Mie instan merupakan salah satu contoh hasil kemajuan teknologi pangan. Mengonsumsi mie instan tentu bukan hal asing bagi sebagian besar masyarakat. Menyajikan rasa yang enak, mudah disajikan, dan harga yang terjangkau, menjadikan makanan cepat saji ini sebagai menu favorit dikalangan masyrakat, termasuk Indonesia. Namun, tahukah anda terdapat bahaya mie instan di balik kenikmatannya?
World Instant Noodles Association pada tahun 2013 menyatakan jumlah konsumsi mie instan relatif tinggi di negara Asia, terutama warga Korea Selatan yang mengonsumsi 3,4 miliar bungkus mie instan pada tahun 2010. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Djajadi, (2015) konsumsi mie instan di Indonesia mencapai 75 bungkus/ kapita/ tahun. Hal ini diperkuat dengan data Riskesdas, (2013) yaitu 6 dari 10 orang di Indonesia mengonsumsi mie instan lebih dari 1 kali dalam sehari. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Shin, dkk (2014) pola konsumsi mie instan sebanyak > 1 x per minggu dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan metabolisme “Sindrom Metabolik” sebesar 68% dibandingkan dengan mereka yang konsumsi < 1 x per bulan.
Resiko Terjadinya Sindrom Metabolik
Metabolic syndrome atau sindrom metabolik adalah beberapa gangguan kesehatan yang terjadi secara bersamaan. Gangguan tersebut meliputi peningkatan tekanan darah tinggi (hipertensi), penumpukan lemak di perut (dislipidemia dan obesitas), kadar gula darah yang tinggi (Diabetes Mellitus), kolesterol, dan trigliserida. Seseorang dikatakan menderita sindrom metabolik apabila mengalami sedikitnya tiga dari gangguan tersebut.
Sindrom ini sering ditemukan pada usia dewasa. Gejala yang biasa muncul adalah perut membuncit, sering haus, frekuensi buang air kecil meningkat, tubuh mudah lelah, sakit kepala, pegal-pegal, dan sesak nafas. Bila berlangsung dalam jangka panjang, sindrom metabolik bisa meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung dan stroke.
Faktor penyebab terjadinya sindrom metabolik adalah riwayat orang tua dengan penyakit kardiovaskular atau diabetes melitus tipe-2, faktor genetik, faktor lingkungan, serta pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat. Dalam hal ini seperti asupan kalori yang berlebihan dan kurang beraktivitas (sedentary lifestyle).
Bukan Sumber Nutrisi yang baik
Mie instan merupakan salah satu produk makanan yang telah melalui beberapa proses tahapan sebelumnya. Makanan yang diproses adalah makanan yang telah diubah dari bentuk aslinya menjadi bentuk baru karena alasan tertentu seperti meningkatkan kesehatan, cita rasa, dan lainnya. Bahaya mie instan jika dimakan terlalu sering adalah terkait dengan banyaknya proses kimia dan penambahan bahan-bahan lain yang tidak baik untuk kesehatan tubuh. Mie instan kerap disebut sebagai makanan tidak sehat lantaran kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, namun rendah protein, serat, vitamin, dan mineral.
Mengandung MSG
Monosodium Glutamate (MSG) berfungsi dalam meningkatkan rasa mie instan menjadi lebih asin, manis, atau asam. Hal ini memang kerap terkandung pada banyak makanan olahan, seperti juga penambah rasa dan pengawet yang dapat membahayakan kesehatan. MSG memiliki risiko terhadap kesehatan yaitu dapat menimbulkan dampak buruk bagi tubuh jika terlalu banyak dikonsumsi. Salah satunya memicu terjadinya reaksi alergi dengan gejala rasa sakit pada dada, berkeringat, jantung berdebar, dan sakit kepala.
Tinggi Karbohidrat dan Natrium
Satu kemasan mie instan bisa mengandung sekitar 860 mg natrium. Jumlah ini belum ditambahkan natrium dari makanan lain yang anda konsumsi pada hari yang sama. Sedangkan asupan natrium yang disarankan tidak lebih dari 2.000-2.400 mg (setara 5-6 gram garam) per hari.
Kemasan yang digunakan
Beberapa mie instan dikemas dengan menggunakan bahan styrofoam yang mengandung bahan kimia bisphenol A (BPA). BPA dapat berdampak mengganggu cara kerja hormon, mempengaruhi perkembangan otak, serta menghambat aktivitas. Bagi orang dewasa dapat berisiko meningkatkan penyakit jantung.
Mencegah Sindrom Metabolik
Perkembangan sindrom metabolik dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat terutama pada masa produktif seperti memperbaiki pola makan, mengurangi frekuensi konsumsi makanan asin dan membatasi makanan manis, berlemak, penyedap, mie instan tidak lebih dari satu kali per minggu, serta memperbanyak konsumsi sayur dan buah setidaknya 4 – 5 porsi per hari.
Penulis: Isnani Rifaiyah, S.Gz (Mahasiswa Profesi Dietisien, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya)