Malang – Pandemi Covid-19 di Indonesia menyentuh angka satu juta. Tepatnya 1.012.350 kasus dalam waktu 10 bulan. Meski hampir setahun pandemi melanda, grafik laju kasus tak kunjung melandai. Puncak pandemi pun tak juga terlihat.
Berbagai proyeksi mengenai puncak wabah, sempat diungkap pemerintah. Presiden Joko Widodo bahkan telah memprediksi, kasus memuncak Agustus-September 2020.
Namun perkiraan itu meleset. Pada Agustus-September 2020, angka kasus harian berkisar di angka 2.000 – 4.000 kasus. Sedangkan pada Januari 2021, kasus harian naik berkali lipat hingga 10.000 lebih.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo pada Juli tahun lalu pernah mengungkap, belum bisa memproyeksi puncak kasus covid-19 di Indonesia.
‘’Kenapa Indonesia belum sampai puncak, saya juga belum tahu kapan puncak tiba,’’ tutur Doni beberapa waktu lalu.
Angka ini naik pada April, yang mencatat paling tinggi 436 kasus, Mei dengan 973 kasus dan Juni dengan 1.385 kasus.
Lalu Juli dengan kasus harian tertinggi mencapai 2.657 kasus. Agustus dengan 3.308 kasus, September dengan 4.823 kasus, Oktober dengan 4.850 kasus, November dengan 6.267 kasus, Desember dengan 8.369 dan Januari dengan 11.278 kasus. Laju perkembangan kasus setiap bulannya terus meningkat. Pada Maret 2020 kasus harian tertinggi mencapai 153 kasus.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif meyakini, vaksinasi covid-19 jadi satu-satunya harapan Indonesia, mencapai puncak pandemi. Hingga perlahan melandai. Dengan penanganan seperti sekarang ini, dia pesimistis pemerintah bisa menekan laju kasus
‘’Dalam situasi seperti ini, gimana kita mau ngomong puncak wabah. Kasus akan terus saja. Masih jauh (puncak wabah),’’ katanya seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Kondisi puncak adalah ketika kasus berada di angka tertinggi. Kemudian melandai.
Ia memproyeksi kemungkinan kasus melandai, baru bisa didapati setelah penyuntikan dilakukan terhadap 20 persen penerima vaksin. Dengan target vaksinasi 180 juta orang, berarti situasi itu baru bisa ditemukan ketika 36 juta orang divaksin.
Syahrizal mengatakan, pandangan itu ia dapat berkaca pada mayoritas kasus di Indonesia. Yang merupakan transmisi lokal. Virus menyebar di antara masyarakat. Untuk menangani penyebaran kasus seperti ini, seharusnya pemerintah memperkuat tracing atau penelusuran kontak.
Menurut rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut dia, penelusuran kontak yang optimal, dilakukan kepada setidaknya 30 orang dari satu kasus terkonfirmasi positif. Kontak tersebut kemudian harus segera diperiksa.
‘’Nah itu tidak kita lakukan. Yang kita lakukan kasus konfirmasi, lapor ke Puskesmas, ke satgas, lalu ambulans cari RS. Sudah. Kalau pun dikontak tracing, dapatnya lima orang. Diperiksa satu minggu lagi. Hasil keluar 4-5 hari. Gimana mau selesai,’’ tutur dia.
Dengan positivity rate atau rasio positif yang sudah tembus hingga 33,24 persen pada Minggu (24/1), ia menduga kasus corona belum benar-benar tercermin dengan data yang terkonfirmasi positif.
Syahrizal menjelaskan, dengan jumlah pemeriksaan dan kasus yang sama-sama tinggi, artinya pemeriksaan selama ini hanya dilakukan terhadap mereka yang berisiko tinggi terpapar.
Mengutip data Kementerian Kesehatan, masih ada 80.144 suspek hingga kemarin. Sementara jumlah orang yang diperiksa dalam 24 jam baru mencapai 35.456 orang.
‘’Kita sangat selektif dalam memeriksa spesimen. Kayaknya kita masih irit-irit periksa spesimen. Seharusnya yang diperiksa 30 orang. Ini cuma 4-5 orang,’’ pungkasnya. (cnn/rdt)