Batu – Musim hujan sedang gencar-gencarnya datang. Kota Batu yang memiliki letak topografi di daerah pegunungan. Dipastikan, pada setiap tahunnya menjadi langganan bencana alam tanah longsor. Bahkan bencana alam tersebut sangat mendominasi di Kota Batu.
Berdasarkan data pada tahun 2020, dari 114 kejadian bencana alam di Kota Batu. Lebih dari separuhnya didominasi tanah longsor. Dari jumlah itu, menyita perhatian Walikota Batu, Dewanti Rumpoko.
Dia melakukan kunjungan ke daerah rawan longsor, Kamis (14/1). Di kawasan RT 2 RW 10, Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji. Di daerah ini, terdapat lima titik bekas tanah longsor.
Tepat di kawasan lima titik bekas longsor itu, berdiri 11 rumah warga. Sebanyak 15 KK. Bahkan beberapa rumahnya, sudah mengalami keretakan karena pergerakan tanah.
“Dikarenakan situasi dan kondisi cuaca seperti ini. Kota Batu sangat memiliki potensi untuk terjadi bencana tanah longsor,” ujar Bu De kepada Di’s Way Malang Post.
Sebelum kunjungan di lokasi tersebut. Dia telah mendapat laporan. Bahwa EWS (Early Warning Sistem) di Dusun Brau ini, telah berbunyi terus-menerus.
“Oleh sebab itu, pasti ada hal-hal yang harus diwaspadai. Walaupun saat ini kita tidak merasa ada getaran ataupun goyangan. Namun yang jelas jika EWS itu sudah berbunyi pasti ada pergerakan di dalam tanah,” ujarnya.
Setelah menerima laporan, pihaknya meninjau ke lokasi. Dia menilai, jika lokasi tersebut sangat menghawatirkan. “Bahkan ada laporan jika kondisi salah satu rumah yang ada di atas, mengalami keretakan. Kondisi seperti ini ‘kan sangat berbahaya,” ujarnya.
“Tadi saya sudah bilang kepada pak lurah, pak camat dan tokoh masyarakat. Untuk penanganan jangka pendek ini. Warga yang sudah tua, ibu-ibu dan anak-anak kecil. Bisa diungsikan di tempat yang lebih aman lebih dulu. Misalnya ke tempat saudara ataupun kerabatnya,” lanjutnya.
Disarankan agar dilakukan penanaman vertiver. Atau tanaman apapun yang bisa digunakan untuk menahan tanah.
“Jangka panjangnya, kami akan melakukan relokasi. Namun untuk melakukan ini ‘kan tidak mudah. Salah satunya adalah persetujuan dari warga yang menempati rumah tersebut. Setuju dilakukan relokasi atau tidak. Selanjutnya kami harus mencari lokasi yang aman untuk dilakukan pemindahan rumah warga,” kata wanita 58 tahun ini.
Kapan relokasi dilakukan? Dia mengatakan, kalau bisa lebih cepat lebih baik. Maka dari itu pihaknya akan melakukan pendekatan kepada warga. Agar mau dilakukan relokasi.
Sementara itu, Kepala BPBD Kota Batu, Agung Sedayu menjelaskan. Langkah penanganan yang akan dilakukan sesuai dengan instruksi Walikota. Karena walikota memberikan perhatian begitu besar dan instruksi yang sangat jelas.
“Langkah-langkah selanjutnya yang akan kami ambil adalah melakukan relokasi. Namun untuk melakukan relokasi ini, sudah jelas tak semudah membalikkan telapak tangan,” ujarnya.
Pihaknya akan melakukan koordinasi dengan dinas perumahan dan dinas pertanian. Karena di lokasi yang direncanakan untuk relokasi, ada program kandang komunal. Maka pihaknya akan mengupayakan untuk melakukan pertukaran.
“Jadi yang rencana awalnya akan dibangun kandang komunal, maka akan dibangun untuk relokasi warga. Kami perlu melakukan penjajakan lebih lanjut,” ujarnya.
Untuk tanah longsor kali ini, telah diawali bunyi sirine dari EWS. Peringatan dini itu, sudah terdengar sejak awal bulan Januari. Namun, warga sekitar mengatakan sirinenya rusak. Lantaran tidak ada penampakan pergerakan tanah di permukaan. Padahal di dalam tanah itu terjadi pergerakan.
“Jadi, jika ada sinyal dari EWS, selayaknya warga lebih waspada. Langkah awal dalam penangan titik-titik longsor ini, kami telah melakukan pemasangan terpal,” ujarnya.
Pemasangan terpal itu bertujuan, agar air yang datang tak masuk ke dalam tanah. Sehingga dapat menambah jenuh tanah. Serta membebani lereng sekitar yang dapat menyebabkan longsor susulan. (ano/jan)