Jakarta – Satgas Covid-19, melakukan monitoring perubahan perilaku masyarakat selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Satgas Penanganan Covid-19 menilai, dalam dua minggu ini, sudah ada perubahan perilaku masyarakat. Tapi belum dikatakan berhasil.
‘’Terlihat dalam dua minggu ini, memang ada perubahan. Namun belum dapat dikatakan berhasil,’’ ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito yang disiarkan lewat kanal Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (4/2).
Prof. Wiku mengatakan, pihaknya optimistis atas perubahan perilaku ini. Menurutnya, PPKM akan berdampak, jika masyarakat patuh pada protokol kesehatan.
‘’Pembatasan kegiatan ini, akan berdampak lebih signifikan lagi. Terhadap perkembangan kasus positif. Serta kebutuhan protokol kesehatan, apabila terus dilakukan dengan disiplin oleh seluruh lapisan masyarakat,’’ ucap Prof. Wiku.
Pemerintah melaporkan, 256 kota dan kabupaten yang mematuhi jaga jarak dan menghindari kerumunan, sejak diberlakukan PPKM. Awalnya ada 241 kabupaten/kota dinyatakan patuh menerapkan jaga jarak dan menghindari kerumunan, pada awal masa PPKM. Saat minggu kedua PPKM (25-31 Januari), angka ini bertambah 15 kabupaten/kota. Setara dengan 6,2 persen, menjadi 256 kabupaten/kota.
Untuk tingkat kepatuhan memakai masker, mulanya ada 263 kabupaten/kota yang warganya patuh memakai masker, sebelum PPKM diterapkan. Selama dua minggu PPKM berjalan, jumlahnya turun menjadi 250 kabupaten/kota.
‘’Dari 263 kabupaten kota menjadi 250 kabupaten/kota atau sebesar 5,2 persen. Namun pada minggu kedua pelaksanaan PPKM, angka ini bertahan. Sehingga tidak ada penurunan lebih lanjut pada kabupaten kota, yang patuh dalam memakai masker.
‘’Namun sekali lagi, seharusnya pembatasan kegiatan, baru bisa dikatakan berhasil, apabila mampu meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam memakai masker,’’ lanjutnya.
Sementara itu terkait dengan dampak PPKM terhadap kasus aktif Covid-19 di Indonesia, Satgas menyebut terjadi penurunan keterisian tempat tidur (bed occupancy rate-BOR) di rumah sakit (RS) rujukan Covid-19 secara drastis.
‘’Selama periode pembatasan kegiatan dua minggu ini, perkembangan kasus aktif dan cenderung lebih melandai, dibandingkan periode sebelumnya. Kemudian, jika dilihat pada tren keterisian tempat tidur, ruang isolasi di RS rujukan Covid-19 secara nasional, maka terjadi penurunan persen keterisian, yang cukup drastis. Sejak awal pelaksanaan pembatasan kegiatan, hingga pada akhir minggu kedua pada 31 Januari lalu,’’ jelas Prof. Wiku.
Wiku juga mengungkapkan, selisih penurunan persentase keterisian tempat tidur di RS rujukan Covid-19, pada dua minggu pertama Januari 2021 dan dua minggu setelah PPKM. Di mana selisih penurunannya mencapai 12 kali lipat.
‘’Selisih penurunan keterisian tempat tidur, ruang isolasi pada dua minggu pertama bulan Januari, adalah sebesar 0,72 persen. Sedangkan setelah pelaksanaan dua minggu periode pembatasan kegiatan, terjadi selisih penurunan yang jauh lebih besar. Yaitu 8,1 persen. Bahkan angka ini hampir 12 kali lipat dari selisih sebelumnya,’’ sebutnya.
Selain keterisian tempat tidur, Prof. Wiku juga membeberkan dampak PPKM terhadap kasus positif Corona mingguan. Disebutkan, penambahan kasus positif Corona mingguan lebih sedikit selama PPKM.
‘’Jika dilihat lebih jauh, peningkatan penambahan kasus positif mingguan yang terjadi selama pelaksanaan pembatasan kegiatan, lebih rendah dibandingkan dua minggu sebelumnya,’’ terang Wiku.
‘’Peningkatan pada 2 minggu pertama bulan Januari, yaitu sebelum pelaksanaan adalah sebesar 27,5 persen. Sedangkan peningkatan pada dua minggu kedua, yakni ketika pembatasan sosial telah dilaksanakan, menjadi lebih rendah. Yaitu sebesar 9,5 persen,’’ imbuhnya. (*rdt)