Surabaya – Ada alat deteksi covid-19 melalui bau keringat ketiak. Namanya, I-nose c-19. Fungsinya sebagai alat screening. Ini alat pertama di dunia. Pendeteksi melalui bau keringat ketiak (axillary sweat odor).
I-nose c-19 bekerja dengan cara mengambil sampel dari bau keringat ketiak seseorang. Lalu memproses menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Penciptanya adalah guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Drs Ec Ir Riyanarto Sarno MSc PhD.
Inovasi teknologi ini sudah melalui tahap satu uji klinis. Kemarin, dipresentasikan di depan Wagub JawaTimur, Emil Elestianto Dardak, di rumah dinasnya. Tim pengembangan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan ini, dipimpin langsung guru besar dari Departemen Teknik Informatika. Melibatkan juga mahasiswa dari jenjang magister dan doktoral.
“Keringat ketiak adalah non-infectious. Artinya limbah maupun udara buangan I-nose c-19 tidak mengandung virus covid-19,” ungkap profesor yang bisa disapa Ryan ini.
Alat ini memiliki beberapa kelebihan. Dibandingkan teknologi screening covid lainnya. Sampling dan proses berada dalam satu alat. Sehingga hasil screening bisa langsung dilihat. Ini menjamin proses yang lebih cepat.
”I-nose c-19 juga dilengkapi fitur near-field communication (NFC). Sehingga pengisian data cukup dengan menempelkan e-KTP pada alat deteksi cepat ini,” jelasnya.
Data dalam I-nose c-19 terjamin handal. Karena penyimpanannya pada alat maupun cloud. Penggunaan cloud computing mendukung I-nose c-19 dapat terintegrasi dengan publik, pasien, dokter, rumah sakit maupun laboratorium.
”Dengan berbagai kelebihannya, I-nose C-19, karya anak bangsa. Hadir untuk menjawab tantangan pandemi covid-19 yang belum terkendali,” ujarnya. Terjamin dari segi biaya. Karena menggunakan komponen teknologi yang murah. Tidak membutuhkan keahlian khusus dalam implementasinya.
“Scanner ini dapat dilakukan oleh semua orang dengan perangkat pengaman yang lebih sederhana. Hanya sarung tangan dan masker. Sebagai perlindungan dasar,” tuturnya. Ini hasil penelitian selama empat tahun. Kemudian dioptimalkan dengan menyesuaikan virus Covid-19 sejak Maret 2019. Saat ini, I-nose c-19 telah sampai pada fase satu uji klinis.
“Kedepannya akan ditingkatkan lagi data sampling-nya untuk izin edar. Dapat dikomersialkan ke masyarakat,” ujar dosen Teknik Informatika ITS ini. Ia berharap, semoga I-nose c-19 dapat segera dikomersialkan dalam waktu maksimal tiga bulan kedepan.
“Melihat semakin meningkatnya penyebaran virus covid, dunia membutuhkan banyak teknologi screening yang mudah dan cepat diimplementasikan,” pungkasnya.
Menanggapi inovasi ini, Wagub Jatim menyampaikan: ITS selama ini telah banyak berkordinasi dengan PemprovJatim. Dalam mengembangkan perangkat lunak berbasis kecerdasaran buatan, salah satunya I-nose c-19.
“Tentunya kami dari Pemprov Jawa Timur sangat bersyukur. Ssiap bersinergi dalam mendukung pengembangan inovasi I-nose c-19 ini,” tutur Emil usai mendapatkan penjelasan.
Orang nomor dua di Jawa Timur ini menambahkan: Bahwa penemuan ITS ini, merupakan terobosan baru. Sudah banyak ditemui pendeteksi covid berbasis cahaya dan suara. “Ternyata berbasis penciuman juga bisa direplikasi oleh elektronik. I-nose c-19 ini buktinya,” tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Rektor IV Bambang Pramujati ST MSc Eng PhD mengungkapkan: Jika penemuan yang digagas tim peneliti ITS ini, merupakan salah satu lanjutan dari kontribusi ITS di era pandemi covid-19. Setelah melewati serangkaian ujicoba dan peningkatan sampel. Diharapkan bisa mempercepat proses pendeteksian orang-orang yang terduga terjangkit virus covid maupun tidak.
“Dengan inovasi dari ITS ini, kami (ITS) juga meminta dukungan dari Pemprov Jatim. Untuk bisa bersama-sama memperkenalkan dan mengembangkan penemuan ini lebih lanjut,” ujar Bambang. (azt/jan)