
Prof. Wiku Adisasmito, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19. (Foto: Satgas Penanganan Covid-19)
Jakarta – Satgas Penanganan Covid-19, telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerapan Pelaksaanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa – Bali, periode 11 – 18 Januari 2021. Yang meliputi 73 kabupaten/kota. Terdiri dari 46 wajib PPKM dan 23 kabupaten/kota inisiatif daerah.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito menyatakan, hasil monitoring evaluasi inilah, yang menjadi dasar perpanjangan PPKM. Dimulai pada 26 Januari hingga 8 Februari 2021.
Perpanjangan dirasakan perlu, karena dampak dari kebijakan PPKM periode 11 – 25 Januari 2021, belum sepenuhnya memberi hasil maksimal. Kebijakan PPKM sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap kasus Covid-19, membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan hasilnya. Sementara, dampak yang dihasilkan akibat adanya pemicu atas penularan kasus, membutuhkan waktu yang lebih singkat.
‘’Sehingga, perlu adanya pelaksaanaan kebijakan ini secara sungguh-sungguh. Untuk menghasilkan perubahan yang signifikan, terhadap penanganan kasus Covid-19, berdasarkan seluruh indikator yang ada,’’ ungkapnya memberi keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Gedung BNPB, yang juga disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Indikator berdasarkan Instruksi Mendagri No. 1 Tahun 2021, tentang PPKM ada empat. Yakni indikator kasus Covid-19, indikator kematian, indikator kesembuhan dan indikator keterisian tempat tidur atau bed of ratio (BOR).
Rincian evaluasinya, pada indikator kasus aktif, sebanyak 46 kabupaten/kota mengalami peningkatan, 24 kabupaten/kota menurun, 3 kabupaten/kota tidak mengalami perubahan.
Pada indikator kematian, sebanyak 44 kabupaten/kota mengalami peningkatan dan 28 kabupaten/kota mengalami penurunan.
Pada indikator kesembuhan, sebanyak 37 kabupaten/kota mengalami penurunan dan 36 kabupaten/kota mengalami peningkatan. Dan pada indikator keterisian tempat tidur atau BOR, sebanyak enam dari tujuh provinsi atau persentasenya 66,32 persen, kabupaten/kota masih berada diatas paramater nasional.
‘’Hasil monitoring dan evaluasi ini pun mencerminkan perlunya penambahan strategi penangangan pandemi. Dengan memanfaatkan kekuatan negara, yaitu budaya gotong royong,’’ katanya.
Oleh karena itu, perlu adanya pemantauan pelaksanaan kebijakan ini, termasuk mengobservasi kepatuhan protokol kesehatan di tingkatan lebih spesifik. Misalnya di lingkungan perkantoran maupun tingkatan komunitas. Sistem pemantauan di daerah dapat dikuatkan dengan pembentukan Satgas Covid-19 tingkatan yang lebih spesifik seperti tingkat perkantoran atau komunitas.
‘’Kita dapat menarik pembelajaran yang penting, bahwa dampak dari intervensi yang dilakukan, baru akan muncul pada minggu ketiga pelaksanan intevensi tersebut. Sedangkan, dampak kejadian yang memicu penularan seperti libur panjang, lebih cepat yaitu dalam 7 – 10 hari saja,’’ jelas Wiku.
Untuk itu dibutuhkan kedewasaan dan rasa tanggung jawab dari masyarakat untuk melakukan perubahan perilaku.
‘’Apabila kita semua belum mampu belajar dan menumbuhkan rasa tanggung jawab, maka seperti yang tampak pada grafik, penurunan kasus hanya akan terjadi sesaat. Dan hal ini akan terjadi lagi setelah pembatasan kegiatan berakhir,’’ tegas Wiku
‘’Jangan ragu untuk melakukan kedisiplinan, karena Satgas Daerah dan Posko dilindungi oleh negara secara hukum. Mohon kepada masyarakat untuk kooperatif dengan operasi yang dilakukan selama periode pembatasan kegiatan ini,’’ pesan Wiku. (rdt)