
KEADILAN: Sidang kasus gratifikasi Dindik Kab Malang, Selasa (26/1/2021) di Pengadilan Tipikor Surabaya. Darmawan Tri Sambodo merupakan salah satu saksi yang memberikan keterangan.( Foto: Aziz Tri P)
Malang – Pengamanan lelang menjadi poin penting, dalam pusaran kasus gratifikasi di Dinas Pendidikan (Dindik) Kab Malang. Pasalnya, pemenang lelangnya sudah ditentukan. Maka tidak boleh dimenangkan pihak lain.
Lelang pekerjaan ini, memang dilakukan secara elektronik. Tapi harus memunculkan perusahaan pemenang yang sudah ditentukan sebelumnya oleh terdakwa Eryk Armando Talla. Karena itu mereka berkomitmen memberikan fee kepada terdakwa.
Tak heran jika tim IT dan hacker bentukan Eryk, memegang peran besar mengawal proses lelang tersebut. Bagaimana peran vital mereka?
Itu terungkap dalam keterangan yang dibeberkan saksi Darmawan Tri Sambodo (Staf Bagian PDE IT) di sidang gratifikasi Dindik Kab Malang, Selasa (26/1) pekan lalu.
“Saya ikut pengamanan lelang proyek tahun 2011 Kab Malang di LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik.red). Waktu itu gangguan jaringan internet masih gencar-gencarnya,“ kata Darmawan di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya.
“Jadi, hacker dipakai untuk menghambat proses bagi perusahaan yang tidak masuk daftar pemenang. Sebaliknya, penawaran dari perusahaan Pak Eryk dan Ali Murtopo lancar dan menang,” lanjut saksi Darmawan.
“Bagaimana teknisnya?,” tanya Jaksa KPU, Eva Yustisiana.
Darmawan pun menerangkan. Jaringan internet itu, ibarat jalan raya. Maka harus dijejali paket data yang besar filenya. Jaringan dibikin penuh.
“Biar terjadi bottle neck,” kata Darmawan.
Setelah itu, ia membuat bahan-bahan penawaran dari perusahaan yang dibawa Eryk dan Ali Murtopo dengan file yang kecil.
“Sehingga bisa masuk, dan hanya perusahaan-perusahaan tertentu,” lanjutnya.
“Apakah penawaran dari perusahaan-perusahaan lain yang bukan dibawa Eryk Armando Talla dihapus?,” tanya Eva.
“Tidak. Soalnya kalau dihapus dari server, maka akan kacau. Ada kejadian, kebetulan waktu lelang berjalan. Saat itu bukan hanya di Dindik. Tapi juga di Dinkes, Binamarga. Ternyata ada yang dihapus. Maka semua file pun hapus. Banyak yang komplain. Maka tugas saya menghambat di jaringan. Bukan menghapus di server,” katanya.
“Saudara dikasih daftar IP address ataupun username password sejumlah perusahaan dari Eryk Armando Talla dan Ali Murtopo. Tujuannya agar mereka lah yang menang lelang?,” cecar Jaksa Eva.
“Beberapa dikasih. Tapi itu tak menjamin bisa mengamankan untuk memblokir keseluruhan jalur di jaringan,” kata Darmawan.
Eva pun membacakan kutipan BAP dari Darmawan.
“Tim Eryk memberikan IP address dari perusahaan-perusahaan yang akan mengupload file penawaran. Tugas saya mengecek IP address yang mengakses LPSE Kab Malang. Bila ada perusahaan yang tidak masuk di daftar Eryk, maka saya membuang IP address tersebut. Otomatis akan dikeluarkan dari LPSE dan untuk sementara waktu tidak bisa masuk,” kata Eva, yang kemudian diiyakan oleh Darmawan.
“Lalu bagaimana untuk tahun 2012 dan 2013?,” tanya Eva.
Menurut Darmawan, penanganannya seperti biasa. Mengamankan di jaringan. Bukan di server. “Kalau ada perusahaan lain yang tetap lolos, bisa masuk. Itu akan diblokir dari mesin. Tentu atas perintah pimpinan saya, Hary Tanjung,” kata Darmawan.
Saksi Darmawan juga mengungkapkan, selama bekerja di Bagian Data Elektronik, dirinya hanya berkomunikasi dengan atasannya, Hary Tanjung. Tidak pernah dengan Eryk Armando Talla.
“Uang pun dari Hary Tanjung. Untuk operasional. Kadang Rp 500 ribu kadang Rp 1 juta. Eryk cuma bilangnya saja. Tapi tidak pernah memberikan,” katanya.
“Saudara tahu kan ada fee 1,5 persen dari nilai proyek untuk pengamanan lelang?,” tanya Eva.
“Iya. Saya tahunya dari Pak Hary Tanjung. Dari Eryk memang pernah mendapat HP dan laptop second Axio untuk operasional. Tapi sekarang sudah rusak,” katanya. (azt/jan)