pemeriksaan, sehingga positivity rate yang ada lebih menggambarkan kondisi yang sesungguhnya,’’ katanya.
Hipotesa terakhir adalah banyak Lab yang belum konsisten memasukkan laporannya. Budi mengatakan, perlu komunikasi yang baik dengan para peneliti Covid-19 di seluruh Indonesia, untuk memastikan agar mereka disiplin dan memasukkan data yang lengkap, serta on time.
‘’Dengan demikian kita bisa melihat data positivity rate yang sebenarnya sehingga kita bisa mengambil keputusan dan kebijakan yang lebih tepat,’’ ungkap Budi. (Rdt)