Oleh : Dr Halimi Zuhdy M.Pd MA – Pengasuh Ponpes Darun Nun, Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Arab UIN Malang
“Inna lillah wa inna ilaihi raji’un. Kita kehilangan tokoh penyejuk dan pemersatu ummat. Ulama besar Syech Ali Jaber wafat Kamis 14 Januari 2021. Beliau menjadi penyambung aspirasi antara ummat dan Pemerintah. Beliau adalah salah satu panutan, karena rendah hati dan bijaksana,” demikian disampaikan Dr Halimi Zuhdy M.Pd MA kepada DI’s Way Malang Post.
——————————-
Hari ini kita dikejutkan dengan wafatnya Syekh Ali Jaber, beberapa hari sebelumnya KH Yasin bin Asmuni, KH Zainuddin Badrus Sholeh, KH Muhaimin Ahmad, KH A Ma’sum Zainullah, KH M Nuruddin A Rahmad, KHR Muhammad Najid Abdul Qodir Munawwir, Habib Ja’far bin Muhammad Al Kaff.
Mudah-mudahan beliau diberikan tempat yang indah di sisiNya, dan diampuni segala dosanya.
Syekh Ali merupakan pejuang Alquran yang dikenal sangat santun dan baik hati. Begitu banyak kenangan indah membekas semenjak kedatangannya ke Indonesia.
Meski menjadi ulama besar, namun perangainya begitu sederhana. Hingga tak segan-segan beliau pernah mencium kaki anak penghafal Alquran.
Bentuk kerendahan hati dan cintanya pada Islam begitu terpancar. Masih banyak kebaikan ulama berhati mulia yang satu ini sampai tak terhitung.
Antara lain pemulung jago ngaji diangkat anak. Memaafkan penusuk dirinya. Tutur kata Syekh Ali Jaber jauh dari kebencian (hatred) dan juga bukan permusuhan (hostility) dan pastinya masih banyak lagi.
Sesungguhnya wafatnya ulama, kata Imam al-Ghazaly: Kematian seribu orang ahli ibadah yang rajin salat malam dan puasa di siangnya, itu tidak sebanding dengan kematian seorang ulama yang mengerti halal haramnya aturan Allah Ta’ala (syariah).
Tidak ada suatu umatpun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan(nya) [QS al-Hijr/ 15: 5]. Ia datang tanpa izin, walau kadang ada tanda, tetapi tidak ada yang kuasa untuk menolaknya.
Allah selalu memilih tempat bagi siapa pun dan apa pun di mayapada, untuk dilesatkan ke mayanyata, akhirat.
Walau kematian belum diharapkan, tetapi ia akan datang. Seperti Umar bin Khattab yang menghunus pedangnya bagi orang memberitakan wafatnya Sang Nabi, tapi Nabi sudah benar-benar wafat, walau Umar belum percaya.
Secinta apapun ia, kematian akan segera datang. Abu Bakar berpidato ketika Nabi wafat: Siapa saja yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa Muhammad telah tiada. Dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah itu hidup dan tidak akan pernah mati.
Kematian pun datang, bagi yang mengaku Tuhan, seperti Fir’aun, Namrud, Alan John, David Cores, Jim Jones, Vissarion dan lainnya. Ia tak kan pernah kekal, karena kematian adalah kepastian.
Setiap yang berjiwa akan merasakan mati [QS. Ali Imran/3: 185, al-Anbiya’/21: 35 dan al-Ankabut/29: 57].
Semuanya yang berjiwa, tak terkecuali apa pun dan siapa pun. Ia akan merasakan kematian. Mati dan akan hidup lagi. Merasakan, berarti akan mengalami kematian. Merasakan seperti mencicipi, tidak semuanya, ia akan datang setelah kematian dan mengalami kehidupan lain.
Merasakan berarti ada setelah merasakan rasa lain yang akan diberikan sebuah janji di akhirat nanti. Di sinilah semuanya tampak akan diuji, bagaimana ia menjalani kehidupan menuju kematiannya.
Mati bukanlah akhir segalanya, tapi untuk hidup kembali. Menuai dari hasil kreasi dan cipta diri. Selama berada di dunia fana ini. Balasan dari semua perilaku akan tersaksikan di fase ini.
Katakanlah, Sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya, sesungguhnya kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada Allah, Yang mengetahui keghaiban dan yang nyata. Lalu Ia akan beritakan kepada kalian apa yang kalian telah kerjakan [QS. Al-Jumu’ah/62: 8].
Mudah-mudahan kita meninggalkan dunia ini dalam keadaan khusnul khatimah. (roz/jan)