Malang – Upaya melandaikan kurva pandemi terus dijalankan. Untuk menciptakan herd immunity dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Setidaknya ada tiga jurus untuk menciptakan Flattening the Curve pandemi: Triangle Epidemiologi, PPKM Mikro dan Penguatan Puskesmas.
“Genderang perang melawan pandemi covid belum mereda. Seluruh komponen bangsa Indonesia kompak melakukan upaya Flattening the Curve (melandaikan kurva) pandemi secara massif dan bersamaan. Saya melihat ada tiga jurus menciptakan Flattening the Curve. Menjalankan Triangle Epidemiologi, PPKM Mikro dan Penguatan Puskesmas,” tegas Wakil Ketua Satgas Covid 19 NU Malang Raya, dr Umar Usman MM.
Ia sepakat dengan kebijakan Kemenkes RI merombak strategi testing tracing (penelusuran) saat PPKM mikro mulai 9-22 Februari 2021. Ini bertujuan mencapai target flattening the curve di Indonesia.
“Kita akan melakukan pemeriksaan rapid antigen yang lebih memudahkan dalam mendiagnosis. Tidak perlu menunggu lama, baik suspek maupun kasus kontak. Sebelumnya, semua kasus kontak, kita lakukan pemeriksaan laboratorium,” tambah Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Malang ini.
Kemenkes berupaya memenuhi target tracing 1:30 dari WHO. Artinya, jika seorang terpapar, maka 30 orang terdekatnya harus diperiksa. Rapid antigen maupun swab PCR. Juga dilakukan treatment atau perawatan isolasi yang responsif dan masif. Maka, kasus bergejala ringan dan sedang bisa segera membaik. Tak mengalami perburukan kondisi, hingga harus dirawat di RS atau ICU.
Pemerintah fokus di 98 kabupaten/kota di Jawa-Bali. Proses pelacakan harus kurang dari 72 jam, untuk kasus kontak positif. Maka akan ditambah jumlah relawan tracer. Saat ini, disiapkan penambahan 80 ribu tracer.
Umar menuturkan, upaya menurunkan kurva pandemi adalah triangle epidemologic (segitiga epidemologi). Ada tiga unsur yang diperhatikan. Yakni, mutasi virus, kesadaran protokol kesehatan pada masyarakat dan program pemerintah.
“Jadi, penyakit apapun itu, kalau bisa dicegah maka dicegah. Tapi kalau enggak bisa dicegah, paling tidak bisa ditemukan sejak awal. Kalau enggak bisa juga, baru diobati,” kata alumnus Kedokteran Universitas Airlangga ini.
Kebijakan membatasi mobilitas warga layak didukung. Pembatasan mobilitas dan testing sedini mungkin, dianggap menjadi jalan keluar. Sambil menunggu keefektifan vaksin.
Forum 100 CEO berharap, vaksin dapat memulihkan keadaan Indonesia. Khususnya bidang ekonomi. Keterlibatan berbagai pihak dalam distribusi vaksin diharapkan dapat mempercepat proses pemulihan ekonomi Indonesia.
“Semakin cepat vaksin diserap masyarakat, maka semakin cepat masyarakat dapat bergerak. Sehingga perputaran ekonomi juga akan semakin cepat,” urainya.
Pemberlakuan PPKM skala mikro di Jawa-Bali, akan efektif jika memiliki peta valid. Lantaran beberapa poin pembatasan mobilitas pada PPKM mikro, lebih longgar dari PPKM sebelumnya.
“Kita selayaknya berjalan dengan peta valid. Karena testing masih minim. Semakin kecil kemampuan testing seharusnya semakin makro,” terang dr Umar.
PPKM mikro diterapkan mulai Selasa 9 Februari 2021. Mengklasifikasikan RT/RW berdasarkan zonasi atau pemetaan resiko wilayah terpapar covid. Sementara, kondisi tes deteksi di Indonesia masih minim.
Upaya mengoptimalkan peran RT/RW dalam mencegah sebaran covid di kampung. Peran masyarakat sangat penting membantu pemerintah melakukan pemantauan skala kecil.
“Diharapkan dioptimalkan kampung tangguh dan jogo tonggo,” urai dr Umar.
Beberapa negara berhasil melandaikan grafik, setelah benar-benar memperkuat upaya di hulu. Seperti: tes, telusur dan tindak lanjut (3T) dibandingkan lainnya. Hongkong misalnya. Berhasil melakukan tes dan telusur terhadap 87 persen penduduknya. Kemudian Singapura, 90 persen penduduknya. Kondisi ini menjadikan peta zonasi benar-benar akurat. Bahkan India, yang memiliki jumlah penduduk 1,3 miliar berhasil melakukan tes dan telusur terhadap 15 persen total penduduknya.
Gagasan PPKM secara masif dan keseluruhan itu, harus segera dilakukan secara terpusat. Sebab 11 bulan pandemi, sewajarnya menjadi media pembelajaran yang hebat bagi pemerintah dan warga.
Bahwa penyebaran masif terjadi, akibat mobilitas warga. Maka pengetatan mobilitas warga dengan tidak membuka sektor non-esensial, serta upaya 3T yang masif. Ketika dilakukan, baru akan terlihat pelandaian kasus dalam beberapa pekan setelahnya.
“PPKM yang dilonggarkan selayaknya ada penguatan signifikan. Testing, tracing dan isolasi karantina di semua wilayah. Karena kebijakan harus berbasis sains dan data epidemiologi terkini,” tutur dr Umar.
Penguatan puskesmas adalah kunci percepatan penanganan. Namun beberapa aspek harus diperbaiki (diperkuat). Seperti sumber daya tenaga medis, insentif bagi nakes, sarana kesehatan lain hingga kecukupan obat-obatan.
“Meski di lapangan puskesmas kewalahan dan hampir kolaps memutus penularan di level paling bawah, namun kita harus optimis. Apa yang terjadi, apa yang perlu dioptimalkan, agar beban berat yang dipikul puskesmas bisa lebih ringan cepat ditangani,” terang dr Umar mengakhiri. (jan)